Tentang Cinta #2
Bisakah gue +elo=kita? Entahlah! Apa memang tak kan pernah
ada KITA?
*@muthiiihauraa*
Karla
masih asik menatap langit malam dengan ditemani butiran bintang. Ditangan gadis
itu bertengger semangkok kecil es cream yang belum juga habis dilahapnya. Es
cream yang sudah mulai melumer dimakan waktu. Karla terdiam. Masih terpaku seakan
ada yang menganjal dibenak gadis cantik itu. berkali-kali hembusan nafasnya
terdengar lirih.
Karla
membuka matanya dengan perlahan sembari menatap sekelilingnya dengan tatapan
heran. Gadis itu mulai duduk sembari memegang kepalanya yang masih terasa
berdenyut-denyut. “Eh, lo udah bangun? Syukurlah.”
Karla
mengernyit tak mengerti saat matanya tertuju pada seorang cowok yang sepertinya
begitu lega saat mengetahui dirinya sudah sadar. “Kak Farran? Ngapain disini?
Gue dimana nih?”
“Maafin gue
ya. Ini salah gue. lo lagi di UKS. Yang mana yang sakit? Masih pusing? Aduh,
maaf banget!” Farran menatap Karla dengan wajah khawatir yang dipadukan dengan
perasaan bersalahnya. Karla menahan tawanya saat melihat ekspresi aneh Farran.
“Heey!
Ngelamun lo dek.” Kevin menepuk pundak Karla sehingga lamunan gadis cantik
berambut coklat kepirangan itu terhenti. Karla mendengus kesal saat menemukan
Kevin sudah duduk santai disampingnya. “Kak Ivin, ganggu deh!” Karla
menunjukkan ekspresi cemberut yang langsung disambut tawa kecil dari Kevin.
Kevin
mengelus lembut puncak kepala Karla dan dengan sadis langsung ditepis oleh
Karla yang masih terlihat sangat kesal. “Maaf deh Aya. Jangan cemberut gitu
dong entar makin jelek lho.” Gadis itu sontak memukul lengan bahu Kevin yang
bidang.
“Hari
ini aneh tau Kak.” Karla memulai sesi curhatnya sembari menaruh mangkuk es
cream itu diatas meja. Bagi Karla, Kevin adalah sosok kakak yang sangat
perhatian dan paling mengerti dirinya.
Kevin
menatap gadis itu dalam-dalam seakan siap mendengarkan segala bentuk ocehan
yang keluar dari bibir tipis Karla. Kevin sangat menyayangi Karla. Ia seakan
rela melakukan semuanya untuk gadis itu.
“Aneh
kenapa?” tanya Kevin saat melihat Karla yang masih terdiam. Karla tak menjawab.
Gadis itu malah asik memain-mainkan sendok dari mangkuk es creamnya. Kevin
paham bahwa Karla-nya belum siap untuk cerita dan ia tak memaksanya. Cowok yang
memakai kaus ketat itu menatap Karla dengan lembut.
Gue akan selalu jagain lo dek! Gue akan selalu jagain Aya
karna gue sayang sama lo. Dan gue harap, rasa sayang gue ini hanya sebatas rasa
sayang kakak ke adiknya.
*@muthiiihauraa*
Farran
masih asik dengan gitarnya sembari menyandarkan punggungnya ke sofa.
Memain-mainkan tangannya pada senar gitar dengan nada yang tidak beraturan.
Cowok itu menghembuskan nafasnya kesal sembari menaroh gitar itu dilantai
begitu saja.
Cowok
berwajah cool itu mengajak-acak
rambutnya kesal. Wajah seorang gadis bernama Karla memenuhi ruang otak Farran.
“Agh! Kenapa wajah cewek itu nggak bisa pergi sih?” dengus Farran sedikit
frustasi. Farran meraih gelas coklat hangat yang dibuatkan Mamanya dan
menegaknya hingga tersisa setengah.
Kenapa sih wajah tu cewek nggak bisa pergi
dari benak gue? Apa gue beneran jatuh cinta dengan dia? Arhgt! Shit! Cantik
sih. haa? Apa? cantik? Gue bilang dia cantik. Oke, emang cantik. Wajahnya
familiar buat gue, tapi dimana gue pernah ngenal dia ya?
Ehm. bisa nggak ya kalau gue + Karla jadi kita? What the
hell is this. Gue mikir apa sih? goblok! Arght!
“Gue jadi kaya orang bodoh gini deh!” Farran
mendengus sendiri sembari menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal. Cowok
itu lalu meraih kunci mobilnya dan bersiap-siap menuju keluar rumah. Tapi
langkah kakinya terhenti saat melihat Mira—sang Ibu memanggilnya. “Ran mau
kemana?”
“Keluar bentar ya Ma.” Dengan cepat
Farran meraih tangan kanan Mira dan mencium punggung tangan wanita setengah
baya itu. Mira hanya bisa menggelengkan kepala saat menatap sang putra.
*@muthiiihauraa*
Kevin terduduk didepan meja kerja Angga. Entah karna
apa Kevin tiba-tiba tadi mengetuk pintu ruang kerja sang Papa. Kevin menghela
nafas karna sudah hampir setengah jam tak ada pembicaraan apa-apa antara
mereka.
Angga masih sibuk (pura-pura sibuk) berkutat dengan
laptopnya. Entah apa yang dikerjakan laki-laki berusia 45 tahun tersebut. Sama
sekali tak berniat memandang wajah anaknya.
Kevin mengetuk-ngetukkan jari tangannya diatas meja
kerja sehingga menimbulkan sebuah melodi bunyi yang abstrak. Angga melirik
sekilas. Merasa tak suka dengan apa yang dikerjakan sang anak. Kevin mengerti
dan segera menghentikan kerjaannya. “Pa.” suara lirih Kevin terdengar sedih.
“Hhm?” jawab Angga tanpa menoleh.
Lagi-lagi Kevin menghela nafas. Ivin kangen Papa. Papa yang dulu. Papa yang nggak cuek gini. Pergelokan
batin terjadi dihati kecil Kevin. “Sebulan lagi Karla kan ulang tahun, kita
rayain ya?” Angga tak menanggapi.
Kevin mengacak-acak rambutnya karna kesal saat tak
mendapati respon yang berarti dari Angga. Bahkan melirik dirinya pun tidak.
Segitunyakah? Bahkan deretan piala-piala tekwondo dan olimpiade Sains saat SMA
yang didapatnya sama sekali tak membuat Papanya bangga bahkan meliriknya pun
tidak. Bagi Papanya itu hal yang biasa.
Kevin tercenung. Sama sekali tak tau harus bagaimana
lagi untuk mengembalikan Papanya yang dulu. “Pa.” Lagi-lagi Kevin memanggil
Angga. “Hhmm?” jawaban yang sama didapat oleh Kevin.
“Narkoba itu enak kan? Ivin boleh coba ya?” Sontan
Angga melirik kearah Kevin dan itu membuat Kevin merasa senang campur sedih.
Ternyata bukan deretan piala yang membuat Angga meliriknya, tapi Cuma dengan
rentetan kalimat narkoba yang mampu membuat Angga meliriknya. Mungkin kalau dia
benar-benar mencoba narkoba, Angga bakal memperhatikannya seperti dulu. Bisa
jadi kan?
“Are u okay? You crazy?” Pertanyaan yang
diluncurkan oleh Angga membuat Kevin tersenyum kecil. “Yes, I am crazy. What about you?” tanya Kevin lantang dan lancang.
Terlihat bahwa Angga emosi menatap Kevin dan detik berikutnya berlalu dari
hadapan Kevin.
Kevin tersenyum sinis. Gue nggak menyangka bahwa Bapak Angga yang terhormat bisa jadi
sepenakut ini dalam menjalani realita kehidupan.
*@muthiiihauraa*
Grasia menegak minuman alkoholnya dengan setengah
tak sadarkan diri. kepala gadis itu sudah terasa semakin berat. “Kevin, gue
cinta banget sama lo. Cinta banget. kenapa sih lo –uhuk. Ahahah.” Cewek cantik
yang saat ini memakai dress mini berwarna pink soft itu terbatuk-batuk sembari
tertawa. Pandangannya buram.
“Gue sayang lo Kevin. Sayang. Gue pasti bisa dapetin
lo. Pasti.” Grasia kembali meminum minuman itu sembari tertawa-tawa. Lampu night club yang remang-remang mampu
menciptakan suasana berbeda. Pandangan cewek itu tertuju pada seorang cowok
yang berada dimeja paling pojok.
Cewek cantik itu berjalan semboyongan kearah meja
cowok yang dilihatnya dan segera merangkup wajah cowok itu. “Kevin? Lo ganteng
banget. Gue cinta sama lo. Cinta banget.” Cowok itu keheranan dan mencoba
menepis tangan Grasia dari wajahnya. “Lo ganteng Kevin. Gue sayang banget sama
lo.”
Cowok itu mendorong tubuh Grasia sehingga membuat
cewek itu terduduk di shofa. “Gila lo! Gue bukan Kevin begok!” Cowok berwajah
ganteng itu meraba saku celananya, tapi ia tak meemukan dompetnya disana.
“Sial!” rutuk sang cowok dan kemudian menatap Grasia
yang mencoba berdiri sembari memegang wajahnya.
Gue bisa ambil
uang nih cewek. Lumayan! Pasti dia anak orang kaya deh! Cowok
itu tersenyum simpul dan menarik pergelangan tangan Grasia dan meraih tas gadis
itu. “Kita harus keluar dari sini.” Bisik cowok itu sembari menuntun tubuh
gadis itu.
Setelah mereka berdua keluar dari night club, cowok itu mengambil dompet
dari dalam tas Grasia dan buru-buru menarohnya kedalam saku celananya. “Gue
sayang lo Kev. Sayang banget” Grasia bergelayut manja dilengan sang cowok.
“Kevin Kevin! Gue Adit bukan Kevin.” Adit melepaskan
rangkulan tangan Grasia dari lengan bidangnya dengan kasar. Adit menatap wajah
Grasia. Memandangi wajah itu lekat-lekat.
“Gue kayanya kenal lo deh. Lo yang tadi pas ospek
bukan sih?” tanya Adit yang tentu saja tidak dimengerti oleh Grasia yang sudah
sangat mabuk. Cewek itu hanya meracau tentang Kevin.
Grasia hendak memeluk tubuh Adit dan segera didorong
dengan kasar oleh Adit sehingga membuat Grasia terjatuh menubruk tanah. “Gue
pergi dulu ya. makasi uangnya.” Dengan santai Adit berlalu meninggalkan Grasia
tanpa rasa iba sedikit pun.
Dipertengahan jalan, Adit membuka dompet milik Grasia.
Cowok blasteran itu tersenyum simpul saat mendapati dua puluh satu lembar uang
seratusan dari dalam dompet itu.
“Asik nih. bisa buat makan setahun.” Adit
mengibas-ngibaskan uang itu dihadapannya sembari menikmati keindahan aroma yang
tercipta dari uang-uang itu.
“Kaya juga tu cewek.” Adit tertawa kesenangan.
*@muthiiihauraa*
Farran mengendarai mobilnya tampa arah yang jelas.
Pikirannya gusar mengingat wajah Karla yang tak pernah bisa lepas dari memori
otaknya. Cowok itu menghela nafas dan membuangnya berlahan.
Farran mengemudikan mobilnya dengan kecepatan
tinggi. Sama sekali tak dihiraukannya makian-makian yang terlontar dari para
pengemudi lain.
Farran tersenyum puas dan detik berikutnya kaki
cowok itu menginjak pedal rem tepat didepan sebuah night club. Tidak, sama sekali Farran tidak berniat masuk kedalam
tapi pandangannya terarah pada seorang cewek yang tertidur di aspal tepat
didepan lokasi night club itu.
Farran menghela nafas. Lagi-lagi jiwa kemanusiaannya
membuat cowok itu memarkirkan mobilnya dan segera keluar menghampiri cewek
tersebut.
“Heey. Are you
oke?” Tangan kanan Farran meraih dagu cewek tersebut. “Gras? What are you doing here?” tanya Farran
kaget. Cewek itu hanya tersenyum sembari meraih wajah Farran.
“Gue sayang sama lo Kev! Kenapa sih lo nggak pernah
ngerti? Kenapa? Lo ganteng tau. Gue pengen jadi bagian terpenting dalam hidup
lo. Boleh ya? lo mau kan jadi pacar gue?” Grasia meracau tanpa arah. Farran
menatap sahabatnya itu dengan tatapan nanar. Sebersit rasa iba itu muncul.
“Lo mabuk Gras. Ayo pulang!” Farran membopong tubuh
cewek itu menuju mobilnya, sedangkan Grasia masih meracau.
bersambung....
0 komentar: