[Review Buku]: Maryam
Jika
kamu ingin melihat dunia, maka membacalah. Dan jika ingin dunia mengenalmu,
maka menulislah. Membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Itu salah satu kenapa aku sangat menyukai membaca. Selain itu, sejak kecil, aku
dan adik-adik juga dibentuk dengan bacaan. Almarhumah umikupun merupakan
seorang guru Bahasa Indonesia.
Baca
juga: Rentang Kisah by Gitasav
Tapi
ada masa dimana aku sama sekali tak menyentuh buku. Ya, sok sibuk istilahnya
sampai melupakan hobby membaca ini. Kalau boleh jujur, sejak kecil kalau
ditanya apa hobbyku, dengan sangat pedenya, aku akan menjawab, membaca.
Beberapa bulan terakhir ini, aku kembali merutinkan diri untuk membaca.
Aku
rasa, otakku perlu dikasih makan. Otakku perlu dinutrisi agar tetap ‘waras’. Kenapa
nggak baca lewat internet saja, Mut? Kan banyak banget sekarang ebook-ebook
keren berterebaran. Iya memang, tapi ada ‘rasa’ yang berbeda antara membaca
buku cetak dengan virtual. Ada rasa yang sulit dilukiskan saat membaca buku
cetakan.
Entah
hanya aku yang merasakan hal seperti itu, atau apa kamu juga ngerasainnya? Nah,
beberapa minggu yang lalu, aku menyelesaikan novel Maryam dengan penulis Okky
Madasari. Buku ini aku pinjam dari salah seorang adik di Gagasan, Bagus
namanya. Aku selalu suka karya-karya Okky.
Baca
juga: Jangan kuliah kalau tidak sukses
Menurutku
karya-karyanya open minded dan menceritakan beberapa bagian sejarah Indonesia.
Memang buku-bukunya Okky rata-rata agak memojokkan kaum lelaki, misal kaya di
buku Pasung Jiwa, tapi banyak juga yang bisa dipelajari dari karya wanita
kelahiran Magetan 30 Oktober 1984 ini.
Baiklah,
aku akan review dar cover. Covernya didominasi warna hijau tosca dengan gambar
cewek. Menurutku covernya simple dan bagi aku kurang menarik. Gambar cewek di
cover itu kurang aku suka. Mungkin kalau aku ke took buku dan ngelihat cover
ini tanpa tau siapa penulisnya, jujur, aku nggak akan berniat beli haha.
Novel
ini terdiri dari 275 halaman yang menceritakan tentang kisah hidup seorang
Maryam yang dilahirkan di dalam keluarga Ahmadiyah. Keluarga Maryam sangat
taat. Maryam tumbuh sebagai gadis cantik nan independent, juga taat pastinya
dengan keyakinan yang keluarganya anut. Sampai akhirnya ‘jalan’ hidup membawa
Maryam jatuh cinta dengan seseorang yang bukan Ahmadi.
Banyak
rintangan yang dialami Maryam untuk menyatukan cintanya pada laki-laki bernama
Alam yang bukan Ahmadi. Pertentangan dengan kedua orang tuanyapun dialami oleh
Maryam.
Ah,
aku nggak mau spoiler banyak. Takutnya kalau aku ceritakan dengan runut, kalian
nggak akan penasaran lagi dengan buku ini haha. Alur yang dipakai dinovel ini
adalah alur maju mundur dengan lumayan banyak tokoh, tapi tenang saja, kita
nggak dibikin bingung kok. Dalam penceritaan dinovel ini, menurut aku bahasanya
terlalu belibet, tapi tetap bisa dimengerti kok.
Ada
beberapa hal yang aku dapatkan atau pelajari dari buku ini, pertama,
jangan pernah menghakimi orang lain apapun yang mereka anut. Apapun yang mereka
‘yakini’, selagi mereka tidak mengganggu kita, why not kan? Bukankah Indonesia
negara demokrasi? Yang membebaskan setiap individunya untuk menyatakan pendapat
dan bebas beragama pastinya.
Bukankah
rasulullah juga pernah berkata bahwa haram hukumnya membunuh darah non muslim
selagi ia tidak mengganggu. Perkataan Rasullullah ini pasti sumbernya dari
Allah jugakan? Ah, aku bukan orang yang terlalu mengerti agama, tapi aku akan
selalu belajar untuk terus memperbaiki diri. Jadi kalau ada salah dalam
penyampain aku ini, mohon dikoreksi.
Darah
non muslim aja haram dibunuh, apalagi sesama muslim walau ada beberapa
keyakinan yang berbeda. Pelajaran kedua dari buku ini, aku jadi tau
tentang seluk beluk Ahmadiyah. Tentang apa yang Ahmadiyah alami di kotanya
sendiri, terusir dari rumahnya sendiri dan tidak mendapatkan keadilan. Sayang
sekali!
Ketiga,
jangan pernah melawan pada orang tua. Ini point penting menurutku. Sukses
tidaknya seseorang, baik itu dalam hubungan percintaan atau karier atau lain
sebagainya, tergantung restu dan doa kedua orang tua. Kalau kamu berbeda
pendapat dengan kedua orang tuamu, coba diskusikan. Coba duduk bareng dan
saling sharing dengan pikiran terbuka.
Pasti
deh bakal dapat titik temu, tapi jika kedua orang tuamu tidak juga merestui,
ikuti kata orang tua, mungkin saja, apa yang mereka pilihkan selagi itu dijalan
Allah, pasti itu yang terbaik. Tidak ada orang tua yang ‘menjerumuskan’ anaknya
pada suatu hal yang tidak baik. Apalagi bagi kalian yang masih memiliki orang
tua, hormatilah. Karna nggak punya kedua orang tua itu nggak enak coy ;(
Yang
keempat, jika kamu punya sesuatu dan sesuatu itu diambil secara paksa
oleh orang lain, perjuangkanlah. Jangan nerima-nerima atau pasrah gitu aja.
Perjuangkan jika itu memang hak kamu. Tidak ada yang salah. Justu yang salah
itu, kamu tidak mau memperjuangkan untuk sesuatu yang memang punya dan hak
kamu.
Dan
yang terakhir a.k.a yang kelima dari buku ini adalah bahwa setiap orang
itu punya jalan hidupnya sendiri. Terlepas dari apapun keyakinan kamu, jadilah
penganut yang taat. Jadilah Islam yang taat. Berikanlah yang terbaik untuk
hidupmu, hidup keluargamu, dan lingkunganmu. Dimanapun kamu berada, mau itu
satu lingkungan dengan ‘orang-orang’ yang memiliki paham sepertimu atau tidak,
tetaplah berlaku baik. Hormati tetangga.
Oke
deh, mungkin segini dulu review dari aku. Oya, buku ini cocok menurut aku
dibaca oleh remaja keatas. Kalau remaja kebawah, kayanya perlu bimbingan orang
tua saat membacanya. Oke mungkin segini dulu. Salam sayang, @muthihaura1.
Sabtu,
15 September 2018. 10.06 WIB.
Membaca cara mereview buku mbak maura saya jadi sadar akan satu hal.. selama ini saya ngawur kalo ngereview.. hahhaa.. makasih ilmunya mbak..
BalasHapus