Tips Menulis Ala Genta Kiswara
Pasca wisuda, aku resmi udah nggak berstatus mahasiswa
lagi. Jujur, rasanya lain banget. Rasanya ada sesuatu yang hilang. Rasanya kok
tua banget. Kesibukan sekarang juga belum ada, paling Cuma beberapa job
freelance nulis. Beberapa orang menganjurkanku untuk melanjutkan S2, termasuk
ayahku, tapi untuk saat ini aku belum berminat.
Baca juga: Kehidupan setelah lulus
Untuk impian, aku punya beberapa impian tersendiri dan
saat ini aku sedang berproses untuk mewujudkannya. Karna tidak memiliki
kegiatan wajib lagi saat ini, aku memantapkan diri untuk mengikuti banyak event
dan seminar, juga banyak-banyak baca buku.
Soalnya aku berpikir kalau aku udah nggak kuliah gini,
aku dapat ilmu darimana kalau nggak dari seminar bukan? Makanya, aku bakal
ikutan banyak seminar. Mau itu seminar tentang pernikahan, parenting, dan tema
lainnya, selagi aku suka, aku In syaa Allah jika tidak ada kendala bakal ikut.
Lumayan, ilmu sayang banget dilewatkan.
Nah, kali ini, bareng beberapa adik Gagasan,
Ijah-Nafi-Mbak Lin-Ika, kami ikutan seminar bedah buku Genta Kiswara. Acara ini
ditaja oleh kelas Public Relations C semester enamnya UIN Suska. Kagum sama
mereka yang bisa bikin acara sewah ini. Aku jadi tertarik belajar event
organizer dan berkecimpung didalamnya. Moga ada waktunya nanti.
![]() |
with Genta Kiswara |
Sebelum aku sharing tips menulis ala Genta Kiswara, aku
pengen kasih tau profil singkat tentang dia. Genta Kiswara akrab disapa dengan
panggilan Gegen lahir 27 Mei 1994. Bukunya yang sudah terbit ada dua, yakni
‘Pada sebuah kata pergi’ dan ‘Evolusi Rindu’. Saat ini ia tengah menyiapkan
buku ketiga tentang perjalanan travellingnya dari Sabang hingga Marauke.
Genta adalah sosok yang ramah. Saat kami
mewawancarainya, ia tak segan-segan mengajak kami duduk lesehan sembari ia
merokok. Beberapa kali kamijuga tertawa oleh apa yang ia tuturkan. Oke deh,
mungkin langsung saja tips menulis ala Genta Kiswara. Check this out:
Pertama, tulis apa yang kamu
rasakan. Tulis bedasarkan pengalaman pribadimu. Tulis sesuatu yang memang dekat
dengan dirimu. Saat kita menulis, sering kali kita mengalami writers block atau
mentok ide, itu karna kita tidak menuliskan sesuatu yang memang kita rasakan.
Coba deh untuk awal-awal, tulis dulu apa yang
dirasakan. Tulis sesuatu yang pernah kita alami. Seperti karya-karyanya Genta
Kiswara yang berasal dari apa yang ia rasain. Genta pernah merasakan patah hati
dan kekecewaan, dan ia menuliskannya.
Kedua, jadikan menulis sebagai
habbit. Jadikan menulis sebagai hobby dan kebiasaan. Tetapkan dalam sehari itu
waktu untuk menulis dan jangan pernah langgar waktu tersebut. Biasakan diri
untuk selalu menulis apapun kondisinya. Jadikan juga menulis sebagai tanggung
jawab dalam sehari.
Genta juga mengatakan bahwa menulis itu bukan bakat,
tapi kebiasaan. Ketiga, saat menulis, tulis aja terlebih dahulu sampai
selesai. Jangan baca tulisan itu. Kangan diedit, tulis dulu sampai selesai. Setelah
tulisan itu selesai, baru diedit.
Tips ini pernah juga ku tuliskan di postingan ‘Tips
menulis dan menerbitkan novel’ ala aku. Kenapa gitu? Karna kalau saat
menulis, lalu kita berhenti dan mengedit tulisan, percaya deh, tulisan itu
nggak bakal selesai.
Keempat, banyak-banyak membaca!
Ini wajib jika kamu ingin menjadi seorang penulis. Kegiatan menulis dan membaca
itu sangat berkaitan. Kalau katanya Genta, menulis tanpa membaca ibarat orang
yang Cuma pandai berbicara.
Sebuah pepatah juga pernah mengatakan bahwa jika kamu
membaca, maka kamu bisa melihat dunia. Sedangkan jika kamu menulis, maka dunia
akan melihatmu. Dan tips terakhir a.k.a kelima adalah ikuti komunitas
menulis. Ini penting! Saat kamu sedang mengalami kemalasan dalam menulis,
teman-teman dikomunitas yang sehobby dengan kamu itulah yang akan menyemangati.
Dari komunitas menulis juga, kamu bakal dapatkan banyak
pengalaman berharga. Diakhir acara, Genta memberikan motivasi kepada kami bahwa
jangan galau berlarut-larut. Jadikan kegalauan dan sakit hati itu sebagai
prestasi. Teruslah berkarya. Lakukan apa yang kamu suka selagi itu baik, dan
tinggalkan apa yang tidak kamu suka.
Ah, pengalaman berharga banget. Apalagi saat
diwawancara, Genta sosok yang humble. Oiya, disaat seminar juga, Genta
mengatakan bahwa untuk menjadi seorang penulis, aktiflah juga di sosial media.
Hal ini salah satu yang memudahkan untuk menjual buku, jika kita sudah punya
buku.
Selain itu, Genta juga ada menjelaskan sedikit tentang
penerbit mayor dan penerbit indie. Alhamdulillah kedua naskah aku sudah
diterbitkan oleh penerbit mayor. Jadi beda mayor dan indie itu adalah, penerbit
mayor adalah penerbit yang menerima dan menseleksi naskah kita. Jika lolos,
maka semua biaya penerbitan ditanggung oleh penerbit tersebut.
Begitu juga untuk mendisribusikannya. Sedangkan untuk
royalty, penulis akan mendapatkan 7-10% dari masing-masing buku yang terjual.
Sedangkan penerbit indie, kita yang membayar agar buku kita terbit. Kita juga
yang akan menjualnya.
Gitu deh intinya. Kalau mau lebih jelasnya, bisa
searching aja di google. Oke deh, mungkin segini dulu. Makasih untuk ilmunya
Uda Genta. Makasih untuk hari ini dimana kita harus naik busway, ketaman Ruang
Terbuka Hijau, pokoknya trimakasih deh.
Salam sayang, @muthihaura1
Minggu, 29 April 2018. 14.09 WIB.
Salut buat para penulis. Keren banget bisa konsisten menulis apalagi yang bukunya banyak dan dikejar dedlen mulu. Lha ngeblog aja aku kadang mandeg. Hihi
BalasHapusLangsung aku catat nih tipsnya.
BalasHapusAku sering banget melanggar tips 3, doyan banget ngedit, :(
Baru tahu kalau itu kurang bijak ya.
Untung mampir sini, jadi terinspirasi.
Ma kasih yaa, mmmuaaach :)
Menulislah seperti kamu bercerita kepada orang lain dan terus mengalir sampai jauh, eh salah maksudnya sampai selesai. Dari dulu selalu kagum sama para penulis yang bisa menulis buku sampai beratus2 halaman panjangnya. Kalau saya hanya seorang blogger, nulis paling mentok di 2000 kata. Thanks buat sharingnya ya Kak...
BalasHapusmengisnpirasi mba, salut
BalasHapus