[Review Buku] : Rindu
Hay,
Assalamua’laikum. Gimana kabarnya? Beberapa hari yang lalu, aku baru saja
menyelesaikan sebuah novel Rindu yang ditulis oleh Tere Liye. Sebenarnya novel
ini udah aku baca sebelum berangkat KKN, tapi belum sampai tamat. Awalnya aku
kira novel ini ngebosenin, soalnya aku kurang suka novel yang kalimatnya
bertele-tele, tapi makin dibaca sampai akhir, ternyata keren.
Memanglah
ya jangan pernah memandang sesuatu dari apa yang terlihat diawal, karna kita
nggak pernah tau ujungnya itu seperti apa. Novel ini mengagumkan dan kayanya
diangkat dari kejadian nyata kisah hidup Gurutta alias Ahmad Karaeng. Aku
dibuat berdecak kagum dan penasaran saat membacanya, juga sempat menitikkan air
mata saat tokoh eyang putri di novel ini meninggal.
Masing-masing
tokoh dalam novel ini punya peranan penting. Dan juga masing-masing tokoh punya
alur kisah hidupnya sendiri. Terkagum-kagum dengan imajinasi Tere Liye yang
seolah pandai menempatkan peran setiap tokoh.
Dari
novel ini juga, aku mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang hidup. Ada
beberapa kalimat yang aku suka dari novel ini, check this out :
Kesalahan
itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita
bisa memaafkannya dengan menghapus coretan tersebut, baik dengan penghapus
biasa, dengan penghapus canggih, dengan apapun. Tapi tetap akan tersisa
bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan
keluarnya, bukalah lembaran kertas baru yang benar-benar kosong. Buka lembaran
baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Tutup
lembaran yang tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah.
Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa
melakukannya. (Rindu-halaman 375)
Yap,
setuju banget aku. Kita nggak akan pernah bisa menghapus setiap luka yang orang
lain torehkan dalam hidup kita. Sebesar apapun luka itu disembuhkan atau
berusaha dihapus, tetap akan meninggalkan bekas. Ibarat gelas yang awalanya
utuh, tiba-tiba dibanting hingga pecah. Sekuat apapun orang itu menyatukannya
kembali, tidak akan bisa. Bisa sih, tapi tidak akan sama seperti semula.
Ada
dua hal yang dapat diambil pelajaran dari paragraph halaman 375 itu. Pertama, jangan pernah menyakiti
perasaan orang lain. Berusahalah menjaga perasaannya, layaknya kamu yang juga
tak ingin disakiti, begitu juga orang lain. Sekali kamu menyakiti perasaannya,
belum tentu orang itu bisa menghapus dan melupakannya dengan mudah. Jangan
sampai hal ini menjadi boomerang dalam hidupmu untuk kedepannya.
Kedua,
jadilah orang yang pemaaf. Belajarlah memaafkan orang lain. Sekuat apapun kamu
menyimpan dendam, yang akan rugi kamu sendiri. Kamu jadi akan berfokus membalas
dendam itu ketimbang berfokus untuk menggapai semua impianmu. Belajarlah
untuk memaafkan. Untuk membuka lembaran
baru yang lebih baik. Nggak mudah, tapi bukan berarti nggak bisa.
Trus
kalimat lainnya adalah ‘Lepaskanlah, Ambo. Maka besok lusa, jika dia cinta
sejatimu, dia pasti kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang
tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan
cinta sejatimu’ (Rindu-halaman 492)
Ngomongin
soal cinta memang tak ada habisnya ya. Selalu jadi topic menarik. Melepaskan
seseorang yang kita cintai? Berat, tapi apa yang disampaikan dinovel Rindu
halaman 492 itu ada benarnya.
Trus
dihalaman 493 juga dikatakan ‘Dalam cinta, jangan berlebihan. Jangan merusak
diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga
diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama, menodai cinta itu
sendiri. Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika dia tumbuh ditanah yang subur,
disiram dengan pupuk pemahaman yang baik, dirawat dengan menjaga diri, maka
tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuah lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu
tumbuh ditanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat
jelek, maka tumbuhlah ia menjadi pohon meranggas, berduri, berbuah pahit. Jika
harapan dan keinginan memiliki itu belum tercapai, belum terwujud, maka teruslah
memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar.’
Ngomongin
soal cinta gini, aku jadi ingat kejadian beberapa hari yang lalu. Seseorang
menyatakan perasaannya padaku. Aku nggak tau entah dia hanya bercanda atau
serius, tapi saat itu, aku melihat keseriusan dimatanya. Ya, dia hanya sebatas
menyatakan perasaannya, karna buru-buru aku tangkis dengan jawaban ‘oh’, lalu
aku tertawa dan berlalu.
Umur
aku saat ini 21 tahun. Bukan zamannya lagi main-main pacaran nggak jelas. Bukan
zamannya lagi nyari seseorang untuk sehari dua hari dan happy-happy sesaat.
Umur 20-an keatas itu menurut aku udah nyari seseorang yang memang pantas
diperjuangkan dan diajak kepelaminan #eaak.
Tapi
aku belum sanggup juga kalau disuruh menikah dalam jangka waktu dekat ini, karna
saat ini aku sedang belajar. Sedang memperbaiki diri. Sedang menyiapkan bekal
untuk jadi istri dan ibu yang baik. Iya lho aku lagi belajar. Aku lagi
suka-sukanya baca blog atau buku yang berkaitan dengan rumah tangga dan
parenting. Oke, jangan diketawain. Nggak ada salahnya kan nimba ilmu seputar
itu?
Okelah
skip! Overall, novel ini keren. Pesannya dapet dan jelas. Recommended-lah
pokoknya, walau bahasanya sedikit bertele-tele. Diakhir ending dinovel ini, aku
langsung berujar ‘keren’. Serius loh. Mungkin segini aja dulu. Salam sayang,
@muthiiihauraa
Jum’at,
28 Oktober 2016. 13.07 WIB.
0 komentar: