Bukan Mencari, tapi Menjadi

12.51 muthihaura 8 Comments



Usia 20-an gini rentan banget dengan berbagai pertanyaan. Mulai dari pertanyaan kapan lulus dan yang paling mainstream adalah pertanyaan ‘kapan nikah?’. Dan aku sekarang berada di fase ini. Fase yang sering kali di tanya-tanya ‘kapan lulus?’ ‘kapan nikah?’

Percayalah, terkadang bosan dengan pertanyaan ini, bahkan juga gondok. Kapan lulus? Tahun awal kuliah aku menargetkan diri untuk lulus 3,5 tahun dan camlaude. Aku menuliskan mimpi itu besar-besar dan meletakkannya ditempat yang sering kali aku lihat. 


Tapi makin kesini, aku makin sadar kalau aku nggak benar-benar serius untuk mencapai 3,5 tahun itu. Apa aku menyesal? Nggak sama sekali. Aku menyukai fase kuliah. Bagiku, ruang kuliah adalah ruang tempat aku tumbuh. Ruang tempat aku belajar banyak hal. Ruang tempat aku mengasah skill. Ruang tempat aku mencari link. Karna aku tau, setelah masa kuliah ini selesai, yang dihadapi bukan lagi hal-hal seperti fase kuliah, tapi ada hal besar yang menanti.

source: google




Dan saat ini, aku masih merasa ilmuku kurang untuk menghadapi dunia diluar kuliah. Aku merasa linkku kurang. Aku merasa masih banyak hal-hal yang belum aku pelajari. Akhirnya target 3,5 tahun itu aku robah menjadi 4,5 tahun. Ya, saat ini aku sudah semester Sembilan dan semoga ini semester yang terakhir.

Sebenarnya malu juga pas ada yang nanyain, udah semester berapa. Tapi percayalah, aku masih menikmati status sebagai ‘mahasiswa’ ini. Setidaknya aku masih diberi kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri. Sebenarnya nggak ada yang salah mau lulus cepat atau lambat. Itu pilihan diri sendiri, asal bisa mempertanggung jawabakan semua keputusan yang telah di ambil.

Apalagi kalau kuliah masih tanggungan orang tua, lebih baik lulus cepat. Kasihan orang tua yang ngebiayain. Setidaknya setelah kita lulus, orang tua udah bisa bernafas lega karna ia sudah berhasil menyekolahkan anaknya di atas pendidikan dirnya atau bahkan setara.

Kapan nikah? Pertanyaan ini juga sering muncul. Lah, kalau jodohnya udah datang mah aku juga nggak mau nunggu-nunggu. Masalahnya, jodohnya juga belum kelihatan hilalnya. Nggak mungkin kan kita memaksa harus cepat. Lagian, aku juga masih dalam tahap ‘mempersiapkan diri’ untuk menjadi istri.
 
source: google



Nggak mungkinkan nikah tanpa persiapan apa-apa, entar anak orang mau dikasih makan apa? Entar anak orang nggak bisa ngerawatnya gimana? Emang bisa hidup sampai tua dengan cinta doang? Nggak yakin deh. Makanya aku lagi belajar sekarang. Belajar parenting, belajar masak, belajar menahan emosi, belajar agama, dan yang paling penting, belajar mendekatkan diri pada Allah.

Sadar banget kalau sekarang aku makin jauh dari Allah. Dan kalimat yang sering aku dengar terkait jodoh adalah, bukan mencari, tapi menjadi. Buat apa capek nyari sana-sini, matok standar tinggi, tapi diri sendiri nggak kaya apa yang di patokkan? Nyari lelaki sempurna mah Cuma ada di surga. Nyari perempuan sempurna mah ke surga aja sana, ada bidadari.

Gitu juga aku. Aku juga nggak sempurna. Walau sering kali aku dengar kalimat-kalimat ‘Muthi itu hebat bla bla bla’. Kemaren juga selesai rapat Kiki ngomong gini ‘Beruntung nanti yang dapetin kakak. Kakak itu energik bla bla bla.’

Aku tidak sesempurna itu menjadi perempuan. Ada fase dimana aku down. Ada fase dimana aku muak dengan hidup aku. Tapi semua kata-kata mereka diam-diam ku aminkan juga didalam hati. Amin Ya Allah. Semoga saja lelaki yang mendapatkanku kelak adalah lelaki beruntung.

Dan sekarang tugasku adalah memperbaiki diri. Kembali belajar. Kembali mendekati Allah. Nggak mudah semua itu, tapi bukan berarti nggak bisa kan? Kalau bukan sekarang mulai memperbaiki diri, lantas kapan lagi? Tidak ada kata untuk menunggu lagi. Waktu semakin berputar tanpa kata tunggu.

Belajar belajar belajar. Saatnya mengubah hidup menjadi lebih baik. Saatnya memantaskan diri. Saatnya berproses untuk menjadi sesuatu. Dan menurutku juga, tidak hanya dalam hal jodoh kita harus ‘menjadi’, tapi dalam semua lini kehidupan, kita harus menjadi terlebih dahulu. Maksudnya gini, kalau kita ingin sukses, kita harus ‘menjadi’ layaknya orang-orang sukses. Menjadi disini berarti kita harus punya kepribadian orang sukses.

Apa saja kepribadian orang sukses? Disiplin, suka berbagi, semakin berisi semakin merunduk, pandai memanage waktu, dan lain sebagainya. Oke deh, mungkin segini dulu. Ada banyak kerjaan yang menanti. Salam sayang, @muthihaura_blog.
Senin, 30 Oktober 2017. 08.04 WIB.
 

Baca Artikel Populer Lainnya

8 komentar:

  1. Antara care sama mau nyinyir yang nanya kapan tuh mba, jalanin aja mba yang tahu semuanya kan mba semangat mba :) kalau aku prinsipnya sll Alloh adalah good planner jadi kalau begini begitu aku serahin aja sama yang punya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. trimakasih ya mbak ;)) Setuju banget mbak, Allah is a good planer. :))

      Hapus
  2. Semangat Muthi... Aku juga sekarang di posisi yang sama kayak kamu, sering ditanya kapan nikah? padahal usia sdh hampir kepala tiga. Dulu suka kesal kalo ditanya kayak gitu, tetapi sekarang tidak lagi,,
    Kalo orang lain bertanya kapan nikah? jawab saja, bantu doa ya kak semoga cepat di pertemukan dengan jodoh terbaik. Kalo udah ngomong gitu, orang yang bertanya tadi akan refleks meng amin kan. Lumayan kan dpat tambahan doa dr orang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, semangat jugaaa.
      haha, jawaban ang jitu. :)

      Hapus
  3. Semangat muthia Haura, aku pengen bisa kaya kamuu nih, rajin nulis :D , doakan yaa #pengen bisa nerbitin buku juga hihihi

    BalasHapus
  4. harus kasih jedah sama diri buat ngelakuin itu kapan dan mencapai target kapan, jadi gak dibiarin ngalir aja tapi kek main layangan. jadi tau kapan harus di tarik dan diulur

    BalasHapus