#MondayClass : Asiknya Jadi Jurnalis
Haay,
Assalamua’laikum. Lagi pada apa? Gimana liburannya? Plan apa yang dilakuin
selama liburan? Kalau aku ngeberesin rumah plus nyelesain naskah novel baru.
Saat ini novelnya masih berada dihalaman 10. Iya, memang tak sesuai target.
Harusnya bulan Februari ini udah nyelesain sampai 50-an halaman. Apalah daya
kadang pas nulis itu suka ngestuck ditempat. Suka bosan dan nggak ada ide.
Huft!
Eh
cepat banget waktu berlalunya ya. Udah bulan Februari di 2016 aja. Semester
depan udah KKN pula. Target masih banyak yang harus dikejar. Semangat, Mut! Di #MondayClass kali ini,
aku Cuma pengen sharing asiknya menjadi seorang jurnalis. Mungkin bagi yang
belum tau apa itu #MondayClass, bisa baca disini.
Oh
ya, aku masih jurnalis ‘ecek-ecek’ sih, soalnya ruang lingkupnya didalam
kampus. Ya, anak LPM :D Tapi nggak ada salahnya sharing kan? Kali aja
bermanfaat :D Sebelum membahas tentang asiknya menjadi jurnalis kampus, ada
baiknya kita tau sedikit seluk beluk dunia jurnalistik. Bagi seorang
wartawan/jurnalis, bad news is good news. Yeps, kedengarannya jahat yah, tapi
memang begitulah adanya.
Semua
berita itu adalah rangkain dari peristiwa, tapi tidak semua peristiwa bisa
dikategorikan sebagai berita. Seorang jurnalis/wartawan diberikan kebebasan
dalam meliput dan jika ada yang menghalang-halangi kerja seorang
jurnalis/wartawan, jurnalis/wartawan tersebut bisa melayangkan gugatan kepada
pengadilan. Pihak manapun yang menghambat kerja seorang jurnalis/wartawan, bisa
dipidana lho.
Walaupun
diberi kebebasan, tapi tetap akan dibatasi oleh hukum dan kode etik jurnalistik. Lain waktu, nanti aku
akan tuliskan apa-apa saja kode etik jurnalistik. ;)) Waktu aku PJTL (Pelatihan
Jurnalistik Tingkat Lanjut) di Sumbar beberapa bulan yang lalu, Chik Rini salah
seorang wartawan nasional menyarankan untuk membaca buku 9 elemen jurnalisme
karya Bill Kovach. Jujur saja kalau aku belum menghatamkan buku ini. Sempat sih
minjam buku bang Hafiz, tapi belum selesai aku baca, eh udah diminta sama yang
punya -_-
Tapi
dari buku ‘Antara Eksklusivitas berita dan keselamatan jurnalis’ yang kini
tengah aku baca, ada sedikit poin-poin penting tentang Sembilan elemen
jurnalistik, yakni :
Pertama,
kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran. Kedua, loyalitas utama jurnalisme
adalah pada warga Negara. Ketiga,
esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Keempat, jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputannya.
Kelima,
jurnalis harus membuat dirinya menjadi pemantau independen dari kekuasaan. Keenam, jurnalis harus member forum
bagi public untuk saling kritik dan menemukan kompromi. Ketujuh, jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi
menarik dan relavan. Delapan,
jurnalis harus membuat berita komprehensif dan proporsional. Dan kesembilan, jurnalis harus
diperbolehkan menguji kesadaran personal dan hati nuraninya.
Nah
itu dia Sembilan elemen jurnalistik karya Bill Kovach. Aku nggak ngulasin satu
persatu karna memang aku belum selesai bacanya. :D Kalau menurut aku pribadi,
jadi jurnalis walau masih level kampus itu asik lho. Serius! Aku belajar banyak
dari kegiatan mencari, menemui narasumber, dan sampai menjadikannya kedalam
sebuah berita yang utuh. Banyak sekali pelajarannya dan semua itu terasa
menggairahkan! Terasa menantang.
Mungkin
kedengarannya terlalu lebai, tapi itulah yang aku rasain. Ini dia nih asiknya
menjadi seorang jurnalis kampus :
Ini bukan lagi ditilang ya, tapi lagi ngeliput :D
Saat
kamu menjadi seorang jurnalis/wartawan, kamu ditantang untuk menemui
orang-orang baru. Iya, setiap ada pemberitaan pasti deh kan narasumbernya
beda-beda. Kamu dituntut untuk nemuin narasumber tersebut dari kalangan atas
sampai kalangan bawah. Otomatis kenalan kamu makin banyak dong? Kalau kamu
pandai memanfaatkan sikon, bisa saja narasumber-narasumber itu pada akhirnya
menjadi teman kamu. Yah, intinya, dengan menjadi jurnalis, itu akan menambav
link. Tapi tetap harus diingat kalau berita yang kita buat tetap harus
independent.
Saat
kamu menjadi seorang jurnalis/wartawan, kamu ditantang untuk peka terhadap
lingkungan. Kalau kamu nggak peka terhadap sekitar, bagaimana kamu dapat
pemberitaan yang bagus, iya kan? Di fase ini, kamu belajar untuk tetap peka,
apapun kondisinya.
Saat
kamu menjadi seorang jurnalis/wartawan, kamu bisa pergi ke berbagai daerah
diseluruh Indonesia. Jurnalis itu ada bermacam-macam ya, ada jurnalis yang
fokusnya ke travelling-food-bencana-dan lain sebagainya. Memang sih tujuan awal
ke daerah tersebut liputan, tapi nggak ada salahnya juga kan mengexsplore
daerah tersebut, mana tau bisa dijadikan dalam bentuk feature.
Saat
kamu menjadi seorang jurnalis/wartawan, kadang kamu akan diundang ke
acara-acara atau event-event bergengsi di kotamu. Serius lho! Aku punya senior
yang saat ini jadi wartawan di salah satu portal berita online, kakak ini
sering diundang di event-event untuk ngeliput. Asik lho diundang event itu,
dapat makanan dan goodie bag :v
Saat
kamu menjadi seorang jurnalis/wartawan, kamu dipertemukan dengan teman-teman
wartawan lainnya yang tentu saja akan menambah link plus pengetahuan kamu.
Dimata aku, seorang jurnalis/wartawan itu adalah seseorang yang pintar dan
berwawasan luas, kalau kamu kenal dengan mereka, wawasan kamu nambah dong kan?
Gimana
gimana? Asik kan jadi seorang jurnalis/wartawan itu? Penuh tantangan dan kalau
bagi aku pribadi makin semangat untuk terus belajar. Bisa deh ditambahin
sendiri keasikannya :D Terlepas dari keasikan-keasikan itu, seorang
jurnalis/wartawan juga harus sadar tujuannya dalam menulis berita. jangan malah
terlena.
Ayo
semakin semangat! Ohya, kalau ada kekurangan atau kesalahan dalam tulisan aku,
bisa dikoreksi ya. Maklum, aku juga masih dalam tahap belajar. ;) salam
jurnalis, @muthiiihauraa
Senin,
1 Februari 2016. 23.17 WIB.
Dalam tahap belajar memang masih enak. Masih penuh dengan nilai-nilai idealisme. Tapi kalau sudah menjadi karyawan di perusahaan media, maka tantangan sesungguhnya dari nilai-nilai idealisme itu dipertaruhkan :)
BalasHapusTetap semangat :D
Nah, bener bang doel.... tantangan terberat kalau kita udah jadi jurnalis yang dinaungi salah satu perusahaan. Apakah nilai-nilai tadi masih bisa kita juangkan.
BalasHapus