Belajar dari Kasus Audrey

13.53 muthihaura 0 Comments


Belajar dari kasus Audrey- Setiap orang pernah ‘jatuh’. Setiap orang pernah salah. Setiap orang pernah mengambil keputusan yang tidak tepat. Setiap orang pernah menyesalkan keputusannya. Setiap orang pernah berada pada fase disalahkan. Setiap orang pernah berada dalam ‘wilayah’ dimana ia merasa dirinya sangat tidak berharga.

Aku, kamu, kita pernah berada dalam fase-fase itu. Pernah jatuh, gagal, salah, sedih. Yah, namanya juga hidup. Memang begitulah dinamikanya. Tetapi terus-terusan berada di dalam fase-fase itu membuat diri sama sekali tidak akan berkembang. Tidak akan bertumbuh. Waktu akan terus berlalu.

Waktu tidak akan pernah berhenti seberapa keraspun kamu memintanya berhenti. Waktu tak akan menunggu seberapa inginpun kamu memintanya untuk menunggu. Ya, life must be go on. Hidup harus terus berjalan. Kalau kamu tidak menyesuaikan ritmenya, maka kamu akan tertinggal dibelakang.


Begitu juga halnya dengan kasus Audrey. Aku belajar banyak dari kasus ini. Baiklah, akan aku ceritakan sedikit tentang kasus yang dialami Audrey. Sekitar dua mingguan yang lalu, sosial media dihebohkan dengan kasus pembullyan yang dialami oleh siswi SMP bernama Audrey. Awal beredarnya kasus ini dari salah satu akun twitter yang mnceritakan kronologi pembullyan Audrey.

Kurang lebih ceritanya begini: Audrey di bully oleh 12 teman-temannya yang merupakan siswi-siswi kelas tiga SMA. Dalam versi ceritanya itu, Audrey diseret ke aspal, disiram dengan air, dijambak, didorong, sampai kemaluannya ditusuk pakai salah satu jari tangan pelaku. Pokoknya dalam versi cerita ini sangat seramlah.

justice for audrey
source: google

Awal-awal berita itu viral, aku langsung searching cari tau, apalagi ramai banget di instagram. Muncullah hastag #JusticeForAudrey. Muncul juga petisi agar pelaku-pelaku pembullyan Audrey betul-betul ditindaklanjuti secara hukum, walaupun mereka masih anak-anak dibawah umur. Trus muncul juga video boomerang para pelaku pembullyan Audrey saat tengah berada di kantor polisi.

Netizen tampaknya benar-benar dibuat geram atas kasus ini. Akun-akun ke-12 pelaku dicari tau dan diserang massal. Salah satu akun Echa, dihacker. Semua dm-dm Echa dibongkar ke publik, bahkan juga video-video story lamanya di up kan kembali. Kebanyakan diantara kedua belas pelaku itu menggunakan jilbab dan cantik-cantik sehingga hal inipun menjadi sorotan publik.

Muncullah banyak meme yang kurang lebih mengatakan begini: “Cantik saja tidak cukup, kalau tidak dibarengo kelakuan yang baik”, “Cantik fisik belum tentu cantik hati”, dan meme-meme dengan kata lainnya. Para pelaku dihujat habis-habisan. Disumpahin, dicaci maki, diteror, pokoknya kemarahan netizen tampaknya memang membabi buta.

Aku? Sama, aku juga salah satu netizen yang menandatangani petisi agar para pelaku dibawa keranah hukum sebagai mana mestinya. Aku respect pada Audrey, karna aku juga pernah ngerasain yang namanya di bully, sampai-sampai aku membuat video dan tulisan yang aku post di channel youtube dan instagram aku untuk Audrey. Tapi sama sekali aku tidak ikut-ikutan menghujat pelaku, karna menurut aku, menghujat pelaku sama saja kita membully mereka. Lah, apa bedanya kita dengan mereka?

Malam itu juga saat kasusnya viral, aku sempat diskusi dengan C terkait kasus Audrey ini. Aku perlihatkan akun instagram Audrey. Awal ngelihat akun instagram Audrey, aku rada kaget juga, ternyata rambut adiknya di cat pirang atau mungkin memang pirang beneran? Trus pakai softline dan liptint. Zaman aku SMP mah nggak gitu. Ga kenal softline ga kenal make up. Cupu banget mah aku dulu memang.

C malah berkomentar gini terkait akun Audrey: “Kaya cabe-cabean juga mah”. Gitu deh kurang lebih komentar C. Trus potonya juga ada yang di upload tanggal 5 April, sedangkan Audrey mengalami pembullyan kalau nggak salah baca ditanggal 29 Maret. Harusnya kalau memang parah, dia nggak mungkin buka sosmed dan bisa ngapload poto.

Aku nyoba berfikir positif, mungkin Audrey ngapload poto lama. Aku juga bilang ke C, jangan ngejudge yang tidak-tidak. Selang beberapa hari setelah diskusi kami, ada fakta baru yang mencengangkan dari pihak kepolisian. Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa ini tidak pembullyan, tapi perkelahian antara tiga orang siswa SMA dengan Audrey. Perkelahian berupa saling jambak dan dorong.

audrey
source: google

Hasil visum juga mengatakan bahwa tidak ada pengrusakan alat kelamin Audrey. Jujur, aku agak schock dengan keterangan pihak kepolisian. Aku rasa, nggak mungkin pihak kepolisian dan para dokter memberi keterangan palsu bukan? Trus juga muncul screenshotan status-status facebook Audrey yang isinya kurang pantas untuk dikatakan siswi SMP. Beredar juga tik toknya Audrey yang di upload saat sudah terjadi pembullyan dan saat kasusnya ini belum tenar. Lalu kemudian, muncullah hastag #AudreyJugaBersalah.

Aku juga udah lihat video youtubenya Awkarin yang memberi ‘panggung’ kepada para pelaku untuk bersuara. Disana tiga orang siswa SMA yang termasuk dalam 12 pelaku tersebut menceritakan kronologi sebenarnya. Kecewa? Jujur aku iya. Entahlah siapa benar siapa salah. Aku tak ingin terlalu peduli lagi dengan kasus ini.

Cuma ngikutin sekilas dan tak ingin berkomentar apa-apa lagi. Ada beberapa hal yang aku pelajari dari kasus Audrey ini. Yap, belajar dari kasus Audrey, diantaranya: Pertama, jangan terlalu percaya semua berita yang beredar di sosial media. Kebanyakan berita itu hanya hoax semata.

Jadilah netizen yang cerdas yang mampu memilah berita. Ini peringatan juga buat aku agar tak sembarang mengshare berita-berita atau tulisan-tulisan yang tidak ada sumber jelasnya. Kedua, kalaupun berita itu benar, semisal pembullyan terhadap Audrey itu benar, kita sebagai netizen tidak punya hak untuk menghakimi pelaku.

Kita nggak punya hak untuk menyudutkan pelaku, apalagi jika pelakunya masih dibawah umur. Bisa-bisa mentalnya down dan secara nggak langsung, kita juga udah ‘membully’ dan merusak hidup para pelaku. Kebayang nggak sih jika berita itu hoax dan kita udah habis-habisan menghina pelaku?

Aku pribadi mau minta maaf kepada ‘pelaku’ pembullyan Audrey. Aku udah nandatangani petisinya, secara nggak langsung, aku juga udah ngehukum mereka padahal jelas-jelas waktu itu keterangan dari kepolisian dan dokter belum keluar. Aku minta maaf. Aku nggak tau gimana hancurnya hati mereka saat seluruh netizen Indonesia menghakimi mereka, padahal jelas-jelas mereka belum tentu bersalah.

Yang kuat ya adik-adik, semoga kehidupan kalian kedepannya lebih ‘terang’. Aku minta maaf. Ketiga, hati-hati dengan jejak digital. Digital itu berbahaya. Media sosial itu kejam. Walaupun tidak bertatap muka, nyatanya jari-jari ini mampu mengetik kata-kata ‘jahat’, padahal yang menerima hujatan itu juga manusia.

Hati-hati mengapload sesuatu ke media sosial, karna walapun sudah kita hapus, tetap akan tertinggal. Kita bisa melihat sifat dan kepribadian seseorang dari apa yang ia tulis dan ia bagikan di sosial media. Walau tidak 100%, tapi media sosial cukup mengambarkan bagaimana kepribadian seseorang.

Yap, mungkin tiga itu saja dulu yang bisa aku pelajari dari kasus Audrey. Kalau kamu sendiri, apa yang kamu pelajari dari kasus ini? Apakah kamu sudah belajar dari kasus Audrey ini? Oke deh, mungkin segini dulu. Salam sayang, @muthihaura_blog.
Minggu, 21 April 2019. 19.31 WIB.

Baca Artikel Populer Lainnya

0 komentar: