Story At Pulau Jambu#3
Haay, Assalamua’laikum. Gimana
kabarnya? Yang kuliah, apa saja yang sudah dilakukan selama liburan semester
ini. Seminggu kemaren, aku rada sibuk ngerjain sesuatu yang belum bisa aku
ceritakan disini. Selain itu, aku-Ika-Ijah lagi ngecoba bangun bisnis.
Jadi ceritanya kami bisnis brownies,
baik secara online dan nitip diwarung-warung. Udah start sejak awal Januari,
tapi lebih sering gagal buatnya ketimbang yang jadi. Susah juga ya nemu resep
yang benar-benar pas. Kemaren ditanggal 18, sempat nyoba langsung nitip ke
warung jual donat, tapi lakunya Cuma satu. Kata ibunya, memang lagi sepi,
soalnya kan mahasiswa pada libur.
Trus ditanggal 18 itu juga, aku-Ijah
ngebawa brownies plus cupcake kekampus. Yang brownies harganya dua ribu,
sedangkan cupcake seribu lima ratus. Ngejualnya sekitar PKM, eh tapi pada
banyak yang nawar, kata mereka kemahalan. Nggak tau mereka kalau modal kami
belum balek huhu ;’( Tapi Alhamdulillah cupcakenya habis, sedangkan browniesnya
Cuma sisa empat. Kalau kaya gini jadi semangat jualannya haha. Ohya, follow
instagram bisnis kami ya di @dapur_kita.
;))
Eh, kok malah cerita jualan ya. Oke
skip! Kali ini aku pengen ngelanjutin cerita semasa KKN dipertengahan 2016
lalu. Ini awalnya aku jadikan novel trus diikutin lomba, berhubung Cuma dapat
juara harapan dan nggak akan diterbitkan, aku post disini aja. Oke langsung
saja, check this out :
Baca
juga : Story at Pulau Jambu#1 | Story at Pulau Jambu#2
Tiga …
Minggu
pertama di desa Pulau Jambu masih berasa asing. Minggu pertama ini kami isi dengan
ngedekor posko dan buat jemuran. Kenalan juga dengan adik-adik yang datang ke
posko. Kami juga sempat rapat untuk ngelistkan barang-barang apa saja yang
diperlukan untuk posko.
Malah
ruang belajar yang dijadikan posko cewek itu dikasih terpal hitam ditengahnya.
Kaya pembatas gitu, tapi bisa dibuka tutup. Guna terpal ini agar kami yang
cewek-cewek mau buka jilbab bisa bebas. Soalnya posko cewek ini posko utama,
kami masakpun disini, anak cowok sering juga berlalu lalang diposko cewek,
makanya dikasih terpal.
![]() | ||
Kami didepan posko |
Jadi
kalau mau tidur atau buka jilbab, tetap terjaga auratnya. Di minggu pertama ini
juga, kami berkunjung kerumah kepala dusun dua. Trus bakal ada juga acara serah
terima dikedua masjid didesa pulau jambu. Serah terima ini maksudnya kaya acara
yang memperkenalkan kami gitulah.
Kami
juga sempat-sempatnya diajak nonton latihan pacu jalur. Di desa Pulau Jambu,
ada kuyuang atau jalur yang cukup terkenal, nama jalurnya ‘Sijontiok Lawuik
dari Pulau Tanamo’. Sijontiok ini jalur dari Desa Pulau Jambu dan pastinya juga
kebanggaan Cerenti.
![]() |
Atlet sijontiok Lawuik dari Pulau Tanamo |
Di
tahun 2015 lalu, saat pacu jalur nasional di Taluk, Sijontiok ngeraih rangking
4, luar biasa bukan? Saat latihan pacu jalur, ini pertama kali aku ngelihat
momen seperti ini. Rasanya pengen aku videokan, tapi apalah daya handphone aku
kameranya nggak bagus.
Oh
ya, ditanggal 19 Juli-nya, sempat ada tragedy, jadi ceritanya kami yang
cewek-cewek semuanya pada nangis. Semuanya bermula karna anak-anak cowok
satupun nggak ada yang tidur diruang guru dekat kami. Mereka pada ngotot buat
balik keposko mereka.
Siangnya
kami sempat dengar cerita-cerita dari salah seorang adik yang suka keposko
bernama Jayus. Jayus bilang, posko yang cewek ini dulunya ladang, memang ada
jugalah penunggunya, tapi nggak suka gangguin. Sedangkan di posko cowok pun
ada, nama hantunya hantu buruk.
Hantu
buruk ini sukalah gangguin. Kata Jayus, badannya manusia, sedangkan kepalanya
babi. Pas anak-anak KKN Unri tahun lalu sebenarnya poskonya digedung bekas
kantor kepala desa juga, tapi anak KKN dulu itu minta change tempat, kata
mereka nggak nyaman.
“Iya
loh. Kami juga ngerasain. Pas malam pertama kami tidur disana, hawanya udah
nggak enak. Masa tali yang terikat tu bisa bergoyang-goyang. Goyangnya nggak wajar
loh. Trus kipas angin tiba-tiba jatuh,” Kata Ipad sembari bergidik ngeri.
Jayus
menatap kami satu persatu, lalu kemudian kembali melanjutkan ceritanya.
“Dulupun ada keluarga yang tinggal disitu, tapi Cuma sebentar karna nggak
nyaman. Dengar-dengar sih ada yang mati nggak wajar disana.”
“Pantaslah
pas awal kita tidur di gedung lama kepala desa tu, pak kades dan beberapa warga
nanyain ‘aman-aman aja kan? Nggak ngerasa ada yang aneh-aneh kan?’ Ternyata ini
penyebabnya.”
Kami
semakin bergidik ngeri. Jam sembilanan malam, anak-anak cowok semuanya pada
balik keposko mereka. Kami yang cewek-cewek masih duduk sambil meluk selimut
diposko kami. Pokoknya kami semua yang cewek ngerasa takut, apalagi si Sitoh
kaya ngelihat ‘hantaran’ gitu terbang ngelewati posko kami.
“Kalau
kaya gini ceritanya aku mau pulang aja. Nggak mau aku makin lama disini nanti
tinggal nama,” kata Asih. Akhirnya kami yang cewek-cewek pada nangis. Sitoh
nelpon bang Kho sambil nangis juga. Akhirnya mulai malam itu, anak-anak cowok
pindah posko diruangan guru dan dekat dengan kami.
Ya,
satu atap, tapi beda ruangan. Pak kadesnya pun nggak marah, mungkin pak
kadesnya juga udah tau apa yang kami alami. Pak kadesnya cuma pesan agar
pergaulan dengan lawan jenis itu dijaga. Jadilah ruang guru yang kecil itu
sebagai posko cowok.
*@@@*
20
Juli 2016, ini hari pertama aku dan Sipen ke MDA. Kami sosialisasi. Sebenarnya
yang pergi itu aku, Sipen, dan Bundo. Tetapi karna satu dan lain hal, akhirnya
yang pergi Cuma kami berdua. MDA-nya lumayan jauh. Dari posko kami kalau
berjalan kaki sekitaran 2 kilo.
Saat
tiba di MDA dan setelah cerita-cerita dengan gurunya, kami tiba-tiba langsung
disuruh ngajar. Gregetlah aku, secara sama sekali nggak ada persiapan.
Untungnya aku ngajar adik-adik kelas 2 yang lumayan bisa diatur. Murid-murid
kelas duanya pun cuma 8 orang.
Awalnya
aku suruh mereka satu-satu kedepan buat ngenalin diri, setelah itu baru deh aku
terangin sedikit tentang sejarah nabi Muhammad. Pas lagi ngajar itu, adik-adik
kelas lain pada ngeliatin dari jendela. Ada juga yang tiba-tiba nyelonong
masuk, ada juga yang keluar masuk.
Ternyata
ngajar itu nggak mudah ya, dari sini aku belajar bahwa perjuangan guru-guru itu
luar biasa. Aku juga pengen minta maaf sama guru-guru saat aku SD sampai SMA
dan dosen-dosen.
Pulang
ngajar langsung flu, badan udah nggak enakan, dan sandal putus. Tapi cukup
senang bisa ketemu dengan adik-adik baru. Bukan mereka yang belajat banyak dari
aku, tapi aku yang belajar banyak dari mereka. Belajar untuk terus memperbaiki
diri pastinya.
Sedangkan
ditanggal 21 Juli-nya, kami semua sosialisasi di SD 003 Pulau Jambu. Lokasi
SD-nya lebih jauh daripada lokasi MDA. Dari posko kami ke SD itu jarak
tempuhnya 4 kilo. Motor yang kami punya cuma dua, jadi satu motor itu tarik
tiga dengan beberapa kali bolak-balik.
Jadi
sistemnya itu, satu cowok yang bawa motor, trus diboncengannya itu dua orang
cewek. Selebihnya kalau motor belum nyampai, ngangsur jalan kaki.
Perjalanannyapun ngelewati rumah warga yang masih jarang-jarang dan juga
ngelewati perkebunan warga.
Dijalannya,
banyak sekali sapi-kerbau-kambing peliharaan warga yang berkeliaran. Dua puluh
satu tahun aku hidup dan tinggal di Pekanbaru, baru kali ini aku ngerasain
tinggal ditempat yang benar-benar terpelosok seperti ini.
Ini
semua hal baru bagi aku dan aku menyukainya. Aku menyukai suasana pedesaan
seperti ini ketimbang suasana kota yang penuh polusi. Selain itu, hal yang aku
kagumi dari Desa Pulau Jambu ini adalah keramahan penduduknya.
Penduduknya
ramah-ramah, murah senyum, dan care.
Lagi-lagi kalau bisa dibandingin dengan Pekanbaru, jauh banget, masyarakat
Pekanbaru udah mulai individualis. Jarang ada yang saling menyapa kalau
berpapasan dijalan.
*@@@*
Memasuki
minggu kedua disana, udah mulai kelihatan aslinya teman-teman KKN. Ada yang
pandainya nyuruh-nyuruh aja, ada yang
kerjaannya tidur-tiduran aja, ada yang cuma pandai ngomongin orang, padahal
dirinya sendiri seperti itu juga. Pokoknya ‘asli’nya mereka udah kelihatanlah,
nggak ada jaim-jaiman lagi.
![]() |
Rahma-Tia |
Program-program
yang dicanangkan juga udah mulai jalan, walau memang belum semuanya. Kadang
juga, sering ikutan nonton volley. Masyarakat pulau jambu, selain terkenal
dengan jalurnya, mereka juga punya atlet-atlet volley yang hebat-hebat.
Hampir
setiap sore para remaja putri dan ibu-ibunya main volley. Sedangkan remaja
putranya hampir setiap sore main bola dilapangan belakang gedung kantor desa
yang baru.
Kami
yang cewek-cewek sering juga nontonin mereka main volley. Kadang juga diajakin
gabung, pernah sih Avi sama Nengsih ikutan main, tapi Cuma sekali itu aja.
Setelah itu, kami dilarang ikutan main sama anak-anak cowok. Kata Yudhi sih
nggak usah ikutan, mainnya sama kaya judi, dosa.
Jadi
system main volley disana itu, para pemain tiap team sebelum mulai pertandingan
harus bayar dulu dua ribu. Nah uangnya dikumpulin kesatu orang. Nanti kalau
salah satu team menang, maka semua uangnya itu dikasih ke team yang menang.
Kurang lebih gitulah sistemnya.
Kami
juga sering beberapa kali mampir kerumah warga, nggak semuanya sih. Hanya
beberapa warga yang udah tua dan tinggal sendirian. Di Desa Pulau Jambu ini,
banyak nenek-nenek yang tinggal sendirian, padahal nenek-nenek ini memiliki
banyak anak.
Rata-rata
anak nenek-nenek ini berkisar lima sampai Sembilan. “Anak Ino ado sambilan. Ado
yang la maninggal, salobiohnyo marantau. Ado yang di Batam, di Pokanbau. Biaso
pas ayo bau baliak kasiko[1],”
cerita salah seorang nenek pada aku dan Sitoh saat kami berkunjung kerumahnya.
Memang
didesa Pulau Jambu ini, ino itu sama artinya dengan nenek. Pas ngobrol-ngobrol
dengan nenek-nenek ini, aku jadi keingat almarhumah nenekku. Kadang juga aku
berfikir, sebanyak itu nenek-nenek ini punya anak, tapi satupun nggak ada yang
menemani hari tua mereka.
Anak-anak
mereka pada sibuk semua. Entah kenapa kadang juga sedih pula rasanya hati ini.
Satu hal yang dapat aku ambil pelajaran, begitu besar pengorbanan orang tua
kita. Begitu tulusnya mereka. Bahkan saat diri kita sudah berumur pun, tetap
mereka nganggap kita sebagai anak.
Yang
mereka inginkan dari kita Cuma satu, kita bahagia, meski kebahagiaan itu harus
kita cari diluar sana dengan meninggalkan mereka, mereka ikhlas. Padahal
mungkin jauh dilubuk hati mereka yang terdalam, mereka sedih berpisah dengan
kita, anak-anaknya.
Orang
tua mana coba yang nggak sedih pisah dengan anaknya kan? Apalagi diusia senja
mereka. Diusia dimana mereka tak ingin berada didalam kesepian. Tapi itulah,
demi anak, mereka ikhlas, walau mungkin sang anak jarang mengingat mereka.
Intinya, sayangi orang tuamu selagi ada. Harta yang kita beri kepada mereka
sebesar apapun itu, tak kan pernah bisa mengganti apa yang mereka beri.
Kasih ibu dan ayah, kepada beta.
Tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang
surya menyinari dunia.
*@@@*
Rabu, 27 Juli, sekitaran jam 9-an
pagi, aku; Sitoh; Nety; dan Bundo pergi kerumah bu kades. Kami disuruh bantu bu
kades untuk masak bakwan. Bakwan ini nantinya bakal dibagiin buat atlet
Sijontiok yang hari ini bakal pacu jalur di Baserah.
Memang sejak tanggal 25 Juli, aku
dan teman-teman KKN diajak pak kades nonton pacu jalur di daerah Baserah. Untuk
berangkat kesana, kami disewakan mobil pix up. Dari tempat kami ke Baserah itu
kira-kira membutuhkan waktu sejam-an lebih.
Kembali keacara masak bakwan.
Beberapa kali bu kades memuji Sitoh karna keligatannya. Akupun ngelihat Sitoh
ngurus rumah ligat gini juga jadi terkagum-kagum. Dia gadis yang lincah.
“Teman-teman yang lain mana?” tanya
bu kades sembari memblender bawang. Kami terdiam, bingung mau jawab apa.
Pasalnya teman-teman yang lain pada masih tidur diposko. Dibangunin, tapi malah
nggak mau.
“Ada pekerjaan diposko bu,” jawab
bundo sedikit menutupi. Kami kembali asik dengan pekerjaan membuat bakwan
sambil sesekali berbagi cerita dengan bu kades.
Siangnya, kami on the way ke
Baserah. Ini hari terakhir pacu jalur di Baserah. Dua hari yang lalu, Sijontiok
selalu menang. Istilahnya itu, ini hari final menentukan posisi juara.
Masyarakat Desa Pulau Jambu ramai
yang menyaksikan pacu jalur ini. Diputaran pertama Sijontiok Lawuik melawan
Siposan dari Kecamatan Pangean. Hampir saja Sijontiok kalah, tapi akhirnya
menang juga.
Diputaran
kedua, Sijontiok kalah. Bu kades nangis, begitupun masyarakat Desa Pulau Jambu.
Tapi tetap keren, Sijontiok berhasil duduk dirangking VI. Ini kali pertama aku
nonton pacu jalur. Aku baru tau ternyata pacu jalur ini sangat berarti bagi
masyarakat Kuantan Singingi.
Dengar-dengar,
sejarah pacu jalur ini ada sejak awal abad ke-17. Pada masa penjajahan Belanda,
pacu jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat, dan untuk
memperingati hari kelahiran ratu Belanda Wihelmina yang jatuh pada tanggal 31
Agustus.
Dari
menonton pacu jalur inipun, ada pelajaran yang dapat aku ambil yang mungkin
bisa diterapkan dalam kehidupanku. Salah satu pelajaran yang dapat diambil
adalah bahwa untuk memenangkan sesuatu dibutuhkan kerja keras, kekompakan,
kedisiplinan, dan fisik yang sehat.
Begitupun
dalam organisasi bukan? Untuk memajukan sebuah organisasi maka membutuhkan
kerja keras, kekompakan, kedisiplinan, dan fisik yang sehat juga. Nggak hanya
organisasi, bahkan setiap lini kehidupan kitapun, kita membutuhkan keempat
dasar itu.
*@@@*
Jum’at,
29 Juli. Hari ini hari pertama diadakannya program KKN Mengajar dan Magrib
Mengaji. Program KKN Mengajar ini adalah program dimana kami ngajarin adik-adik
yang datang keposko. Biasanya yang kami ajarkan itu yang berkaitan dengan PR
mereka.
KKN
Mengajar ini biasanya ada tiap sore. Sedangkan program Magrib Mengaji itu adalah
program dimana kami ngajarin adik-adik Desa Pulau Jambu tentang tajwid. Tapi
yang menjalankan program ini, orangnya itu-itu aja, sedangkan yang lainnya sok
sibuk dengan hp masing-masing.
Malam
itu, sekitaran jam 21-an, adik-adik Desa Pulau Jambu udah pulang kerumahnya
masing-masing. Aku; Ipad; Avi; Nengsih; Sipen cerita-cerita diluar posko. Hal
yang dibahas seputaran jodoh dan nikah.
Ngebahas
soal jodoh dan nikah, entah kenapa bikin aku tersadar soal umur. Fakta bahwa
ternyata aku bukan anak-anak lagi. Bahwa aku bukan remaja ingusan lagi. Ah,
ternyata waktu terlalu cepat berlalu dan sekarang usiaku sudah memasuki usia
yang bakal ditanyain ‘kapan nikah?’ dan ‘kapan wisuda?’.
Terlalu
cepat waktu berlalu ya? Tapi masih banyak target dan mimpi-mimpi yang belum
terwujudkan. Malam itu menyadarkanku untuk terus memperbaiki diri. Bukankah
lelaki yang baik hanya untuk perempuan yang baik? Begitupun sebaliknya. Malam
itu juga, kami cerita-cerita horror, bang Kho pun ikut-ikutan. || Bersambung.
Gimana? Gimana? Penasaran nggak dengan
lanjutannya? Sabar dan stay tune terus ya. :D Oke mungkin segini dulu. Mau
tidur. Salam sayang, @muthiiihauraa. 23.55 WIB.
[1] Anak nenek ada
Sembilan. Ada yang udah meninggal, selebihnya merantau. Ada yang di Batam, di Pekanbaru juga. Biasanya pas hari raya
baru pulang kesini.
Jangan lupa tidurnya baca doa.. Tutul gorden.. Kog tiba2 ada suara yang ketuk2 jendela.. *jeng jeeeengg... Hehehe
BalasHapusSeru yak PkN ke pelosok.. Aku bacanya sambil ngebayangin.. Apalagi naek motor bonceng 3.. Bayanganku jalanan masih tanah merah, becek pula.. Duuuhh duuh..
Serruuu banget mbak ya, bisa bagi ilmu dan interaksi sama masyarakat baruu. . apalagii bisa sambil jalan". . heheeh salam kenaal :D
BalasHapushhehe..memang namanya juga KKN mba..selalu ada saja yang tidak sejalan mba wajarlah...hehhe
BalasHapussalam blogger yah mba
Seru yah kkn nya. Semangat jg jualan browniesnya. Senang liat anak muda kreative dan semangat tinggi *tiba2berasstua
BalasHapuswow, seru banget pengalamannya.
BalasHapusmau dong baca kisah selanjutnya :)
Ceritanya seru neh
BalasHapusCeritanya makin seru, lanjut ke yang kedua :D gapapa baca dari belakang :D
BalasHapusSalam,
Oca