Perjalanan Menulisku
Jika
kamu bukan anak raja, bukan anak ulama besar, maka menulislah! Sebuah kalimat
yang berasal dari salah seorang sahabat nabi yang aku lupa namanya. Beberapa
tahun terakhir ini, banyak yang nanya padaku tentang perjalanan menulisku. Baik itu teman-teman yang kenal didunia maya,
bahkan yang mengenalku didunia nyata.
Tak
hanya teman-teman, kakak dan adik tingkatpun sering bertanya. Mut sejak kapan hobby nulis? Motivasi kamu
nulis apa? Ceritain dong perjalanan menulis kamu. Dan pertanyaan-pertanyaan
sejenis itu. Akhirnya terpikirlah untuk bikin postingan ini. Kalau disuruh
nyeritain perjalanan menulisku sejak awal, jujur aku bingung harus mulai
darimana.
Yang
aku ingat, dulu saat aku duduk dibangku SD, aku suka banget baca buku dan
kemudian cerita dibuku tersebut aku tulis ulang. Aku juga suka ngekliping
tema-tema menarik dari koran atau majalah yang ada dirumah. Sejak kecil memang,
aku dan adik-adik dibiasakan untuk suka membaca.
Orang
tuaku bukan orang tua ‘berada’. Kalau ngomongin susahnya hidup, kayanya cerita
ini bakal makin panjang. Aku dan adik-adik jarang diajak jalan-jalan keluar
kota saat liburan semester. Liburan kami sederhana, diajak ketoko buku dan
disuruh memilih satu buku yang paling disuka. Ya, Cuma satu karna keterbatasan
dana. Tapi senangnya udah luar biasa bagi aku dan adik-adikku saat itu.
Menginjak
kelas tiga SD saat udah mahir baca tulis, aku udh suka nulis diary. Sebenarnya
awalnya terpaksa karna program nulis diary ini ada di agenda disekolahku. Jadi
sejak SD itu, aku sekolah udah full day. Dari pagi sampai sore. Nah disore hari
sebelum pulang, kami diwajibkan untuk menulis diary.
Awalnya
kepaksa, lama-lama kebiasa. Aku ingat banget dulu itu saat kepaksa nulis diary,
dengan sangat tidak beretikanya, aku nulis dibuku diary besar-besar dengan
kalimat ‘HARI INI AKU SENANG!’, udah gitu doang. Trus dikomentari gurunya. Guru
tersebut bilang ‘Muthi, ceritain kenapa senangnya. Ceritain alasannya’.
Siapa
siangka sebuah keterpaksaan tersebut ternyata mengantarkanku menemukan
passionku sedini mungkin. Aku mulai terbiasa nulis, walau hasilnya jauh banget
dari kata sempurna. Sejak itu juga, saat ditanya apa cita-citaku, aku akan
selalu menjawab dengan mantap ‘penulis’. Walaupun saat itu aku sama sekali
nggak tau bagaimana aku harus mencapai itu semua.
Almarhumah
umi yang dulu berprofesi sebagai Guru Bahasa Indonesia disebuah SMP Negeri
selalu bilang ke aku kalau jangan jadikan menulis sebagai profesi utama.
Penulis sebagai sambilan saja. Menurut umi waktu itu, penulis di Indonesia itu
nggak punya banyak uang. Kalau karyanya laku, baru ada uang, kalau nggak?
Mungkin
itu salah satu ketakutan umi. Tapi aku berhasil meyakinkan umi, kalau dengan
menulispun, aku bisa hidup. Dengan menulispun aku bisa ngasilin banyak uang.
Kalau umi masih hidup sekarang, aku nggak tau apa beliau bakal bangga padaku
atau tidak.
Memasuki
dunia putih biru. Aku kehilangan kepercayaan diri. Aku berada di fase krisis
kepercayaan diri. Aku menutup diri dari lingkungan yang bagi aku waktu itu
lingkungannya juga nggak kondusif. Aku menjadi anak yang pemalu banget. Aku
nggak punya teman, apalagi sahabat. Aku sendiri dan semua itu membuatku semakin
tenggelam dengan buku-buku. Tenggelam dengan kegiatan menulis.
Satu
pikiran terbentuk saat aku SMP. Satu pikiran yang membuatku semangat untuk
sukses. Satu pikiran yang masih tertanam sampai saat ini. Aku harus sukses
apapun caranya. Aku harus buktikan kepada mereka, kalau aku bisa jauh lebih
baik dari mereka. Ya itu pikirannya!
Masa-masa
SMP itu masa tersuram bagiku. Kalau hidup punya tombol delete, aku ingin sekali
mendelete masa-masa ini beserta semua orang didalamnya. Sayang, hidup nggak
punya tombol delete dan aku bersyukur akan hal itu. Justru sekarang aku
bersyukur masa itu menjadi bagian dari kisah hidup ‘Muthi Haura’. Masa yang
sedikit banyaknya ngebentuk aku saat ini.
Aku
gila-gilaan menulis waktu SMP, bahkan udah mulai belajar nulis novel juga,
walau sampai saat ini novelnya tak kunjung selesai. Memasuki SMA, aku belajar
bersosialisasi. Teman-teman di SMA asik-asik. Di SMA, aku daftar
ekstrakulikuler majalah sekolah.
Yang
diterima Cuma sepuluh orang, sedangkan namaku berada diurutan kesebelas dengan
poin nilai berbeda sedikit dengan yang nomor sepuluh. Jujur saja, itu bikin aku
sedih. Gabung dimajalah sekolah adalah salah satu impianku, tapi kesedihan itu
tidak membuatku ‘berhenti’. Aku masuk eskul rohis dan ngambil bagian mading.
Sampai akhirnya di divisi mading, aku diangkat sebagai ketua jurnalistik. Ya,
ketua divisi mading!
Saat
SMA juga, lagi booming-boomingnya nulis cerita di note facebook, aku tentu saja
ikutan. Dari situ aku kenal teman-teman yang tulisannya bagus kaya Atika
Handayani, Rizki Amalia Oktisah, dan lain sebagainya. Beberapa kali juga aku
ikutan lomba menulis, walau kadang lebih sering kalahnya.
Hingga
pada satu titik, aku ngirim novel aku ke penerbit gramedia. Ini pertama kalinya
aku mengirimkan karya kepenerbit. Satu tahun kemudian naskah novel tersebut
dikembalikan dengan surat penolakan. Down? Banget! jangan ditanya bagaimana
rasa sedih dan kecewanya. Aku kecewa, mungkin salah aku sendiri yang terlalu
pede.
Aku
berhenti menulis. Aku memutuskan ‘pergi’ dari kegiatan menulis. Kemudian aku
membaca sebuah buku yang memotivasi banget. Dibuku itu dituliskan bahwa Naskah
‘Harry Potter’ ditolak oleh 14 penerbit. Naskah ‘A time of Kill’ karya John
Grisham ditolak penerbit EMPAT PULUH LIMA KALI sebelum best seller seperti
sekarang! Naskah novel ‘The Help’ karya Kathryn Stockeet ditolak ENAM PULUH
KALI. Perlu diulang? ENAM PULUH KALI!
Semua
kata-kata dibuku itu ‘menampar’ aku banget. Kenapa aku secemen ini yang baru
ditolak sekali lantas nyerah? Kenapa aku sepenakut ini untuk terus bermimpi?
Berbagai pertanyaan bermunculan dibenakku saat itu, hingga aku kembali bertekad
untuk terus menulis sampai kapanpun.
Saat
ini detik ini, aku merasakan banyak keajaiban dari menulis. Aku nggak minta
jajan ke orang tua karna aku udah bisa ngasilin uang dari menulis. Aku biayain
kuliah dari menulis. Pertama kali aku naik pesawat gratis karna menulis. Aku ke
Yogya, Medan, dan Sumbar gratis lewat menulis. Aku masuk koran sebagai orang
yang ‘berprestasi’ karna menulis.
Kepercayaan
diriku semakin terpupuk karna menulis. Aku bukan lagi Muthi Haura yang
kemana-mana nundukin kepala saking pemalunya kaya dulu, semua itu karna
menulis. Kalau saat aku down itu aku memilih untuk berhenti menulis, apa aku
bisa seperti sekarang? Apa aku bisa jadi redaktur dan dua periode jadi Pimpinan
Redaksi kalau saat itu aku berhenti menulis?
Jika
saat itu aku memilih berhenti menulis, aku nggak bakal punya dua karya novel
yang diterbitkan secara mayor saat ini. Aku nggak akan punya tulisan yang
diterbitkan koran-koran. Aku nggak akan punya blog ini. Dan mungkin kalau bukan
karna menulis juga, orang-orang bakal masih mandang aku sebelah mata.
Kini
bagiku, menulis adalah segalanya. Lewat menulis aku merasa ‘ada’. Menulis juga
pekerjaan merekam jejak. Aku nggak ingin setiap momen dihidupku terlewat begitu
saja, maka aku rekam lewat tulisan. Kan
bisa merekam jejak lewat poto, Mut? Memang, tapi poto tak akan pernah bisa
bercerita banyak layaknya tulisan.
Lewat
menulis, aku semakin percaya bahwa setiap impian itu pantas untuk
diperjuangkan. Aku juga suka kata-kata ‘pekerjaan yang menyenangkan itu adalah
hobby yang dibayar’. Inti dari tulisan ini, apapun impianmu. Apapun passionmu,
lakukan terus.
Kamu
hanya perlu tekun dan disiplin untuk mewujudkannya! Nah, gimana dengan
perjalanan menulismu? Semoga puas ya dengan tulisan perjalanan menulis aku ini.
Kalau masih ada yang mau ditanyakan, bisa email aku atau DM di @muthihaura1
atau @muthihaura_blog.
Salam
sayang dan sukses selalu, Muthi Haura.
Sabtu,
17 Februri 2018. 21.36 WIB.
semangat menulisnya mbaa :D
BalasHapussemangat juga buat mbk ;)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHah? Satu tahun??? Lama bangetttt... Saya baru tau bahwa ternyata penerbit membutuhkan waktu selama itu untuk proses verifikasi naskah.
BalasHapusSaya salut dengan kegigihan Mbak Muthi yang pantang menyerah hingga akhirnya bisa menerbitkan buku dan mendapatkan penghasilan dari menulis. Saya sudah nulis blog 8 tahun dan belum pernah menerbitkan satu buku atau mendapatkan penghasilan apapun dari menulis, beberapa tahun terakhir ini juga pengunjung blog makin sepi, tapi saya tetap betah nulis karena meskipun tidak banyak, tapi ada beberapa orang pembaca blog yang bilang ke saya bahwa tulisan-tulisan saya menginspirasi mereka untuk jadi lebih baik. Buat seorang penulis amatir seperti saya, itu adalah sebuah bentuk apresiasi yg sangat berharga.
Di saat sedang down, saya sering mengingatkan diri akan alasan saya menulis. Saya menulis hanya semata-mata karena ingin berbagi, sesimpel itu =)
satu tahun bahkan lebih mas ;( Wah komentarnya panjang sekali, sukaaa. Makasih loh mas. Mas bukan penulis amatir menurut saya. Tetap semangat buat kita mas ;))
HapusJadi, karena kita bukan anak raja, nulis lagi, yuuk. Semangatnya nggak boleh kendor :D
BalasHapusiyaa mbaak, jangan kasih kendor ;))
HapusSaluut sama orng yang sadar passionnya sejak dini. Jadi bisa memilih pekerjaan sesuai dengan hobi, itu adalah kebahagiaan melebihi uang mba. Soalnya kebayang kan ke kantor yang kita keluhkan setiap hari tapi butuh duitnya wkwk *curcol*
BalasHapussetuju mbak. Alhamdulillah dipertemukan dengan passion sejak dini. Mbak kudu semangat buat apapun yang sedang dijalani ;))
HapusTerharu mba. Sukses terus ya mba.
BalasHapusTetep semangat menulis :)
sukses terus juga buat masnya ya ;))
Hapuswah keren mb Muthi bisa jalan2 gratis dari nulis semoga tetap produktif y mba kupun sdg komit biar terus menulis
BalasHapusAlhamdulillah. Mbak juga kudu produktif ya ;))
HapusTulisan ini dobrak semangatku banget. Makasih, Kak. :))
BalasHapusAku pengen seriuuss di bidang nulis. Nggak setengah-setengah.
Alhamdulillah kalau tulisan ini bisa bangkitin semangatmu. Trimakasih kembali. Ayo semangat!
Hapusjadi ingat sendiri, semangat nulisnya naik turun, Alhasil buat target sebulan tamat minimal 15 buku jadi kepicu. Tapi sampai skrang Novel yang kelar cuma satu tupun males banget sampai skrg edit :'(. belum lagi kepikiran mau terbitkan
BalasHapusAku juga dulu buat target dan jadi kepicu. Ayoo semangat! Ditunggu novelnya di rak-rak buku Gramedia ;) Amin!
Hapus