PKJTLN SKK Ganto 2015 #2
Haaay,
Assalamua’laikum. Gimana kabarnya?
Sehat?
Barusan aku ngelihat-lihat photo pas PKJTLN seminggu yang lalu, trus juga bm-an
dengan beberapa teman PKJTLN, entah kenapa rasa rindu itu muncul. Kangen
ribut-ributnya geng body, kangen kalemnya Grace, kangen narsis plus alaynya
Riani, kangen rebutan tempat tidur dengan Nanik, kangen tidur seranjang dengan
Sita, kangen olahraga pagi, kangen materi, kangen dibangunin panitia, kangen
pintu kamar diketuk-ketuk panitia dengan panggilan khasnya, kangen cerewetnya
kak Khorik, kangen ributnya Afni, kangen semuanya! {}
Astaga,
ternyata aku merindukan kebersamaan dengan mereka. kebersamaan yang hanya
berselang kurang lebih seminggu, tapi membekas. Aku rindu O.O Kapan ketemu lagi
ya woi? Ah, sudah! Tak ada gunanya ngegalau nggak jelas. Hidup akan terus
berlanjut, mereka juga akan semakin berkembang jadi lebih baik dan aku juga tak
ingin ketinggalan lagi. Baiklah, lanjut cerita perhari aja kali ya. untuk yang
belum baca bagian pertamanya, bisa baca disini. Check this out
:
Minggu, 8 November 2015
Setelah
seminar ‘Menguak Sastra’ bersama Seno Gumira, kami disuruh panitia buat kenalan
dengan semua teman-teman dari LPM lain plus juga makan bersama. Setelah makan,
kami balik kesekre Ganto untuk siap-siap perjalanan ke Bukittinggi, soalnya di
rundown acara, jam 16.00 udah OTW. Saat menunggu keberangkatan, aku-Riani dari
LPM Wasillah Makassar- Fitri dari Aceh- Fia dari Aceh- dan kak Putri Rahmi dari
SKK Ganto UNP keliling-keliling UNP. Kak Rahmi yang jadi tur guidenya =)) Kak Rahmi nerangi setiap gedung yang ada di
UNP.
setelah seminar photo bersama peserta {}
Di
UNP tiap gedung fakultasnya itu berbeda warna, misal nih gedung Fakultas
Sosial, warnanya pink. Ada kolam berenangnya juga, trus tiap sudut dipenuhi
oleh mahasiswa-mahasiswa yang sekedar diskusi biasa atau latihan nari atau
bahkan ngerjain tugas bareng. Dimata aku, suasana kampusnya itu ‘hidup’. Kalau
boleh membandingkan dengan kampus sendiri, bisa dibilang UIN masih harus banyak
belajar. Tak lupa pula pastinya kami photo-photo disetiap sisi kampus UNP,
tujuannya ya pasti ngebekuin kenangan. Kami photo pakai kamera si ratu narsis
alias Riani, aku udah minta photonya sejak kemaren, tapi juga belum dikasih
huhu. Satu hal yang aku pelajari jika hendak jalan-jalan adalah berpotolah dengan
kamera pribadi. Kalau nggak punya kamera, pakai hp pribadi dan jangan lupa pula
sediain charger dan powerbank. Penting itu diingat, Mut!! Soalnya kalau nebeng
photo dengan kamera orang, susah minta untuk pribadi.
Setelah
capek plus senang keliling-keliling UNP, kami balik ke sekre Ganto. Ternyata
udah mulai materi sharing-sharing dengan mas Surya Mahendra selaku redaktur
Bisnis Indonesia. Beberapa menit setelah sharing, kami otw Bukittinggi yang
kalau dari Padang sekitar 2 jam-an perjalanan. Di bus, aku duduk berdua dengan
kak Khorik dan disepanjang perjalanan juga, panitianya pada nyanyi-nyanyi untuk
memeriahkan suasana.
Nyampai
di Bukittinggi kira-kira jam 21-an. Masing-masing kami untuk kamarnya dibagi
perkelompok. Untuk peserta ada 4 kamar, ada kamar Chaniago yang diisi oleh
kurang lebih sembilan cowok termasuk Ferdy. Didepan kamar Chaniago itu kamarnya
si Kumbang yang personilnya yaitu Indah dari LPM Catatan Kaki Makassar-Kak
Khorik-Kak Vani dari LPM Teropong UMSU Sumut- Fitri dari Aceh- dan Wilingga.
Sedangkan disamping kamar Chaniago, itu kamarnya geng body. Iya, jadi nama
kamar yang aku tempati itu ‘BODY’ yang personilnya itu aku- Isnaini Wulandari
a.k.a Nanik dari LPM Dinamika UIN Sumatra Utara- Very Andriani dari LPM
Dinamika UIN Sumatra Utara- kak Zakiyah Rizki Sihombing dari LPM Pijar USU- dan
Dede Mutiara Yaste dari LPM Aklamasi UIR- Anggun Sita dari LPM Suara USU.
