Renungan untuk Perempuan yang Sudah Ingin Menikah
Tepat
1 Juni lalu, umurku 23 tahun. Entah terlalu cepat waktu ini berjalan atau aku
yang terlalu menikmatinya. 23 tahun aku hidup, aku sudah pernah merasakan
berbagai macam rasa sakit, begitu juga dengan rasa senang. Perjalananku selama
23 tahun, bukan hal yang mudah untuk dijalani.
Tapi
Allah selalu ngasih ‘beban’, karna Allah tau seseorang itu mampu untuk
mengembannya. Karna amanah tak kan pernah jatuh dipundak yang salah, termasuk
‘beban’. Jika nurutin kata hati, mungkin aku sudah gila ‘menampung’ semua ini,
tapi aku punya Allah disisi.
Usia
23 tahun bagi seorang perempuan adalah usia yang rentan ditanya kapan nikah.
Usia yang rentan dijodoh-jodohin dengan si A si B si C dan si si lainnya.
Wajar, mungkin yang bertanya khawatir kalau orang yang ditanya itu menjadi
perawan tua. Tapi nggak ada yang ngerti perasaan orang yang ditanya.
![]() |
source: google |
Kalau
pacar saja si yang ditanya belum punya, lah harus jawab apa perihal ditanya
kapan nikah? Kalau semisalnya yang ditanya baru putus dari pacarnya dan yang
bertanya malah menanyakan ‘kapan nikah?’, bagaimana perasaan yang ditanya?
Nggak ada yang tau perasaan orang lain, jadi mari sama-sama memfilter hal-hal
yang mau dibicarakan.
Lagian,
apa salahnya menunda nikah? Apa salahnya kalau belum ingin nikah? Asal yang
ngejalanin happy dan nggak ada tekanan batin, why not sih menurut aku. Kalau
aku pribadi sih memang udah baper ngelihat orang nikahan. Iya, aku lagi
mempersiapkan diri untuk ke jenjang itu. Doain ya.
Selain
itu, usia 23 tahun juga usia dimana banyak teman yang udah mulai nyebarin
undangan. Rasanya sedih ngelihat teman satu persatu udah memilih jalah hidupnya
masing-masing. Obrolan ngumpul dengan teman-temanpun terkait pernikahan. Ya,
memang masanya mungkin. Karna tiap orang ada masanya, tiap masa ada orangnya.
Dulu
ceritanya Cuma berkisar ke gebetan, ke dosen A dosen B, lalu berlanjut ke KKN,
lalu magang, dan kemudian pembicaraan berubah jadi seputar pernikahan. Nah,
tadi aku sempat ‘tertampar’ dengan sharing di instagramnya Fatin Liyana. Untuk
sekedar tau saja, Fatin Liyana ini blogger Malaysia yang aku ikutin sejak awal
aku ngeblog.
Fatin
Liyana ini sosok yang inspiratif menurutku.Dia cantik. Dia pintar. Kalau
menurutku, istri idaman. Fatin Liyana juga pernah kuliah kedokteran di
Universitas Padjajaran Bandung. Ini nih, postingan story Fatin Liyana yang
bikin aku tersadar tentang pernikahan. Lebih tepatnya renungan untuk perempuan
yang sudah ingin menikah sih. Let’s check this out:
Renungan
Umi
lihat banyak anak gadis yang bangga nggak bsa masak dan nggak pandai kerjaan
rumah. Alasannya: “Gapapa la, nanti aku
cari suami yang pandai masak dan dia masak untuk aku.’ ‘Suami aku nanti ga akan
mempermsalahkan itu. Kita sama2 belajar setelah nikah.’
![]() |
Ini Fatin Liyana. source: google |
‘I
have so many positive points, kenpa harus pandai masak dan bersihkan rumah yang
kamu lihat?’. Kata-kata itu hal biasa terdengar di zaman sekarang ini. Dengarkan
umi, wanita yag udah tiga tahun lebih menikah. Perempuan itu jika udah nikah pasti
bakal ngerasain sayang banget sama suami dan pasti bakal ngasih hal terbaik
untuk suami.
Kenapa
ngelakuin hal trbaik? Karna kita pengn suami terharu. Pengen dipuji suami. Kalau
suami puji, kita sebagai istri, ada tntngan ngasih lebih dan lebih lagi. Ada orang
suka dekorasi rumah, suami pulang kerja pasti senang karna rumah indah dan berisi.
Ada orang yang suka masak, suami pulang langsung diminta nyobain masakan dia
nan lezat. Ada orang yang suka bercocok tanam, suami pulang matanya seger lihat
tanaman yang ditanam istrinya. Untung-untung kalau tanaman itu berbuah, bisa
dikasi ke mertua.
Skill-skill
dasar rumah tangga itu sebenarnya perlu ada dalam diri perempuan yang sudah
ingin menikah. Skill-skill itu bukan untuk suami, tapi lbih untuk diri si
prmpuan itu sendri. Ya diri sndri, supaya diri sendiri tidak stress, tidak hilang
confident, tidak merasa dipinggirkan, dan tidak merasa menyesal dikemudian hari.
Ini
beberapa contoh hal remeh temeh yang bisa menybabkan moral down. Contoh 1; Suami
sakit dan minta dimasakin bubur. Tapi karna kamu tak pndai masak, nyari di McD.
Nympai McD, bubur habis. Singgah supermarkert beli bubur instant, sampai rumah
rupanya mertua datang bwakan bubur ayam dan suami makan dengan lahap.
Contoh
2: Lebaran dirumah mertua. Semua menantu menolong mertua masak. Walau kamu ga pandai
masak, ga mungkinkan kamu berdiam dri dikmr trus? Mesti hrus nolong masak juga.
Pas itu, kamu bakal ngerasa stress parah jika semua hal terkait masak kamu gak
ngerti. Disruh potong ayam ga bisa. Motong kacang panjang tak bisa.
Contoh
3: Biasanya kita selalu rindu masakan ibu kita. Pulang kampung, masakan ibu yang
diincar. Ibumupun pasti bakal merasa senang saat kamu memakan masakannya dengan
lahap. Nah, jika kamu tidak pandai masak, gimana dengan anak-anakmu kelak? Apa
yang bakal mereka rindukan? Jangan-jangan besok anak menantu kerumahmu, malah
order pizza dan kfc.
![]() |
source: google |
Nggak
ada orang yang lahir langsung pandai. Semuanya berproses. Asal mau dan rajin. Kenpa
umi ngmong seprti ini? Karna nyari calon suami yg memahami dan punya kesabaran
tinggi itu agak susah. Kalau ada yngg dapat, Alhamdulillah. Rata-rata suami
yang hidupnya kocar-kacir saat single akan berkeinginan hdupnya bisa terurus bersama
istri.
Tapi
jika sikap istripun sma. Dua-duanya bangun terlambat. Dua-duanya gak pandai masak.
Dua-duanya gak pandai bersihin rumah. Hancurlah. Karna itu umi ngomong, kita
buat smua itu untuk diri sendiri. Sebelum kita melatih suami dan anak untuk menolong
pekerjaan rumah, kita juga harus memberikan contoh yang baik.
Gimana? tertohok banget
kan dengan story instagramnya Fatin Liyana. Btw, yang Fatin tulis di
instagramnya itu pakai bahasa
Malaysia, tapi di blog ini aku artikan kedalam Bahasa Indonesia. kurang lebih
yang dia sampaikan seperti itu. Koreksi jika salah.
Aku
mah setuju banget dengan apa
yang Fatin sampaikan. Kalau kamu mau setuju juga, silahkan. Jika tidak setuju
ya nggak apa-apa. Perempuan memang harus memiliki skill-skill dasar sebagai
perempuan saat memutuskan untuk berumah tangga. Apa aku sudah memiliki semua
skill itu? Belum, akupun masih banyak harus belajarnya.
Jadi menurutku, berumah tangga bukan hanya
menghalakan status laki-laki dan perempuan. Bukan hanya seputar enak-enak
dikamar, tapi lebih dari pada itu. ‘Alah, entar suamiku kaya, bisa cari ART’.
Yakin suami kamu bakal kaya terus? Roda hidup itu berputar loh. Kita nggak tau
kehidupan kamu beberapa tahun kemudian.
Lagian, biasanya jika kamu menikahi lelaki yang
memang pada awalnya kaya, bukan berjuang bersama, lelaki itu gampang ‘membuang’
kamu. Nggak semuanya sih seperti itu, tapi ada kok. Ayo ah semangat memperbaiki
diri. Semangat belajar untuk bekal diri sendiri, karna kita tidak tau
kedepannya akan ngelaluin hal seperti apa.
Oke deh mungkin segini dulu. Salam sayang,
@muthihaura1.
Sabtu, 30 Juni 2018. 21.18 WIB.
semangat untuk terus memantaskan diri yaaaa :)
BalasHapusTerimakasih sharingnya. Ternyata menikah tidak segampang yg kita kira ya.. ^^
BalasHapusKhususnya mental harus disiapkan betul2 karena menikah itu suasananya pasti beda dgn saat masih single
Artikel yang saya cari-cari.. Bener2 aing bangett
BalasHapus