Lelaki itu...
Hay
guys, Assalamua’laikum. Gimana kabarnya? Wah udah Oktober aja. welcome Oktober!
Duh cepat banget waktu berlalunya ya. Sebelum aku ngebahas judul entry ini, aku
mau curhat dulu deh ya? Boleh kan? Boleh dong!
Hari
ini ya seperti biasa ngampus. Cuma satu mata kuliah. Retorika. Aku pernah
cerita kan tentang retorika? Sedikit mengulas, retorika itu adalah seni
berbicara yang dimana pembicaranya itu tunggal. Ah, suka banget sama mata
kuliah ini, apalagi dosennya mantap banget dalam menyampaikan materinya.
Minggu
kemaren pas pelajaran retorika, aku dibikin nangis. Iya, bapak itu ngasih
motivasi gitu, trus nyangkut-nyangkutin ke orang tua, tersentuhlah hati aku.
Dan hari ini retorika juga nyenengin. Pas aku selesai tampil, bapak itu bilang
gini : “Muthi ini dari awal masuk sampai sekarang paling berani tampil. Untuk minggu
depan bapak harapkan saat maju Muthi bisa berjalan kesayap kiri atau sayap
kanan. Bla bla bla.”
Oke
pak, siap dilaksanakan! Bisa Muth? Pasti!
Kalau jelek atau salah ya nggak papa, namanya juga belajarkan? Broadcast C ini
beda banget dengan F, dulu anak kelas F pada aktif-aktif, sedangkan BR C
kurang, tapi hari ini udah mulai banyak yang aktif dibanding hari-hari
sebelumnya.
Tadi
juga pas belajar retorika ada fenomena yang sangat menggugah hati. Ceritanya gini,
ada teman aku cewek disuruh maju kedepan. Dia cerita tentang masalahnya sama
sahabatnya. Intinya dia berantem sama sahabatnya hanya gara-gara hal sepele
hingga sampai sekarang kedua sahabatnya itu nggak mau bertegur sapa dengan dia.
Parahnya mereka sekelas juga di BR C. Bapak dosen nyuruh sahabat-sahabat si
cewek ini maju. Setelah sahabat-sahabatnya maju, cewek ini nangis sambil meluk
sahabat-sahabatnya. Kami sekelas terharu banget.
Sebenarnya
aku tau masalah mereka sebelum belajar retorika ini. ya ada diantara mereka
yang cerita sama aku. Senang ngelihat mereka bisa baikan lagi. :D Aku juga
sempat motoin pas mereka pelukan, pengen ngeletak di blog, tapi kayanya nggak
deh soalnya itu dijadiin privasi kelas aja.
Satu
hal yang aku ambil dari peristiwa itu bahwa memang dalam persahabatan pasti
bakal ada pasang surutnya. Bahkan hal ‘kecil’ pun bisa jadi masalah. Tapi bukan berarti masalah kecil itu bikin
kita menjauh dari sahabat kita kan? Jangan bersifat childish yang dimana kamu
harus selalu benar atas sahabat kamu. Jangan childish juga Muth ngelihat
sahabat kamu dekat dengan orang lain atau punya sahabat baru. Jujur sih kemaren
aku sempat kesal karna ada orang baru diantara Mumun-Ulan. Orang baru itu
langsung mendeskripsikan nama mereka bertiga tu WUNAMU. Wulan-.......-Mumun.
Ah
maafin aku yang childish ini ya woi! Kalau pun WUNAMU itu memang ada, aku nggak
papa kok. Setiap orang berhak punya sahabatnya sendiri kan? Trus bapak dosen
kami juga tadi bilang kalau : “Punya 1 musuh itu terasa banyak, sedangkan punya
1000 sahabat masih terasa sedikit.”
Aku
setuju banget. Aku juga nggak pengen punya musuh, makanya aku selalu berusaha
buat bersikap baik atau ramah sama semua orang. Tapi kalau memang masih ada
juga yang nganggap aku jahat, sombong, kadang kalau ketemu nggak nyapa, atau
sifat buruk lainnya, maka dengan sangat aku minta maaf. Minta maaf banget.
Nggak ada niat buat sombong atau sebagainya, maklumlah aku manusia biasa,
kadang kalau ketemu juga nggak ngelihat. Maafinkan yah? :D
Dan
kalau memang masih ada rasa benci dihati kalian buat aku, mungkin karna kalian
nganggap aku perusak hidup kalian, aku nggak tau mau gimana lagi. itu terserah
kalian. ya, mau gimana lagi, aku juga nggak bisa buat maksa semua orang buat
suka aku kan? siapa aku gitu? Haters itu emang selalu ada. Dan buat kalian, aku
nggak pernah nganggap kalian jahat kok :D kalian
itu siapa Muth? Entahlah, aku juga nggak tau. Kali aja ada.
Tadi
pas ketemu Mumun, langsung peluk Mumun. Trus aku cerita hal yang nggak penting,
salah satunya cerita tentang retorika. Endingnya aku bilang gini ke Mumun : “Aku
nggak mau kehilangan kamu.” Aaa, cwit kan? cwit
apaan tuh? Lebai iya Muth!
Wah
curhatannya kepanjangan. -__- oke, langsung ke tentang lelaki itu...
~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*
Lelaki itu...
Lelaki
itu adalah lelaki terbaik dalam hidupku. Lelaki yang tentu saja sangat aku
cintai. Aku mencintainya-menyayanginya. Sangat! Tapi terlalu sering aku
menggoreskan luka dihatinya. Menggoreskan kesedihan didalam batinnya, padahal
sedikitpun nggak ada niat untuk menyakitinya, karna lelaki itu berharga. Teramat
berharga. Bahkan jika ada penawaran untuk menukarkan dengan emas seiisi bumi
pun, aku nggak akan mau.
Lelaki
itu mengajarkan aku banyak hal. Memberikan berjuta kisah dalam hidupku. Lelaki itu
jugalah yang membuatku termotivasi untuk
maju. Lelaki itu ayahku. Abaku. He is my father. Lelaki terbaik dalam hidupku.
Terlepas
dari persepsi orang tentang ayahku, tetap saja bagiku dia lelaki terbaik. Dia
memang nggak pernah memberiku harta benda, tapi dia memberikan lebih dari itu.
Dia ajarkan kami untuk mandiri, untuk bersabar dalam mendapatkan apa yang kami
inginkan, untuk terus mendekati Allah. Dia memang belum bisa membelikanku mobil
atau motor atau kamera dan atau atau
lainnya seperti ayah-ayah kalian, tapi percayalah dia telah memberikanku lebih
dari sekedar harta benda itu. Dia membentukku dan adik-adikku menjadi orang
yang mandiri. Menjadi orang yang minta sesuatu nggak langsung dapat, tapi harus
usaha sendiri dulu, itulah membuatku untuk terus termotivasi untuk maju. Untuk sukses.
Dia
selalu bilang bahwa sesuatu yang didapat dengan usaha sendiri itu jauh lebih
nikmat. Jauh lebih kerasa. Lelaki itu benar. Aku ngerasainya. Ngerasai kepuasan
saat aku mendapatkan barang atas hasil usahaku sendiri. atas keringatku
sendiri. Rasanya itu luar biasa! Sedikit apa pun sesuatu yang aku dapat, jika
itu usaha sendiri rasanya beuh (y)
Lelaki
itu juga nggak pernah memarahi disaat kami mendapatkan nilai jelek. Aku masih
ingat saat masa sekolah dulu. aku sering banget dapat nilai rendah yang
mengakibatkan aku telah meletakkan lelaki itu diurutan sepuluh terakhir saat
pembagian lapor. Jadi pas sekolah itu, orang tua dipanggil berdasarkan urutan
rangking anaknya. Kalau anaknya juara, berarti orang tuanya dipanggil diurutan
awal. Dan aku dengan teganya meletakkan lelaki diurutan sepuluh terakhir.
Setelah
pembagian lapor, aku menghampirinya. Tak sedikitpun ada rasa kecewa diwajahnya.
Lelaki itu hanya tersenyum, aku yang bahkan ingin menangis dibuatnya. Dan dia
malah menenangkanku. “Udah nggak papa. Nilai itu nggak berarti apa-apa kok,
asal kakak jadi anak sholehah aja. Ngapain bangga nilai tinggi dimata manusia
tapi rendah dimata Allah, ya kan?” ujarnya waktu itu. Sejak itu aku berjanji,
aku akan membahagiakannya. Aku harus membahagiakannya!
Engkaulah nafasku
Yang menjaga didalam hidupku
Kau ajarkan aku menjadi yang
terbaik
I
love you Aba! You are my everything for me. Thanks for all. Makasih untuk
semuanya. Semua yang telah Aba ajarkan didalam hidup kami. I love you so much! Izinkan
aku membahagiakanmu. Mencetak senyum diwajahmu.
Mungkin
sekian dulu dari aku, salam sayang untukmu Aba dari anakmu ini yang bukan
siapa-siapa tanpa kehadiranmu, @muthiiihauraa.
2
Oktober 2014. 13.27 WIB
Nyentuh ceritanya, nyampe gue keinget sama ayah. Emang ayah dan ibu adalah sosok yang paling spesial kedua setelah Tuhan.
BalasHapusBahahak muth, aku ngakak begitu baca 'wah curhatnya kapanjangan ya"
BalasHapusIya nih jadi ke inget sama ayah. Kurang akrab soal nya, apa apa selalu sama orangtua perempuan hmm. Nice post muth.
Ayah kamu tau bagaimana cara membuat anaknya merasa tenang dan nyaman, saat dapet nilai jelek bahkan ayah kamu pun tetap memberikan supportnya...
BalasHapussemoga ayah kamu sehat selalu.. dan berjuanglah terus buat bikin ayah bangga~
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMembaca ini, gue jadi inget momen-momen bersama bokap. Sewaktu masih kecil, ketika bokap pulang kerja, gue selalu aja berteriak kegirangan "Papa, pulang... Papa Pulang". Dan sekarang rasanya udah banget kayak dulu.
BalasHapusAyahmu beruntung sekali punyak anak seperti kamu muth, yang selalu bangga dan ingin selalu membanggakannya. Dan kamu punya juga berutung mempunyai ayah yang selalu mensupport kamu, Muth. :')
mbrebes mili mbak kalau ngomongin kedua orang tua, jasanya begitu besar dan tidak bisa dinilai dengan apapun....
BalasHapussalam kenal yuli...