Personil geng body, minus Sita. Heey, rindu!
Entah
kenapa nama kamar yang kami tempati itu ‘BODY’. Agak nganu, soalnya badan kami
pada nggak ada yang ‘sempurna’. Nanik- Very- Kak Zakiyah-Dede bisa dibilang
lumayan berlemak atau gendut, sedangkan aku- Sita bisa dibilang kekurangan
lemak alias kurus. -____- Jadi nama body itu serasa ngena banget dikami. Semua
jenis body dari kurus sampai gendut ada dikamar
itu -_- Sempat kami pikir kalau panitiannya itu sengaja
masuin kami kekamar body karna body-body kami yang ‘aduhai’, tapi pas ditanya
sama panitia-panitianya, kami dimasuin bukan unsur kesengajaan, lagian body itu
dalam arti Minang adalah suku tertua. Hfft, tetap aja agak-agak jadinya, jadi
bahan tertawaan anak-anak cowok -_-
Didepan
kamar body, ada kamar Biliang yang personilnya yaitu Nurafni Sitepu dari LPM
Dinamika UIN SU- Ulfia Dara dari Aceh- Andriani dari LPM Wasillah Makassar- Grace
Kolin dari LPM Pijar USU- Shinta dari LPM Suara USU. Di rundown acara,
setibanya di Bukittinggi itu seharusnya kami perkenalan antar peserta dan
panitia plus sharing LPM, tapi nggak jadi lantaran mungkin panitia tau kalau
kami capek. Akhirnya malam pertama di Bukittinggi, kami diperbolehkan untuk istirahat, walau pada nyatanya, geng body malah asik
cerita-cerita berbagi canda tawa dikamar. Ah, mungkin nggak hanya geng body, tapi juga dikamar-kamar lainnya :D
Sempat rebutan tempat tidur sama Nanik, karna kami
sama-sama mau tempat tidur yang dibagian bawah, sampai akhirnya Nanik ngalah ;D
Senin, 9
November 2015
Pas adzan subuh, kamar peserta udah diketuk-ketuk oleh para panitia. Iya, jadi kami disuruh sholat subuh berjamaah di mesjid, trus setelah sholat, semua peserta dan panitia ngelakuin senam. Beuh udara pagi di Bukittinggi itu dingin brrrrr banget
-__- Nyentuh
air itu rasanya mesti mikir-mikir. Entah aku yang terlalu lebai atau bagaimana, yang pasti
teman-teman sekamar aku juga ngerasain hal yang sama kok. Setelah acara senam-senam, kami para peserta disuruh balik kekamar lagi untuk siap-siap. Biasanya sesi
siap-siap ini adalah sesinya rebutan kamar mandi. Kalau udah Very yang dikamar mandi, lamanya nauzubillah -_- Bikin anak-anak geng body neriakin terus dari
luar kamar mandi.
Taulah kan kalau cewek selesai mandi itu banyak banget
segala tetek bengeknya yang dipakai, bedaklah-parfumlah-handbodylah-dan lain sebagainya sehingga waktu sejam dikasih untuk siap-siap itu kurang. Imbasnya, panitia akhirnya ngetukin pintu kamar sambil ngomong : “Bodyyyy,
makan lagi yuk?”. Bukan hanya kamar body aja sih sebenarnya, tapi juga kamar-kamar cewek lainnya
seperti kamar kumbang dan biliang.
Selesai siap-siap, kami akhirnya makan. Sesi makan ini juga adalah sesi perkenalan lebih dekat dengan teman-teman peserta dan panitia. Makanan
orang Sumbar itu enak-enak, taulah kan kalau orang Sumbar itu jago masak, tapi entah kenapa ada beberapa makanan yang dilidah aku asin. Bukan hanya dilidah aku aja sih, tapi juga dilidah teman-teman yang lain. Apa memang aslinya masakan
Padang itu asin atau bagaimana? Tapi terlepas dari semua itu sempurnalah.
Setelah kenyang, masuk sesi kelas tunggal. Iya, jadi di
PKJTLN SKK Ganto ini ada kelas tunggal dan ada kelas A/B. Untuk pembagian kelas
A/B, kebetulan aku masuk kelas A yang personalnya adalah Kak Khorik-Riani-Fahru-Bang Agus-Bang Awal-Fitri-Wilingga-Dede-Very-Kak
Zakiyah-Kak
Vany-Sita. Selebihnya
masuk kelas B, termasuk Ferdy.
Sebelum kelas tunggal dimulai, tentu saja kami
perkenalan secara formal dengan para pemateri-peserta-panitia. Setelah sesi perkenalan, barulah masuk materi Jurnalisme Dasar yang dibawakan oleh kak Chik Rini. Kak Chik Rini menyarankan kami untuk membaca buku ‘9 Elemen
Jurnalisme’. Kata kak Chik Rini, buku 9 elemen jurnalisme itu adalah pedomannya para wartawan.
