Gadis Penjual Goreng
Haay, Assalamua’laikum. Sedang apa? Akhir-akhir
ini lagi disibukkan dengan berbagai deadline tugas dan deadline di organisasi,
ditambah lagi aba sedang sakit, rada-rada susah bagi waktu buat nulis blog. Nah,
untung tadi sebelum berangkat kantor ini ngubek-ngubek laptop nyari tulisan
untuk di posting. Untung ada tulisan lama ini. Sejenis feature. Dari pada
mendem doing di laptop, mending aku post disini aja.
Gadis
Penjual Goreng
Created
by : Muthi Haura
Namanya Desrida Wati. Gadis berkulit
sawo matang berwajah manis yang biasa disapa Ides itu salah seorang penjual
gorengan keliling di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDK). Berjualan
gorengan mulai ditekuni Ides saat dirinya masih duduk dibangku kelas 5 Sekolah
Dasar (SD) hingga sampai gadis itu duduk dibangku kuliah.
Desrida Wati
Sesekali
gadis itu mengumbar senyum saat diwawancara pada Senin (30/11/2015). Kebisingan
disekitarnya pun tidak menyurutkan semangatnya untuk bercerita perihal seluk
beluk dirinya memulai berjualan goreng. Dengan semangat, gadis yang memakai
jilbab coklat dipadukan dengan baju berwarna ungu itu beralasan berjualan
adalah untuk membantu meringankan beban orang tua. Selain itu, Ides mengakui
bahwa berjualan merupakan hobbynya. “Kalau nggak jualan, rasanya kaya
kehilangan sahabat dekat.”
Ides mempunyai saabat dekat yang
menjadi panutan dalam menjalankan usaanya. Sama al dengannya, temannya itu
berjualan empek-empek dengan berjalan kaki keliling kampus. Ia seperti
ditularkan semangat. “Meelihat kak Lovy
dengan semangatnya berkeliling Fakultas untuk berjualan empek-empek,”kata gadis
kelahiran 1 Dessember dua pulu satu tahun yang lalu.
“Bagi aku berjualan itu udah kaya
hobby. Kalau nggak jualan, rasanya kaya kehilangan sahabat dekat. Pernah diawal
ngampus, aku nggak jualan, trus ngelihat kak Lovy dengan semangatnya
berkeliling Fakultas untuk berjualan empek-empek, semangat itu kembali timbul
lagi.” Ujar gadis kelahiran 1 Desember itu. Sesekali juga saat ia berbicara,
tangannya ikut bergerak-gerak mengikuti irama kata-katanya.
Ides sempat mengagumi sosok Lovy yang
berjualan empek-empek. Di mata Ides, sosok Lovy adalah sosok inspiratif dan
energik. “Kagum aja sama kak Lovy itu. Semangatnya patut diacungi jempol.
Selain kak Lovy, aku juga punya teman anak FEKON yang namanya Wahyu. Dia jualan
donat keliling fakultas juga. Dia yang sering nyemangatin aku pas aku lagi
down.”
Ayahnya bersumber penghasilan dari
kebun milik keluarga mereka, salah satu yang di tanam di kebun itu adalah
lengkuas. Biasanya saat panen, Ides kebagian tugas untuk mencuci lengkuas dan
mengantarkannya ke pasar. Selain itu, sesekali Ides juga ikut membantu ayahnya
mencari lidi yang diikat hingga 100 batang, kalau di jual akan di hargai
Rp.30.000. Sedangkan ibunya, seorang ibu rumah tangga yang baru-baru ini
membuka kedai lontong didekat rumah yang mereka diami.
Kesibukannya dalam mengumpulkan
pundi-pundi rupiah, tidak menyurutkan anak ketiga dari enam bersaudara ini
untuk aktif berorganisasi. Tidak tanggung-tanggung, Ides mengikuti empat
organisasi sekaligus. PMI, English Club, Kumpulan Pemuda-Pemudi Desa Rimbo
Panjang, dan Komunika.
Bertumpuknya tugas kuliah pun tidak
membuat Ides lantas mengeluh dan menyerah pada keadaan begitu saja, justru itu
semakin menjadikannya pelecut semangat untuk terus berkarya dan berproses
menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya.
Berbicara masalah membagi waktu, Ides
memiliki cara dan trik sendiri agar tidak keteteran dalam kuliah, organisasi,
maupun berjualan goreng. “Aku nargetin kediri sendiri untuk mulai jualan jam 7
pagi sampai jam 9. Biasanya sampai jam 9 itu, gorengan sudah habis. Setelah itu
kalau nggak ada jam, biasanya aku ngerjain tugas di perpustakaan.” Ceritanya
dengan senyuman yang masih terpampang diwajahnya.
Indeks Prestasinya pun tidak bisa di
sepelekan, gadis bertubuh lumayan berisi ini pada semester yang lalu mampu
mengondol IP 3,50. Sejauh ini, untuk nilai-nilai akademik tiap semesternya, IP
Ides selalu naik. Terbukti, kesibukannya dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah
dan aktif berorganisasi disana-sini, tidak membuat nilai kuliahnya ‘terjun
bebas’.
Biasanya, Ides membawa gorengan ke
kampus sebanyak 100 gorengan. Ia menentengnya ditangan kanan dan kirinya
sembari menawarkan gorengan dagangannya kepada siapa saja yang ia temui. 100
gorengan perhari yang ia bawa itu, ia targetkan agar selalu habis. Kalau saat
berkeliling di fakultas peminatnya sedikit, maka Ides akan berjualan di
fakultas lain.
Suasana kelas semakin riuh, pasalnya
dosen yang seharusnya masuk tidak datang. Suara celotehan sana-sini sama sekali
tampaknya tidak mengganggu jalannya proses wawancara. Ides masih asik dengan
cerita pengalamannya dengan gaya berbicaranya yang khas. Ides mengaku sama
sekali tidak malu saat berjualan goreng. “Awalnya sih malu jualan dan nenteng-nenteng
gorengan itu. Trus aku coba bawa happy dan bersiul. Lama kelamaan jadinya
terbiasa kok.”
Ides memajukan tubuhnya saat ditanya
suka duka dalam berjualan goreng, lantas kemudian gadis itu kembali tersenyum
hangat, menandakan dirinya yang ramah. Menurut Ides, dalam segala hal itu pasti
ada suka-dukanya, termasuk juga saat berjualan gorengan. Sukanya tentu saja
dapat uang jajan tambahan, bias nolongin orang tua, bangga karna bisa beli
sesuatu dengan hasil keringat sendiri, jadi bisa kenal dengan teman-teman yang
tidak hanya sefakultas tapi juga diluar fakultas, dan pastinya juga bakal
nambah pengalaman.
Sedangkan dukanya menurut Ides adalah
disaat dirinya dipandang remeh dan ada juga yang mengejek. “Sedih pas ada yang
ngejek gitu. Pas aku teriak ‘goreng-goreng’, trus ada yang ngikutin kata-kata
aku, rasanya lain aja. Agak ngena dihati. Tapi aku ya nggak openin. Anggap lalu
aja. Trus juga awal jualan goreng dikampus, sempat ada konflik dengan ibu CS,
tapi sekarang udah amanlah.”
Terlepas dari suka duka yang di alami
gadis berusia 21 tahun itu, Ides memiliki planning
untuk kedepannya ingin mengembangkan usaha gorengannya. Tidak hanya itu,
Ides juga ingin menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi dalam segala bidang
yang ia tekuni. []
Gimana? Gimana? Tanggapannya dong. Oke,
mungkin segini dulu. Sukses terus buat kita semua yaa. Salam saying,
@muthiiihauraa.
Kantor, Sabtu, 10 Desember 2016. 10.31
WIB.
Whoahh... cakep bener mbak Ide ini...
BalasHapusterus semangat kuliahnya ya mbak.. :D
Iyaa dia keren mbak. oke sip mbak ;D
HapusSalut banget dg semangatnya, sangat menginspirasi dan patut diapresiasi
BalasHapusIyaa mbak, aku juga salut dengan semangatnya :D
HapusWah.., kisah mbak Ides, benar2 inspiratif, ngapain harus malu kalau itu usaha sendiri, malunya itu kalau masih minta duit sama orangtua! Semangat mbak ides., aku suka banget orang-orang kayak mbak! Salam kenal mbak Muthi, aku Yelli blogger Asal Aceh. Mampir ke rumah ku juga ya., yellsaints.com
BalasHapusGapapa mbak ides, mau jualan apa kek selama halal ya jalanin aja, mbak malah keliatan keren karena tetap usaha dan gak ngeluh sama idup
BalasHapusSalam,
Ara
hebat euy, buang gengsi tapi prestasi gak surut sama sekali :))
BalasHapusemang deh cari inspirasi hanya perlu melihat orang disekeliling . .