Kecolongan
Umurku saat ini 22 tahun. Aku udah
sering bertemu berbagai macam rupa jenis dan sifat orang, apalagi aku juga
berkecimpung di pers kampus. Tapi ternyata seringnya aku bertemu orang masih
belum bisa membuatku membedakan mana yang tulus mana yang nggak.
Aku kecolongan, setidaknya begitu yang
aku rasa. Aku sudah sering menemukan orang yang membenciku secara terang-terangan.
Wajar! Namanya juga manusia, mana mungkin bisa memuaskan semua orang. Mana
mungkin bisa nyatuin banyak kepala untuk satu tujuan. Setidaknya, aku bisa
waspada dengan orang yang tidak menyukaiku secara terang-terangan. Aku bisa
membuat strategi untuk bisa mengalahkan mereka yang tidak menyukaiku.
![]() |
source: google |
Tapi kali ini berbeda. Aku menemukan
orang yang teramat baik didepanku, tapi ternyata nusuk dibelakang. Ini yang
bikin aku emosi. Aku nggak pernah sefrontal ini berani ngelabrak orang depan
umum, tapi justru aku lakuin ke mereka. Aku memang pernah ngelabrak orang, tapi
baru kali ini didepan umum.
Akan aku ceritakan kronologinya. Ada
dua orang, cewek dan cowok, sebut saja si cewek ini A dan si cowok B. A dan B
ini ngejelek-jelekin aku dibelakang aku. Sebenarnya aku udah tau sifat A ini
gimana dari kasus Desi. Jadi A ini bisa dikatakan sahabatan dengan Desi, tapi
yang nggak aku habis fikirnya, dia bisa ngejelek-jelekin Desi ‘sahabat’nya
sendiri didepan aku. Kalau bagi aku, semakin seseorang ngejelekin orang lain
didepan aku, semakin kelihatan ‘busuk’nya dia.
Si Desi tau kalau dia dijelek-jelekin,
dia nangis. Dia bilang nggak bisa lagi buat dekat dengan si A, padahal udah aku
bilang mungkin si A khilaf. Tapi sekarang aku ngerti perasaan Desi. Setelah
kasus Desi, bukan berarti aku membenci A. Sama sekali nggak. Bagi aku, kalau
seseorang punya masalah dengan orang lain dan lagi kelahi, bukan berarti aku
harus ikut-ikutan didalamnya dengan memihak kepada salah satu. Aku sebagai
penengah aja dan cukup tau seperti apa sifat mereka masing-masing.
Aku juga nggak langsung menjudge A
negative, hingga akhirnya aku sama A bisa dikatakan dekat. Mungkin bagi aku
saja kalau kami dekat, entah menurut dia kami ini gimana. Aku dekat dengan
Desi, Payung, dan adik-adik Gagasan lainnya itu karna mereka ingin belajar
tentang Gagasan padaku. Semua yang kami bicarakan berkaitan dengan Gagasan.
Tetapi kedekatan aku dengan A ini berdasarkan hal-hal pribadi. Hampir empat
tahun aku di Gagasan, nggak ada satupun teman-teman dan adik-adik di Gagasan
tau siapa lelaki yang benar-benar aku suka, tapi Cuma A yang tau. Cuma sama A
aku cerita. Bahkan Ika pun nggak tau.
Saat ngumpul dengan adik-adik Gagasan,
yang diceritain tentang Gagasan. Saat sama A, yang diceritain masalah pribadi.
Kurang percaya apa aku sama dia? Aku bukan type yang gampang nyeritain masalah
pribadi kesembarang orang, tapi entah kenapa aku bisa cerita ke si A. Dia juga
curhat tentang lelaki yang dia suka. Tentang mantan dimasa lalunya. Ya, Cuma
dia.
Dulu-dulu, si A pernah minta tolong
buat di koreksi naskah novelnya, aku bantu koreksi sampai tengah malam. Si A
pengen nerbitin naskahnya juga, aku tunjukin beberapa penerbit yang mau nerima
naskah para pemula. Si A nanya-nanya perihal blog, aku bantu jawab sebisa aku.
Saat aku nerima job di twitter, aku selalu ngambil bagian untuk A, sehingga dia
juga dapat uang lewat twitter.
Ya, Cuma si A. Apa pernah aku
memperlakukan adik-adik lain sama seperti A? Nggak! Betapa percayanya aku sama
dia, tapi ini ternyata yang aku dapat. Dia ngejelek-jelekin aku didepan si B.
Si B juga ngejelek-jelekin aku sih. Jadi mereka nggak suka ngelihat tinggkah
aku yang sembarangan gonta-ganti admin instagram Gagasan. Mereka nggak tau aja
kalau keputusan itu tu sudah dirundingkan dengan Pimum dan litbang.
![]() |
source: google |
Mereka bilang aneh-aneh tentang aku,
salah makanlah- like a dog lah- nggak bisa dikritiklah – dunia berpusat di aku
lah- dan lain sebagainya. Kecewa? Banget! entah kenapa ditanggal 11 kemaren,
hati aku tergerak untuk membaca chat mereka. Langsung naik emosi. Langsung
seketika kecewa. Diluar kendali, aku langsung labrak mereka.
Aku kesal dengan si A. Banget. Aku
benci! Kenapa kesalnya dengan A aja? B
kan juga ikutan. Aku juga kesal dengan B, tapi nggak separah kesalnya aku
dengan si A. Aku tau sifat B. Dia kalau nggak suka memang kelihatan dari wajahnya.
Aku udah kenal B sejak lama, aku tau sifat dia gimana. Kami juga dulu sempat
dekat. B kalau kesal sama aku, dia pasti ngomong dan kelihatan dari wajahnya.
Tapi A ini didepan aku selalu baik, teramat baik malah. A orang yang mau
dengerin curhatan aku. A orang pertama di Gagasan yang ngucapin selamat ulang
tahun padaku saat mungkin teman-teman yang lain pada lupa. Ini yang bikin aku
merasa kecolongan banget. Aku merasa tertipu. Ternyata sikap baiknya itu tidak
menunjukkan isi hatinya. Itu hanya fake.
Aku berasa dibohongi oleh orang yang
aku percaya. Aku merasa ditusuk dibelakang oleh musuh yang awalnya aku anggap
orang terdekat. Dan itu sakit. Aku benci. Benci kepada diri sendiri yang
terlalu polos dengan kebaikan orang. Benci kepada diri sendiri yang ternyata
belum bisa membedakan mana yang tulus mana yang nggak. Benci kenapa harus
percaya dengan A padahal jelas-jelas aku melihat kasus yang terjadi pada Desi. Aku
benci dan kesal pada diri sendiri.
Mungkin kalau aku nggak deket dengan si
A, aku juga nggak akan terlalu marah untuk hal ‘sepele’ kaya gini. Dijelek-jelekin
itu mah biasa. Nggak usah jadi pimpinan kalau nggak mau dijelek-jelekin. Nggak
usah masuk organisasi kalau nggak mau dijelek-jelekin. Tapi masalahnya aku
dekat dengan si A. Dikecewain orang terdekat itu sakit. Beda rasanya saat
dikecewain orang yang nggak dekat dengan kita.
Baru kali ini aku nemuin orang seperti
A. Kalau aku telaah, si A ini kalau ngedeketin seseorang pasti dengan
menjatuhkan orang lain. Ya, setidaknya aku tau gimana dia. Setidaknya juga, aku
belajar banyak dari kasus ini. Kalau katanya Ika : “Seharusnya ang bersyukur,
awak jadi tau gimano sifat inyo. Dari pado berlawik-lawik ang dokek jo inyo.”
(Seharusnya kamu bersyukur, setidaknya kita tau sifat si A yang kaya gitu. Dari
pada udah lama dekat, trus baru ketahuan, itu lebih sakit).
Kalau katanya bang Hafiz: “Nggak usah
dipikirin orang yang kaya gitu. Lagian kan instagram itu hak pimpinan.
Followers kalian banyak ya karna kalian sering nyari berita. Kalau nggak ada
berita, apa yang mau dinaikin di instagram tu? Nggak usah dipikirin, kalau mau
pecat aja orang yang kaya gitu.”
Ika benar. Bang Hafiz benar. Semuanya
udah terjadi. Rasa sakit itu akan selalu ada. Kepercayaan itu sudah lenyap.
Life must be go on. Saatnya melanjutkan kehidupan. Alhamdulillah aku tau gimana
sifat dia lebih cepat. Allah memang maha baik. Sekarang aku nggak perlu lagi
berbagi job twitter ke dia, biar uangnya semakin banyak buat aku.
Aku bersyukur banget belum banyak ilmu
seputar penerbitan buku dan ngeblog yang aku sharing ke dia. Kayanya harus
selektif buat ngajarin orang, tapi aku akan tetap berusaha sharing lewat blog
ini kok. Bukan pelit, hanya saja buat apa ngasih ilmu ke orang yang nggak
peduli sama kita kan?
Buat B, makasih ya. Setidaknya aku juga
belajar rasa sakit dari kamu. Aku nggak pernah berubah seperti yang kamu bilang
sore itu, kamu mungkin yang berubah. Aku nggak terlalu marah sama kamu bukan
karna apa-apa, hanya saja, aku memang sudah tau sifat kamu yang kaya gini. Aku
kenal kamu sudah lamalah. Pesan aku, jangan cari cewek bermuka dua, bahaya!
Udah ah segini dulu. Salam sayang,
@muthihaura1.
Senin, 14 Agustus 2017. 23.16 WIB.
semangat ya mutth..
BalasHapusbtw,udah lama g nulis tulisan bebas seperti ini....
mau mulai lagi ah ...
Mba MUt, tetap semangat ya. Jadilah diri sendiri dan semoga menemukan sahabat sejati ya :)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuspukpukpuk... tetap semangat ya :)
BalasHapussemangat yaa mbak hehee ...
BalasHapuskunbal : www.molzania.com