Ini beberapa poin materi yang disampaikan kak Chik Rini : “Berita lama masih bisa ditulis, tapi untuk narasumbernya harus cari narasumber yang baru yang memiliki hubungan dengan persitiwa tersebut. Seorang wartawan harus memiliki loyalitas yang tinggi dan loyalitasnya
itu adalah
kepada kepentingan masyarakat, bukan kepada pemerintah, apalagi satu organisasi tertentu. Yap, wartawan harus independent! Tapi dizaman sekarang ini,
keobyektifan seorang wartawan patut untuk dipertanyakan.”
“Seorang wartawan yang bagus adalah wartawan yang lepas dari mencari iklan. Kenapa? Karna
jika seorang wartawan sudah nyari iklan kesana-kemari, pastilah nanti jika ada masalah dengan sipengiklan, si wartawan akan ragu untuk
memberitakannya secara independent. Usahakan juga memiliki hubungan yang baik dengan narasumber. Dapatkan
kepercayaan narasumber, karna mungkin saja dilain waktu kita akan membutuhkan si narasumber itu lagi.”
“Dalam sebuah berita, narasumber resmi juga terkadang tidak terlalu
diperlukan. Narasumber yang melihat kejadian tersebut secara langsunglah yang diperlukan. Jadi kalau ingin meliput sebuah berita, jangan nyari narasumber yang tidak ada
dilapangan, walaupun mungkin narasumber tersebut memiliki jabatan disana. Jika
ada masalah
dalam berita yang ditulis oleh wartawan bagi yang diberitakan, maka ada hak jawab yang bisa dipakai oleh orang yang merasa dirugikan tersebut.”
“Dalam setiap berita juga, harus ada nama wartawannya, jangan malah Cuma makai inisial aja. Dengan adanya nama wartawan
di berita yang ia buat, maka mendorong si wartawan tersebut untuk menulis lebih baik. Jika ingin membuat berita tentang
pemerkosaan/penculikan, sebenarnya korban tidak penting diwawancara. Kenapa?
Kasian korbannya, lagi dalam tekanan batin dan sebaiknya tidak usah diwawancara. Dalam sebuah berita juga tidak boleh ada sumber anonim. Kalaupun memakai sumber anonim, harus memenuhi kriteria ini : Dia akan terancam, maka boleh memakai sumber anonim- Dia adalah saksi pertama dari peristiwa- dan kalau saksi mata
tidak ingin disebutkan namanya, maka wajib meminta 2 orang yang bisa bercerita
seperti sisumber pertama itu, karna sumber anonim bisa dipakai jika ada 3 orang
saksi yang bercerita hal yang serupa. Laporat reporting investigasi harus punya data yang akurat.”
Paham kan? Pastinya dong! :D Nah, itu dia ilmu dari kak Chik Rini. Sebenarnya masih banyak, Cuma itu ringkasan dari yang aku catat.
Memasuki jam 10, kak Chik Rini digantikan oleh bang Surya Mahendra selaku redaktur bisnis Indonesia. Masih dalam kelas tunggal dengan tema materi ‘Riset
Interview’.
“Sebelum melakukan wawancara, riset terlebih dahulu. Penting!!! Jangan datang kepada narasumber dengan
kepala kosong. Saat bertemu narasumber, jangan membaca pertanyaan, usahakan hanya melihat pertanyaan beberapa kali. Background/latar belakang
narasumber juga perlu diriset. Setelah selesai riset dan hendak wawancara, jangan ditanyakan kepada narasumber hasil riset kita, tapi lebih baik menggali data tersebut lebih dalam.”
“Wartawan harus menjadi observer dan memiliki tape recorder plus
note kecil. Untuk jurnalistik sastrawi, detail harus diceritakan. Saat wawancara dan narasumber keluar
konteks, maka boleh diingatkan. Wartawan juga wajib berpakain rapi saat ingin menepui
narasumber, karna pakain itu mengapresiasi orang-orang yang ingin ditemui.
Maintain eye contanct juga perlu diperhatikan saat wawancara, jangan terlalu dilihat matanya dan juga jangan terlalu dicuekin. Seorang
wartawan tidak boleh memperlihatkan
kalau tidak sependapat dengan si narasumber.”
Udah 6 halaman word ajaaa. Nggak kerasa :D Terlalu banyak yang
pengen diceritakan sih sebenarnya. Terlalu banyak kisah yang sebenarnya ingin diabadikan, tapi entar deh dilanjut lagi. Semoga bisa mengambil manfaat! ;))
salam sayang, @muthiiihauraa
Selasa, 24 November 2015. 07.48 WIB.
0 komentar: