Memaknai Kematian

11.03 muthihaura 3 Comments


Memaknai Kematian- Usia aku 24 tahun dan aku sudah mengalami tiga ‘kehilangan’ terbesar dalam hidupku. Menyakitkan? Oh tentu saja. Serasa separuh jiwa hilang. Seingin apapun aku berteriak bahwa aku rindu mereka, nyatanya, sampai kapanpun, aku tidak akan pernah bisa menemui mereka di dunia ini.

Mereka semua sudah ‘pergi’. Abaku, umiku, juga nenekku. Orang-orang yang teramat penting dalam hidupku, sudah kembali kepada-Nya. Sudah tidak merasakan sakit apa-apa lagi. Sudah tidak perlu memikirkan semua hal terkait didunia fana ini.

anime sedih
source: google


Kehilangan orang-orang terdekat yang teramat penting tidak membuat aku dan adik-adikku lantas berputus asa. Kami terus bangkit. Mengejar cita masing-masing. Mengejar asa masing-masing. Ya, life must be go on. Hidup akan terus berjalan, sedangkan kematian itu pasti. Cepat atau lambat. Tua atau muda.

Sekitar semingguan yang lalu, salah satu sahabatku dikampus ‘pergi’. Namanya Resti Dina Fitri. Seorang perempuan heboh yang tengah melanjutkan S2-nya di Jakarta. Dindut, begitu biasa aku menyapanya. Kematian Dina merupakan kematian dadakan menurutku.

Dina terlihat sehat-sehat saja. Bahkan beberapa hari sebelum ‘pergi’, Dina baru pulang liburan di pulau bersama teman-temannya. Setelah itu, sekitar dua harian dirumah sakit, Dina ‘pergi’. Aku dan teman-teman yang lain tentu saja terkejut.

Dipikiranku yang sangat naif ini, Dina masih sangat muda. Nggak sakit parah. Masa depannya masih cerah terbentang, tapi nyatanya ‘Allah’ berkata lain. Tak peduli tua atau muda. Tak peduli sakit atau tidak. Tak peduli masa depan masih panjang atau tidak diukuran kita sebagai manusia, karna semua rencana hanya Allah yang tau.

Kepergian orang-orang terdekatku, juga Dina membuatku merinding. Membuatku semakin sadar bahwa apa yang kita kejar mati-matian didunia ini jika nantinya Allah memanggil, kitapun tidak membawa apa-apa kecuali amal.

sedih
source: google

Semua rencana yang disusun, jika Allah sudah berkehendak lain, rencana dunia itu akan tinggal sebatas ‘rencana’. Semua gelar strata satu strata dua strata tiga yang di kejar, toh nantinya orang-orang akan mengingat kita sebagai almarhum atau almarhumah atau mendiang.

Gelar-gelar yang teramat dibanggakan itu tidak akan terpakai. Terbukur bersama tubuh yang dimakan ulat. Harta yang dikumpulkan tidak akan dibawa keliang lahat. Harta itu hanya akan jadi sebatas warisan. Warisan yang entah akan jadi malapetaka dalam keluarga atau justru bisa dimanfaatkan dengan baik oleh anak cucunya.

Kain mewah yang branded yang harganya mungkin jutaan tidak akan dipakai. Yang dipakai hanya selembar kain kafan putih. Astagfirullah. Ampuni kami Ya Rabb. Aku sadar aku bukanlah orang yang taat.

Aku sadar aku belumlah menjadi wanita sholehah. Aku wanita yang penuh dosa. Aku wanita yang masih jauh dari kata sempurna untuk ditelani sebagai wanita sholehah. Tapi aku wanita yang ingin terus belajar. Wanita yang ingin terus memperbaiki dirinya untuk menjadi lebih baik dan lebih baik.

Ampuni aku Ya Rabb. Ampuni aku. Semangat terus memperbaiki diri buat kita. Karna kita nggak akan tau kapan  ‘dipanggil’. Tulisan ini, aku khususkan buat diri aku sendiri. Self reminder buat diri sendiri. Karna yang menulispun tidak lebih baik dari pada yang membaca.

Salam sayang, @muthihaura_blog.
Minggu, 30 Juni 2019. 10.48 WIB.

Baca Artikel Populer Lainnya

3 komentar:

  1. Aku juga berpikir hal yang sama,apa yang kita kejar mati matian di dunia gak berarti saat sudah harus menghadap -Nya. Rencana Dina pasti panjang, kedepan setelah s2 akan mencapai ini dan itu, tp Allah berkata lain. Jadi tamparan keras sekali buatku, apa yg sudah dipersiapkan untuk kepulangan yang sesungguhnya :")

    Semangat ya author sayang, kita sama sama punya target dunia tapi semoga bisa perbaiki diri untuk persiapan akhirat.

    BalasHapus
  2. Thanks kak aku jd merasa diingatkan jg. Nabung bekal akhirat jgn lupa :')

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus