[Lomba blog pegipegi] : Pulau Weh, Pulau Impian
Haura
duduk termenung diteras rumahnya. Gadis mungil itu memeluk lututnya sendiri.
Tatapan mata gadis itu menerawang pelan. “What’s wrong?” Thian yang duduk
disamping Haura bertanya. Lelaki itu ikut mengedarkan pandangannya kearah apa
yang dilihat Haura. Kosong. Tatapan itu tak bermakna.
“Kenapa
sih?” Thian mengulang pertanyaannya sembari menyenggol pelan lengan Haura.
Gadis itu tersadar dan gelagapan, lalu buru-buru merapikan posisi duduknya.
“Haa? Eh nggak papa.” Haura menyunggingkan sedikit senyumnya.
Thian
menghela nafas, merasa bingung. Merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh
gadis disampingnya. “Kayanya lo butuh travelling deh. Stress banget kayanya.”
Thian mengajukan usul.
Haura
menatap Thian. Mata gadis itu berbinar-binar. “Lo mau biayain gue?” tanya Haura
polos. Thian cemberut. “Dasar mental gratisan! Ya nggaklah, emang uang gue
banyak apa?”
Haura
manyun, lalu kembali menatap kedepan dengan tatapan kosong. Jeda. Lagi-lagi tak
ada percakapan berarti diantara mereka. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Gue pengen ke Jepang.” Thian kembali membuka suara setelah keheningan
menghinggapi mereka. Gadis disampingnya menatap sekilas.
“Kenapa?”
“Pengen
liat negara nenek moyang lo.” Ujar Thian tergelak. “Hey, gue asli Indonesia!”
jawab Haura. Thian semakin mengencangkan tawanya. “Mata lo itu nggak bisa
bohong.”
Haura
mendesis kesal, lalu kembali hening. Thian menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Merasa bingung harus bagaimana lagi membuat gadis disampingnya tertawa. “Gue
pengen kepulau Weh, lebih tepatnya ke Iboih.” Ucap Haura.
“Haa?
Kenapa? Masih aja kepengen kesana.” Thian mengernyitkan dahi. Pulau Weh yang
terletak di barat laut pulau Sumatra entah kenapa selalu menarik perhatian
Haura.
Haura
menatap Thian. “Kenapa? Ya karna gue belum pernah kesanalah. Lagi pula kata
orang, matahari di Iboih itu mirip surga.” Bola mata Haura berbinar,
seakan-akan gadis itu sudah merasakan sensasi berada dipulau Weh.
“Lombok
juga gitu kok, Raja Ampat apa lagi.”
“Tapi
aku pengennya ke Pulau Weh. Indah banget disana. Pasti asik!” Haura menerawang.
Lagi-lagi dengan mata berbinar. Thian menatap gadis disampingnya, lalu kemudian
lelaki itu tersenyum. “Oke, ayo kita kepulau Weh!”
“Haa?”
“Kok
tanggapannya malah bengong gitu sih? Nggak ada ekspresi yang lebih indah apa?”
“Lo
serius? Kepulau Weh? Kapan? Haura bertanya dengan tatapan serius. Thian
menghela nafas. Mencoba sabar dengan kepolosan sahabat dari masa kecilnya ini.
“Iya liburan inilah. Masa tahun depan sih? Lo ini! Entar kita ajak juga yang
lain.”
“Serius?”
Haura masih bertanya dengan tatapan polos, membuat Thian menepuk keningnya
sendiri. “Iya!” jawab cowok itu tegas. Haura bangkit dari duduknya, lalu
loncat-loncat kegirangan khas anak kecil. Thian hanya tersenyum sekilas melihat
tingkah sahabatnya itu, lalu kemudian menggeleng pelan. Dasar bocah kecil!
*@@@*
“Entar
kita pesan tiketnya dimana? Trus nginap dimana? Gue ajak Ulan sama Mumun ya?
Aaak, gue nggak sabar kesana!” Haura berceloteh ria disamping Thian yang tengah
sibuk dengan laptopnya.
“Pasti
seru banget ya kan Ian? Entar gue mau nyelam ah disana, trus mau bertelanjang
kaki buat ngerasain pasir putihnya. Ngelihat pemandangan malam disana, pasti
seru banget! Nggak sabar-nggak sabar-nggak sabar!” ucap Haura. Pancaran mata
gadis itu menunjukkan kebahagiaan.
Thian
tak merespon, masih asik dengan laptopnya. “Lo dengerin gue nggak sih?” Haura
menatap Thian, lalu menyenggol lengan cowok jangkung itu. Thian menatap Haura
dengan kesal. “Aduh lo bawel banget! Udah sana dulu gih, gue mau cari tiket pesawat nih dan hotel penginapan.”
“Itu
aja repot. Pesan aja di Pegipegi.com. Gampang, cepat, dan terjamin!” Haura
berpromosi. Thian mengernyitkan dahi. “Blog apaan tuh?”
“Nah
kan keliatan kalau lo itu nggak gaul. Bukan blog, tapi web. Coba deh buka
webnya di pegipegi.com. Lo bisa e-mail pegipegi di cs@pegipegi.com
atau BBM di 2Oc3914C atau telpon ke (021) 3000 7777.” Haura menjelaskan tanpa
jeda.
pegipegi.com
“Pokoknya
lo beresin semua ya. Minggu depan kita go! Gue hubungin Ulan sama Mumun dulu.”
Haura memberikan ultimatum, membuat Thian menatap gemas bercampur sedikit
kesal. “Memang lo itu cewek paling tega yang pernah gue kenal!”
Haura
terkekeh mendengar pernyataan Thian. “Lo kan sahabat gue yang paling baik dan
so sweet Ian! Makasih banget ya udah nemenin gue selama ini. Makasih juga karna
lo menutup mata atas semua kekurangan gue.”
“Cih,
lo sok mendramatisir!” Ujar Thian. Haura cemberut sembari memukul lengan lelaki
itu. “Dasar lo cowok nggak ada romantisnya! Kasian cewek yang dapetin lo ya.”
Haura mendengus kesal sembari berlalu meninggalkan Thian diteras kosnya.
*@@@*
“Aaaak.
Akhirnya kita kesini juga. Indah banget!” Haura berlonjak kegirangan setelah
kakinya baru saja turun dari taksi yang dicarter dari pelabuhan Balohan menuju
pantai ini. Ulan dan Mumun ikut-ikutan berlonjak kegirangan, melupakan
koper-koper yang seharusnya mereka bawa.
Iboih
Thian
menghela nafas, lalu kemudian menggeleng pelan. Ya Tuhan, mimpi apa gue ngajak jalan bocah-bocah kecil nan norak ini? Thian
berguman sembari menurunkan koper-koper dari taksi carteran.
“Hooi
norak! Koper-koper kalian bawa sendiri nih!” Thian menegur ketiga cewek
dihadapannya yang seperti anak kecil, membuat cowok itu sedikit malu atas
kenorakan sahabat-sahabatnya itu.
“Iya,
lo bawel deh Ian.” Mumun meraih kopernya, lalu menarik koper berwarna hitam
miliknya. “Bawain koper gue dong Ian! Gue laper nih, kepengen makan nasi goreng
boga bahari nih.” Kata Haura.
“Ara!
Bawa sendiri dong. Nggak lihat apa barang gue juga banyak.”
“Dih
ketus banget! Cuma becanda kok!” Haura meraih koper birunya dan lagi-lagi
membuat Thian menatap dengan kesal. “Untung lo sahabat gue sejak kecil, kalau
nggak udah gue lelepin lo kepantai biru ini!”
*@@@*
Haura
berjalan-jalan sendirian dipasir putih pantai. Menatap kearah laut biru sembari
tersenyum. Air laut yang biru jernih terlihat seperti lapisan kaca yang
berkilaun tertimpa sinar matahari. Gadis mungil itu mengagumi setiap inci
pemandangan yang terhampar didepan matanya sembari mengucap syukur.
Alhamdulillah akhirnya
bisa kesini juga! Indah banget. Sesuai dengan misi gue kesini untuk menikmati
pemandangan indah dan nantinya akan gue promosikan pada teman-teman diluar
negri bahwa Indonesia nggak kalah dengan luar negri. Haura
berucap didalam hati.
“Besok
kita ke bunker Jepang. Ngelihat matahari tenggelam disana indah banget.
Perpaduan warna biru, oranye, kelabu, dan kuning dari cahaya matahari yang
menyusup diantara awan adalah pemandangan yang sangat luar biasa.” Thian yang
entah sejak kapan sudah berdiri disamping Haura, membuat cewek itu menatap
kaget.
“Thian?
Sejak kapan disini?”
“Sejak
tadi kali! Lo kan kalau udah ngelamun lupa semuanya. Eh Ulan sama Mumun mana?”
Tanya Thian sembari menatap kebungalo tempat kami menginap yang didesain
seperti rumah panggung.
“Tidur.
Kecapean kali. Sayang banget jauh-jauh kesini, eh merekanya malah tidur.” Kata
Haura, membuat Thian tertawa mendengarnya. Haura terpaku menatap keindahan yang
terpampang luas dihadapannya. Sesekali terucap asma Allah ditengah kekaguman
gadis itu akan keindahan Iboih.
Indah banget! Tuhan,
izinkan gue suatu hari nanti untuk kembali kesini bersama seorang yang gue
cintai dalam balutan pernikahan. Haura membatin didalam
hati. Tatapan gadis itu terfokus lurus kelaut dan matahari yang hampir
tenggelam.
Tanpa
gadis itu sadari, sesosok bermata elang disampingnya tengah menatapnya dengan
tajam. Tuhan, izinkan gue kesini lagi
bersama gadis disamping gue ini yang gue cintai diam-diam. Thian berbisik
penuh harap. Dua doa yang berbeda itu menembus batas kelangit bersama dengan
terbenamnya matahari. Menyampaikan asa dua muda-mudi itu.
*@@@*
“Mumun!
Ara! Tungguin gue dong!” Ulan terengah-engah saat menaiki tangga bunker Jepang.
“Cepet Lan!” kata Mumun berteriak memberi semangat. Haura tak menjawab,
pasalnya mata gadis itu kini sudah tertuju pada dinding bunker Jepang yang
berisi tulisan-tulisan. Kebanyakan dari tulisan-tulisan itu adalah nama
sepasang kekasih ditambah lambang love ditengahnya.
Bunker Jepang
“Norak
deh, ngina yang jomblo aja.” Komentar Mumun saat gadis itu sudah berada disamping
Haura. “Kalian itu aja yang norak, makanya cari cowok dong!” Thian berkomentar.
“Lo
itu cowok, sekali komentar nyelekit ya!” Haura berucap ketus sembari berlalu
dari hadapan Thian dan Mumun. Haura berjalan kearah sisi terdepan bunker dan
betapa takjubnya gadis itu saat bisa melihat air laut secara jelas dari atas
sini, lengkap dengan gradasi warna yang terlukis membentang dicakrawala.
“Jadi
dulu para penjajah Indonesia antara lain Portugis-Belanda-Jepang saling berebut
untuk menguasai pulau sabang ini karna letaknya strategis diantara Samudra
Hindia dan Selat Malaka.” Samar-samar Haura mendengar penjelasan seorang
pemandu wisata yang berada tak jauh darinya, membuat gadis itu manggut-manggut
mengerti.
“Panteslah
jadi rebutan, secara ini pulau indah banget.” Komentar Haura.
*@@@*
“Siap
menyelam?” Thian bertanya dengan semangat. Dibelakang lelaki itu bertiga tiga
orang gadis yang juga sama semangatnya dengan Thian. Saat ini mereka tengah
berada di Gapang Beach.
Gapang Beach
sunrise di Gapang Beach
Thian
meloncat kedalam laut. Semakin dalam dan dalam, hingga lelaki itu melihat
sesuatu yang sangat indah. Ikan mola-mola dan red gurnard berenang didekatnya.
Mola-mola adalah ikan raksasa yang biasa disebut sunfish, nyaris tidak memiliki
ekor dan sirip seperti pada ikan umumnya, tapi memiliki cavus (sirip yang
menyambung dari bagian atas hingga bawah perut). Ikan mola-mola ini sering
mendekati manusia yang sedang snorkeling atau diving, termasuk ikan tidak
berbahaya karna makanannya adalah ubur-ubur.
Sedangkan
red gurnard adalah ikan bersayap yang termasuk famili Triglidae. Memiliki
kepala dan mata yang besar, juga jari dibawah tubuh yang fungsinya sebagai
sensor. Umumnya berwarna merah terang. Gue
ngerasa seperti berenang di akuarium raksasa dengan airnya yang berwarna biru
cerah. Thian berujar didalam hati.
Sedangkan
diatas sana ditepi pantai, ketiga gadis sahabat Thian masih asik beradu mulut.
“Lo duluan deh yang loncat kedalam Lan!” Haura memberi usul sembari mendorong
tubuh Ulan.
“Eeh
Mumun ajalah, kan Mumun yang paling muda diantara kita! Yang paling muda
didahulukan.” Jawab Ulan. Mumun mengernyit. “Kok gue sih? Nggak mau. Lo dong,
Ra! Ayo cepetan!”
“Kok
gue? Eeh, mending hompimpa aja deh ya!” Haura memberi saran. “Eeh dari tadi
hompimpa mulu tapi nggak ada hasilnya juga. Lo takut ya, Ra?” Mumun menyelidik
sembari mengacungkan jari telunjukanya.
“Enggak
kok. Si Thian aja berani, gue juga beranilah!”
“Ya
udah, buruan terjun!” Kali ini Ulan ikut-ikutan memojokkan Haura. “Kok gue
malah dipojokin sih? Udah ah, gue mau ke lumba-lumba diving center aja deh.”
Haura meninggalkan kedua sahabatnya itu dan berlari kearah lumba-lumba diving
center, salah satu sekolah menyelam di Gapang Beach.
“Eeh
lo penakut Ra!” Mumun berteriak yang sama sekali tak dihiraukan oleh Haura.
*@@@*
Hari
ini hari terakhir berada dipulau Weh. Saat ini keempat sahabat itu tengah asik
berkeliling Tugu Nol kilometer dengan bersepeda. Tugu Nol Kilometer adalah
sebuah tempat yang jadi penanda letak geografis di Indonesia. Tugu ini adalah
tugu yang jadi salah satu saksi sejarah negri ini.
Haura
menatap kesekelilingnya dengan pandangan sedih, gadis itu menghela nafas pelan.
Suatu hari nanti gue bakal kesini lagi
kok!
PLETAK!!
“Awwwh!” Haura tersadar, lalu
memegangi kepalanya yang baru saja terkena lemparan penghapus papan tulis. “Kamu
kalau tidur nggak usah dikelas saya!” Seorang dosen killer dengan kaca mata
tebalnya menatap Haura dengan tatapan sinis dan ketus.
Haura menatap kesekelilingnya dengan
tatapan bingung. “Eng eh, maaf pak!” Jawab gadis itu gugup sembari berharap
dosen itu tak memperpanjang omelannya. Dosen berkaca mata tebal itu hanya
menghembuskan nafas kesal, lalu kembali melanjutkan ocehannya yang bikin
ngantuk.
Haura kembali menatap
kesekelilingnya, lalu pandangannya tertuju pada Ulan dan Mumun yang berada
disamping kanan-kirinya. “Lan-Mun, si Thian mana? Kok kita ada disini sih?
Pulau wehnya mana?”
Mumun mengernyitkan dahi, lalu
menatap Ulan tak mengerti. “Lo ngomong apa sih, Ra? Thian siapa? Pulau Weh
apa?”
“Kita kan lagi liburan dipulau Weh.
Thian! Alexander Thian lho.” Haura menjelaskan. Ulan memegang kening Haura. “Lo
sakit? Makanya jangan tidur disiang bolong dan disaat dosen lagi nerangin,
mimpi aneh kan jadinya!”
“Ulan, Mumun, Haura! Kalian keluar
sekarang juga dari kelas saya!”
GLEK.
Sumber
:
https://djangki.wordpress.com/tag/pulau-weh/
http://www.indonesiakaya.com/kanal/foto-detail/menelusuri-jejak-sejarah-pendudukan-jepang-di-pulau-weh#3178
http://sardifatravel.blogspot.com/p/blog-page_9820.html
http://www.tripadvisor.com/LocationPhotoDirectLink-g1787388-d1989326-i110875615-Lumba_Lumba_Diving_Centre-Pulau_Weh_Aceh_Sumatra.html
http://santolipatricklifestyle.com/lumba-lumba-diving-center-gapang-sabang-aceh.html
http://www.hanivinside.net/2014/01/titik-nol-kilometer-indonesia.html
Baru tau sama tempat ini, kayaknya menarik :)
BalasHapuskeren banget ya tempatnya :)
BalasHapusPulau Weh? Kurang familiar ya dek, harus baca nih informasinya. Suka penasaran. Semoga jadi juara ya dek :)
BalasHapusPulau Weh, jauh, tapi setimpal sama kerenya. Pengennya sih ke sini juga, tapi kalo udah ke Raja Ampat sama Lombok dulu. Amiin. :))
BalasHapusPulau Weh emang terkenal cantik, banyak traveler pun memiliki hasrat untuk berkunjung ke sana . "Wonderful Indonesia" dari ujung barat-timur terpampang segala keindahan ^_^
BalasHapus