Bukan Mencari, tapi Menjadi
Usia
20-an gini rentan banget dengan berbagai pertanyaan. Mulai dari pertanyaan
kapan lulus dan yang paling mainstream adalah pertanyaan ‘kapan nikah?’. Dan
aku sekarang berada di fase ini. Fase yang sering kali di tanya-tanya ‘kapan
lulus?’ ‘kapan nikah?’
Percayalah,
terkadang bosan dengan pertanyaan ini, bahkan juga gondok. Kapan lulus? Tahun
awal kuliah aku menargetkan diri untuk lulus 3,5 tahun dan camlaude. Aku
menuliskan mimpi itu besar-besar dan meletakkannya ditempat yang sering kali
aku lihat.
Tapi
makin kesini, aku makin sadar kalau aku nggak benar-benar serius untuk mencapai
3,5 tahun itu. Apa aku menyesal? Nggak sama sekali. Aku menyukai fase kuliah.
Bagiku, ruang kuliah adalah ruang tempat aku tumbuh. Ruang tempat aku belajar
banyak hal. Ruang tempat aku mengasah skill. Ruang tempat aku mencari link.
Karna aku tau, setelah masa kuliah ini selesai, yang dihadapi bukan lagi hal-hal
seperti fase kuliah, tapi ada hal besar yang menanti.
![]() |
source: google |
Baca juga: Curhatanmahasiswa tingkat akhir
Dan
saat ini, aku masih merasa ilmuku kurang untuk menghadapi dunia diluar kuliah.
Aku merasa linkku kurang. Aku merasa masih banyak hal-hal yang belum aku
pelajari. Akhirnya target 3,5 tahun itu aku robah menjadi 4,5 tahun. Ya, saat
ini aku sudah semester Sembilan dan semoga ini semester yang terakhir.
Sebenarnya
malu juga pas ada yang nanyain, udah semester berapa. Tapi percayalah, aku
masih menikmati status sebagai ‘mahasiswa’ ini. Setidaknya aku masih diberi
kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri. Sebenarnya nggak ada yang
salah mau lulus cepat atau lambat. Itu pilihan diri sendiri, asal bisa
mempertanggung jawabakan semua keputusan yang telah di ambil.
Apalagi
kalau kuliah masih tanggungan orang tua, lebih baik lulus cepat. Kasihan orang
tua yang ngebiayain. Setidaknya setelah kita lulus, orang tua udah bisa
bernafas lega karna ia sudah berhasil menyekolahkan anaknya di atas pendidikan
dirnya atau bahkan setara.
Kapan
nikah? Pertanyaan ini juga sering muncul. Lah, kalau jodohnya udah datang mah
aku juga nggak mau nunggu-nunggu. Masalahnya, jodohnya juga belum kelihatan
hilalnya. Nggak mungkin kan kita memaksa harus cepat. Lagian, aku juga masih
dalam tahap ‘mempersiapkan diri’ untuk menjadi istri.
![]() |
source: google |
Baca juga:Untukmu calon imamku
Nggak
mungkinkan nikah tanpa persiapan apa-apa, entar anak orang mau dikasih makan
apa? Entar anak orang nggak bisa ngerawatnya gimana? Emang bisa hidup sampai
tua dengan cinta doang? Nggak yakin deh. Makanya aku lagi belajar sekarang.
Belajar parenting, belajar masak, belajar menahan emosi, belajar agama, dan
yang paling penting, belajar mendekatkan diri pada Allah.
Sadar
banget kalau sekarang aku makin jauh dari Allah. Dan kalimat yang sering aku
dengar terkait jodoh adalah, bukan mencari, tapi menjadi. Buat apa capek nyari
sana-sini, matok standar tinggi, tapi diri sendiri nggak kaya apa yang di
patokkan? Nyari lelaki sempurna mah Cuma ada di surga. Nyari perempuan sempurna
mah ke surga aja sana, ada bidadari.
Gitu
juga aku. Aku juga nggak sempurna. Walau sering kali aku dengar kalimat-kalimat
‘Muthi itu hebat bla bla bla’. Kemaren juga selesai rapat Kiki ngomong gini
‘Beruntung nanti yang dapetin kakak. Kakak itu energik bla bla bla.’
Aku
tidak sesempurna itu menjadi perempuan. Ada fase dimana aku down. Ada fase
dimana aku muak dengan hidup aku. Tapi semua kata-kata mereka diam-diam ku
aminkan juga didalam hati. Amin Ya Allah. Semoga saja lelaki yang mendapatkanku
kelak adalah lelaki beruntung.
Dan
sekarang tugasku adalah memperbaiki diri. Kembali belajar. Kembali mendekati
Allah. Nggak mudah semua itu, tapi bukan berarti nggak bisa kan? Kalau bukan
sekarang mulai memperbaiki diri, lantas kapan lagi? Tidak ada kata untuk
menunggu lagi. Waktu semakin berputar tanpa kata tunggu.
Belajar
belajar belajar. Saatnya mengubah hidup menjadi lebih baik. Saatnya memantaskan
diri. Saatnya berproses untuk menjadi sesuatu. Dan menurutku juga, tidak hanya
dalam hal jodoh kita harus ‘menjadi’, tapi dalam semua lini kehidupan, kita
harus menjadi terlebih dahulu. Maksudnya gini, kalau kita ingin sukses, kita
harus ‘menjadi’ layaknya orang-orang sukses. Menjadi disini berarti kita harus
punya kepribadian orang sukses.
Apa
saja kepribadian orang sukses? Disiplin, suka berbagi, semakin berisi semakin
merunduk, pandai memanage waktu, dan lain sebagainya. Oke deh, mungkin segini
dulu. Ada banyak kerjaan yang menanti. Salam sayang, @muthihaura_blog.
Senin,
30 Oktober 2017. 08.04 WIB.
Antara care sama mau nyinyir yang nanya kapan tuh mba, jalanin aja mba yang tahu semuanya kan mba semangat mba :) kalau aku prinsipnya sll Alloh adalah good planner jadi kalau begini begitu aku serahin aja sama yang punya :)
BalasHapusIya mbak. trimakasih ya mbak ;)) Setuju banget mbak, Allah is a good planer. :))
HapusSemangat Muthi... Aku juga sekarang di posisi yang sama kayak kamu, sering ditanya kapan nikah? padahal usia sdh hampir kepala tiga. Dulu suka kesal kalo ditanya kayak gitu, tetapi sekarang tidak lagi,,
BalasHapusKalo orang lain bertanya kapan nikah? jawab saja, bantu doa ya kak semoga cepat di pertemukan dengan jodoh terbaik. Kalo udah ngomong gitu, orang yang bertanya tadi akan refleks meng amin kan. Lumayan kan dpat tambahan doa dr orang lain
iya mbak, semangat jugaaa.
Hapushaha, jawaban ang jitu. :)
Semangat muthia Haura, aku pengen bisa kaya kamuu nih, rajin nulis :D , doakan yaa #pengen bisa nerbitin buku juga hihihi
BalasHapusAyoo mbak semangat ;))
Hapusharus kasih jedah sama diri buat ngelakuin itu kapan dan mencapai target kapan, jadi gak dibiarin ngalir aja tapi kek main layangan. jadi tau kapan harus di tarik dan diulur
BalasHapussip mbakku. thnks you :))
Hapus