Story at Pulau Jambu #6
Enam …
“Dimano
awak cai jaguang ko kak buek acara bakar-bakar du?[1]”
Yeni menatap kami satu persatu. Memang hari ini ditanggal 21 Agustus, kami
berencana bikin acara bakar-bakar jagung dengan pemuda-pemudi desa Pulau Jambu.
Sebenarnya
sebelum-sebelumnya pernah sih bikin acara bakar-bakar, tapi nggak terlalu
berhasil. Akhirnya kami mutusin buat keliling-keliling Desa Pulau Jambu bareng
Yeni; Ighel; dan Diba untuk nyari jagung dan kedondong.
Kami
berdelapan ikut, jadi otomatis yang cewek-cewek pada pergi semua, ninggalin
cowok-cowok dengan makanan seadanya di posko. Beneran lho, kami sama sekali
nggak mikirin yang cowok bakal makan apa, yang kami pikir, kapan lagi
berpetualangan di Desa Pulau Jambu.
Bukannya
tega dengan anak-anak cowok, mereka bahkan udah terlalu sering dimanjakan.
Dimasakin, piring dicucuiin, kadang baju dicuciin dan disetrikain, kurang baik
apa coba kan? Malah pernah yang cowok-cowok disuruh nyuci piring, dengan
entengnya mereka menjawab : “Condo iko isuok kalian balaki? Kalian suo laki kalian
nyuci piong?[2]”
“Kalau
laki kami tontulah kami perlakukan condo raja, ndak kan bulio inyo nyontuh
kerjaan uma do. Tapi kalau kalian kan bukan laki kami,[3]”
jawab Avi diikuti anggukan kepala kami para cewek.
Gitulah
intinya. Sebenarnya nggak tega ninggalin mereka dengan makanan yang ‘seadanya’,
tapi ya sesekali nggak apa-apa kan? Akhirnya kami pergi dengan empat motor,
tentu saja dengan tradisi tarek tiga, kalau nggak gini, nggak cukup motornya.
Keliling-keliling
kampung naik motor, tentu saja juga menjadi pusat perhatian bagi masyarakat.
Dimotor, sempat juga cerita-cerita bareng Yeni yang biasa oleh orang-orang
kampung dipanggil ‘Abang’.
Aku
baru tau ternyata sejak dia kecil, ibunya udah meninggal, bahkan dia nggak tau
wajah ibunya. Entah kenapa aku bersyukur, setidaknya walaupun sama-sama udah
nggak punya ibu, aku masih kenal dan sempat ngerasain kasih sayang umi sampai
usiaku remaja.
Kalau
menurut penilainku, Yeni type cewek yang sok-sok tegar. Dihadapan banyak orang,
dia selalu tampil dengan senyuman dan gaya sok hebatnya. Tapi entah kenapa
menurut aku, dia gadis yang rapuh, hanya saja, gaya tomboynya menutupi itu
semua.
Sedangkan
Diba, lain lagi cerita kehidupannya. Dia anak yatim. Saat ada
acara-acara, Diba berjualan gorengan hasil masakannya sendiri. Ya, bisa
dibilang dia jago masak. Selain Diba dan Yeni, ada salah seorang adik bernama
Merry. Meri. Meri orangnya cantik, tapi sayang, dia nggak bisa ngomong.
Dengar-dengar cerita sih, dulu waktu kecil Meri bisa ngomong, tapi dibawa orang
tuanya ke ladang, trus tiba-tiba ‘keteguran’.
Ah,
pada nyatanya, setiap orang memang memiliki kisah hidupnya sendiri. Nggak perlu
iri dengan kisah hidup seseorang. Nggak perlu iri juga dengan kesuksesan
seseorang. Mungkin saja dibalik kesuksesan seseorang itu, ada cerita pahit yang
ia alami.
Hidupku,
hidupku. Hidupmu, ya hidupmu. Lakuin aja yang terbaik menurut kita untuk
kehidupan kita masing-masing. Malamnya acara bakar-bakar jagung kami bisa
dikatakan lumayan sukses. Yang datang ramai. Tidak hanya pemuda-pemudi, tapi
juga adik-adik Desa Pulau Jambu.
*@@@*
Sabtu,
27 Agustus, ini hari ketiga event pacu jalur nasional di Taluk.
Ya, memang saat ini kami sedang berada di Taluk sejak tanggal 25. Tentu saja
kami nginap, pak kades nyewain sebuah rumah buat kami dan keluarganya. Jadi di
Taluk ini, kami tinggal dengan keluarga pak kades.
Dari cerenti
ke Taluk membutuhkan waktu sekitaran 2 jam-an, untungnya pak kades nyewain
mobil avanza buat kami. Kurang baik apa pak kadesnya Pulau Jambu coba? Kami
diperlakukan layaknya anak sendiri oleh beliau.
Hari ini,
jalur dari desa Pulau Jambu, Sijontiok Lawuik
tanding ngelawan jalur dari Inuman. Ini pertandingan paling mendebarkan
yang aku rasa. Awalnya Sijontiok menang, di pancang keempat disusul oleh jalur
dari Inuman itu. Di pancang kelima, kami sama sekali nggak tau hasilnya.
Kami
harap-harap cemas sambil mendengarkan radio agar tau siapa pemenangnya. Memang
pacu jalur ini juga disiarkan di radio. Aku dan beberapa teman KKN sejak awal
Sijontiok mulai tanding, kami udah berada di air untuk menyemangati bareng
pemuda dan pemudi desa Pulau Jambu.
Pas
diumumkan, Sijontiok menang, kami sebagai supporter sijontiok tentu saja merasa
senang. Kami berteriak kegirangan. Pokoknya semua yang diposko Sijontiok itu
senanglah.
Beberapa
menit kemudian, entah kenapa semuanya pada diam. Aku masih nggak ngerti
situasi. Tiba-tiba si Yudhi manggil aku agar naik dari air. “Mut, sini dulu!
Ajak yang lain keluar dari air cepat!”
Aku
menghampiri Yudhi dengan tatapan bingung. “Cepatlah! Ajak yang lain keluar dari
air,” kata Yudhi setengah emosi. Aku menghampiri Avi dan bilang ke dia kalau
kita dipanggil Yudhi. Avi nggak ngerespon.
Entah kenapa
tiba-tiba semuanya pada berlarian meninggalkan posko. Aku masih bingung.
Ternyata ada batu-batu sebesar kepalan tinju orang dewasa yang melayang bebas
kearah posko Sijontiok. Tentu saja kami histeris. Aku ikut-ikutan berlari
meninggalkan posko.
Berita tentang kericuhan itu ditayangkan di TV malah
Aku bingung
lari kearah mana. Untung ada Yudhi yang nuntun. Situasi disekitar sungai Taluk
itu memanas. Aku; Yudhi; Avi; Nety; Nengsih; Ipad; dan beberapa masyarakat
Pulau Jambu sama-sama terus berlari hingga akhirnya kami masuk kesebuah gang
kecil.
Aku benar-benar
nggak tau apa yang terjadi dilokasi saat ini, yang ada dipikiranku Cuma rasa
takut. Kami yang cewek-cewek pada nangis ketakutan. “Sitoh sama Tika mana woi?
Mana kawan-kawan kita yang lain?” tanya Nety sambil sesegukan.
“Iya, Resti
mana?” kata Nengsih sambil menghapus air matanya. Tentu saja kami sangat
khawatir. Aku menatap kearah lokasi kejadian. Sirine mobil polisi semakin
menambah suram situasi.
“Avi
ndak tolok condo iko do woi. Avi nak pulang.” Avi berjongkok sambil menangis.
Tentu saja mendengar kata-kata Avi, tangis kami yang cewek-cewek makin histeris.
Aku menatap
kesekeliling. Ada ibu-ibu yang merupakan salah satu masyarakat Pulau Jambu juga
menangis mencari anaknya. Berulang kali ibu itu menyebut-nyebut nama anaknya.
Ada juga
adik-adik yang mencari orang tua mereka. Entah kenapa, aku seperti merasa
berada dilokasi peperangan. “Kak, katanya ada anak KKN yang kena lemparan
batu,” kata Jaya pada kami.
Tentu saja
hal ini semakin membuat kami khawatir. Tangis kami yang cewek-cewek makin menjadi-jadi.
“Telponlah yang lain, Pad. Cepat, Pad!”
Ipad
mengeluarkan handphonenya, lalu kemudian mulai menelpon satu persatu teman KKN
yang nggak barengan sama kami. “Nggak ada yang kena kok woi. Bang Kho lagi sama
Tika dan bu kades. Sipen lagi sama Sitoh, Resti, Asih, dan Fajri.”
Kami
menghembuskan nafas lega, tapi tetap masih menangis. Ada salah satu atlet
Sijontiok yang aku lupa namanya berlari kearah kami. Abang itu udah nggak makai
baju Sijontiok lagi. “Ayo pulang kita kerumah! Bahaya disini. Yud, baju tu
dibaliokkanlah!” kata si abang kepada Yudhi.
Kebetulan
baju yang Yudhi pakai itu adalah baju KKN kami yang ada bertuliskan Desa Pulau
Jambu Kecamatan Cerenti-nya. Akhirnya kami diantar pulang kerumah sewaan
melewati jalan-jalan tikus.
Ini
pengalaman berharga bagi aku dan dari kejadian ini, aku belajar beberapa hal.
Pertama, dalam sebuah perlombaan, perlombaan apapun itu, menang atau kalah itu
biasa. Saat menang, jadikan motivasi untuk lebih baik lagi. Sedangkan saat
kalah, terimalah dengan lapang dada. Cari apa penyebab kekalahan itu dan
perbaiki agar diperlombaan berikutnya bisa menang.
Jangan
disaat kalah, kita malah tidak mau menerima dan bertindak anarkis. Justru saat
kalah, sebenarnya kita belajar banyak hal. Belajar sabar, belajar untuk lebih
baik kedepannya.
Yang kedua,
sesulit apapun kondisi, serumit apapun kondisi, semencekam apapun kondisi, yang
diingat oleh seorang ibu itu hanya anaknya. Tak peduli dirinya bakal terkena
ancaman, yang penting anaknya selamat. Yang penting anaknya nggak kenapa-napa.
Ah, memang
kasih sayang ibu itu tak pernah ada batasnya. Kelak kita akan benar-benar
mengerti saat kita menjadi seorang ibu juga. Semakin dewasanya usia kita, kita
akan benar-benar semakin merasakan bahwa kasih sayang orang tua itu, apalagi
ibu, sangat luar biasa. Bersyukurlah bagi mereka yang masih memiliki kedua
orang tua yang lengkap, hal yang mungkin tidak bisa kami rasakan lagi.
*@@@*
Malamnya,
rumah yang disewa pak kades penuh. Masyarakat Desa Pulau Jambu tak ada satupun
yang berani pulang kedesa, soalnya, perjalanan ke Cerenti, melewati Inuman.
Masyarakat hanya takut terjadi apa-apa pada diri mereka.
Suasana
dirumah sewa lumayan mencekam. Dari dalam sampai teras rumah terisi penuh oleh
warga dan pembahasan yang tak habis-habisnya diceritakan adalah kejadian tadi
siang.
Jadi
kronologinya, saat jalur mereka kalah, mereka nggak terima karna ini udah
kekalahan keempat mereka ngelawan Sijontiok. Apalagi mendengar sorakan kami
sebagai supporter membuat mereka semakin panas.
Karna nggak
nerima kekalahan, mereka manggil-manggil atlet Sijontiok, tapi para atlet
Sijontiok nggak ada yang ngopenin, akhirnya salah seorang dari mereka nunjuk
posko supporternya Sijontiok. Mendektalah mereka, trus ya seperti itulah yang
terjadi. Mereka melempar batu-batu besar kearah kami.
Kami tentu
saja kalang kabut, benar-benar bingung dengan kondisi yang seperti ini.
Masyarakat dari Desa Sintajo yang kebetulan poskonya sebelahan dengan posko
kami, mencoba menolong kami.
Yang
kasihannya, pipi sebelah kiri pak kades kami kena batu. Sebenarnya pak kades
bisa menyelamatkan diri, tapi ada anak-anak dari Desa Sintajo yang hampir
terkena lemparan batu, akhirnya diselamatkan oleh pak kades, tapi ya itu
resikonya, pipinya pak kades malah yang kena.
Ada juga
anak kecil dari desa Sintajo yang kena kepalanya. Hal ini menyebabkan
masyarakat desa Sintajo marah, akhirnya mereka merusak jalur dari Inuman itu.
Pokoknya
gregetlah. Sampai sekitaran jam 11-an malam, masyarakat Desa Pulau Jambu belum
juga pada balik ke desa. Sempat-sempatnya juga walikota Kuantan Singingi
mengunjungi kami, kata bapak itu, untuk kepulangan masyarakat malam ini akan
diantar oleh polisi dengan memakai mobil polisi.
Akhirnya,
sebagian besar masyarakat malam itu pulang, tapi ada juga yang tetap tinggal
dengan alasan ingin menonton pacu jalur dihari terakhir besok.
*@@@*
Minggu, 28
Agustus. Hari ini hari terakhir event pacu jalur dan sedihnya, Sijontiok hanya
dapat rangking 13. Menurun dari tahun kemaren yang masuk 5 besar. Kalau katanya
bu kades, Sijontiok ini nggak bisa bermasalah sedikitpun, kalau ada masalah
sebelumnya, pasti kalah hari berikutnya.
Cukup sedih
juga, padahal kami bersama masyarakat sudah bernazar kalau semisalnya Sijontiok
masuk 5 besar lagi, kami bakal puasa sunnah. Tapi nggak papalah, kalah menang
itu biasa bukan? Mudah-mudahan aja tahun depan Sijontiok bisa lebih baik lagi.
Hari ini
juga, kami belum diizinkan kemana-mana oleh pak kades, bahkan kepasar Taluk pun
tak diizinkan, disebabkan kejadian kemaren. Oh ya, kemaren sempat beliin Manda
anak bungsunya pak kades baju, tapi kata Manda bajunya jelek.
“Baju uwang
gilo. Ndak mau makai,” teriak gadis kecil bernama lengkap Qori Amanda itu.
Mendengar jawaban Manda, kami malah tertawa. Ya, lumayan bisa mencairkan
suasana jugalah. *bersambung
Wkwkwwkk lucu.. Kadang upacara adat pun bsa berakhir kekerasan ya
BalasHapus