Tidak Malukah?
Wahai kalian yang rindu
kemenangan. Wahai kalian yang turun kejalan. Untuk mempersembahkan jiwa dan
raga, demi negri tercinta.
Mereka
bilang, mahasiswa itu agen of change. Mereka
bilang, mahasiswa itu penggerak perubahan. Mereka bilang ditangan mahasiswalah
negara ini kedepannya akan seperti apa. Akan dibawa kemana. Akan dijadikan
seperti apa. Benarkah? Tentu saja! Sudah lupakah dengan kejadian Trisakti?
Sudah lupakah dengan ucapan bung Karno yang mengatakan : “Berikan saya 10
pemuda, maka akan saya ubah dunia.”
Miris
ngelihat mahasiswa zaman sekarang. Kuliah malas-malasan, tugas terbengkalai,
malas organisasi, ujian nyontek-nyontekan, karya nggak ada, kerjanya pacaran.
Gonta-ganti PM : “Good night sayang”, “Take care beb”, “Love you, honey”, dan
kata-kata sejenis lainnya. Lupakah mereka bahwa uang kuliah mereka saja masih
ditanggung orang tua? Lupakah mereka bahwa uang jajan saja masih menengadahkan
tangan pada orang tua? Lupakah mereka bahwa sekalipun cintanya terbalas, masih
ada Allah yang mampu mengubah skenario? Lupakah mereka pada kondisi Indonesia
yang saat ini tengah memprihatinkan. BBM naik, bahan pokok naik, dan parahnya
nilai tukar rupiah merosot.
Lupakah?
Atau pura-pura menutup mata? Halah,
sok-sokan kamu Muth! Macam kuliah betul aja. Nggak juga, tapi setidaknya
aku berusaha kuliah dengan baik. Guys, Cuma pengen ngingetin aja, bukan berarti
aku lebih baik dari kalian. Aku Cuma miris ngelihat mahasiswa zaman sekarang.
Seakan-akan ‘agen of change’ itu
sudah tidak ada lagi. Aku baru selesai ngebaca buku ‘Menembus batas waktu’.
Buku ini punya bang Albert senior aku di Gagasan. Dibuku itu menceritakan
tentang bagaimana perjuangan orang-orang dalam pendidikannya. Perjuangan mereka
untuk kuliah. Perjuangan mereka untuk bisa meraih gelar sarjana.
Mereka
bekerja keras. Berjuang dengan tetes darah dan keringat. Mereka berusaha
menikmati setiap prosesnya, karna mereka yakin bahwa proses tak kan pernah
menghianati hasil. Karna mereka yakin mereka mampu menembus batas waktu. Karna
mereka yakin walaupun memiliki kekurangan dari segi fisik ataupun finansial,
mereka tetap akan bisa sukses.
Merinding
membaca kisah dibuku itu dan pastinya juga tertampar. Perjuangan mereka luar
biasa. Ditengah penyakit yang mereka derita, mereka mampu bangkit. Ditengah
keterbatasan finansial mereka, mereka mampu menjadi yang terbaik. Diantara
keterbatasan fisik yang mereka alami, mereka mampu membuktikan bahwa mereka
bisa. Mereka bahkan membuktikan bahwa mereka lebih hebat dari kita yang
memiliki kehidupan yang bisa dibilang normal ini.
Guys,
lihat disekitar kita. Masih banyak orang yang tak seberuntung kita yang mampu
bangkit. Yang mampu menghasilkan karya. Ditengah keterbatasan mereka, mereka
mampu menorehkan sejarah. Awalnya memang mereka dihina, diremehkan, tapi itu
semua tidak menghalangi mereka untuk tetap maju. Untuk tetap berkembang
menembus batas waktu. Tidakkah kita merasa malu pada mereka? Disaat mereka
berusaha keras mencari uang untuk kuliah, sedangkan kita asik berpacaran mesra
dengan dia yang belum tentu jadi jodoh kita. Disaat mereka berjalan kaki kurang
lebih 15 kilometer untuk sampai kesekolah atau keuniversitasnya, sedangkan kita
asik melenggang dengan motor atau mobil mewah yang HASIL PEMBERIAN orang tua
kita. Disaat mereka belajar dengan tangan atau kaki yang tidak lengkap,
sedangkan kita asik berhaha-hihi dengan teman disaat dosen tengah menerangkan
materi kuliah.
Tidakkah
kita malu? Tidakkah malu? Atau rasa malu sudah tertutup? Dan disaat mereka
mencapai kesuksesan atas kerja keras mereka, kita malah menuding Allah. menuding
seakan-akan kenapa kita yang ‘lebih’ tidak seberuntung mereka. Menuding dan
merasa Allah tidak adil. Padahal kitalah yang tidak adil pada diri kita
sendiri. Kita habiskan waktu untuk kesia-siaan. Kita habiskan masa muda bukan
untuk berkarya. Kita habiskan masa-masa produktif untuk sesuatu hal yang tidak
jelas. Lalu kemudian kita mengharapkan seperti apa yang mereka dapatkan? Oh,
jangan harap!
Kemana
mahasiswa yang katanya ‘agen of change’ itu? Kemana? Tidak malukah kita disaat rakyat
semakin menangis menderita disebabkan kenaikan harga bahan pokok dan kita malah
asik dengan pacar? Tidak malukah kita disaat orang tua bekerja jauh lebih keras
dari sebelumnya agar anaknya dapat hidup layak dan dengan sangat kurang
ajarnya, kita bermalasan untuk kuliah? Tidak malukah?
Tidak
malukah masih saja mengeluh dengan banyaknya tugas kuliah, sedangkan orang tua
kita tidak pernah mengeluh dalam mencari nafkah? Tidak malukah? Tidak malukah?
Tidak malukah? Tidak malukah?
Hay
mahasiswa yang katanya ‘agen of change’, kemana kita saat ini? Kemana kita
disaat pemerintah memporak-porandakan harga bahan-bahan baku? Aku tau masih ada
mahasiswa yang peduli. Masih ada mahasiswa yang turun kejalan untuk berdemo.
Aku salut pada mereka. Tapi apa gunanya kalau berdemo hanya disekitar kampus?
Apa gunanya sampai harus bakar membakar ban? Apa gunanya asik berdemo sana-sini
tapi lupa tugas kuliah?
Ah,
semua itu tergantung pribadi masing-masing. Bukankah mahasiswa sudah bisa
menentukan jalan hidupnya sendiri bukan? Tapi kalau menurut aku, cara ampuh
untuk bisa didengar dan dihormati oleh pemerintah selain berdemo adalah dengan
menunjukkan karyamu. Karya apa saja, baik dalam bidang tulis menulis, menyanyi,
melukis, dan lain sebagainya. Belajar yang rajin. Sukseskan dirimu, biar suaramu
didengar. Biar suaramu tidak hanya sebatas teriakan dibawah panasnya mentari.
Kepada para mahasiswa.
Yang merindukan kejayaan. Kepada rakyat yang kebingungan. Dipersimpangan jalan.
Kepada pewaris peradaban. Yang telah menggoreskan sebuah catatan kebanggaan,
dilembar sejarah manusia. Wahai kalian yang rindu kemenanga. Wahai kalian yang
turun kejalan. Demi mempersembahkan jiwa dan raga. Untuk negri tercinta.
Tulisan
ini bukan bermaksud menggurui siapa-siapa. Lebih buat ngingetin diri sendiri,
bahwa diluar sana masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan. Yang
menulispun tak lebih baik dari pada yang membaca. Yuk bareng-bareng memperbaiki
diri, karna perubahan suatu bangsa itu dimulai dari merubah diri sendiri
terlebih dahulu. Percuma berkoar-koar sana sini, kalau diri sendiri juga belum
dibenahi.
Semangat
perubahan, @muthiiihauraa
29
Maret 2015. 10.33 WIB.
setuju nih setuju.. cuman terkadang perlu ada orang - orang seperti mereka yang turun ke jalan sebagi bentuk dukungan untuk rakyat. Nyatanya yang sekrang wakil rakyat toh kebanyakan malah balik menyerang rakyatnya sendiri.
BalasHapuswalah aku ngomong opo iki.. keren deh ka tulisannya.. :D
Setuju mut :') ayukk berubahh....
BalasHapus