Meningkatkan Kepercayaan Diri
Hidup itu punya banyak
fase. Ada fase dimana kamu down. Ada fase dimana kamu senang. Ada fase dimana
kamu sangat membenci hidupmu. Ya, semua ada fasenya, tinggal bagaimana cara
kamu menyikapi fase-fase tersebut. Dan kini, aku ngerasa berada pada fase dimana
aku ‘malas’ bertemu orang lain, bertemu orang baru.
Aku tau ini nggak sehat.
Seharusnya di umur segini, aku lagi menyibukkan diri membangun dan mencari
link. Tapi entah kenapa selepas wisuda April 2018 lalu, aku seperti kehilangan
kepercayaan diri. Aku seperti enggan untuk menyapa dunia luar. Tepat April 2019
nanti, berarti resmi setahun sudah aku melepas ‘status’ mahasiswa.
Baca juga: CERITA WISUDA
Baca juga: SELF LOVE
Sudah cukup tua ternyata
dan aku semakin kekanak-kanakan. Aku seperti menarik diri dari dunia luar. Aku
malas bertemu orang baru. Aku malas keluar untuk menyapa teman lama. Aku malas
kalau ada kumpul keluarga. Alasanny simpel, aku bosan ditanya kapan nikah. Aku
bosan ditanya pekerjaan aku apa, yang aku jelaskanpun, banyak yang nggak
ngerti.
Aku bilang pekerjaanku
freelance nulis, blogger juga. Trus banyak yang nggak paham. Dijelasinpun juga
nggak paham. Dipikiran masyarakat kebanyakan, pekerjaan yang menjanjikan itu ya
PNS. Udah beberapa kali juga keluargaku menyarakan aku untuk ikut PNS, tapi entah
kenapa, belum tergerak hati ini.
![]() |
source: google |
Hal lain yang aku malesin
untuk keluar rumah adalah, aku malas nyetrika baju. Aku malas make upan, trus
dihapus lagi. Trus kalau ada nikahan teman, alasan nggak masuk akal lainnya
yang akan aku utarakan didiri aku adalah: Malas ah datang, nggak punya baju
pesta. Nggak punya sepatu pesta. Nggak bisa make up yang cetar gimana gitu.
Entar ketemu teman lama,
trus mereka pada udah sukses-sukses, entar aku minder sendiri. Dan berbagai
alasan lainnya. Iya, sebodoh itu. Entah hanya aku yang ngalamin hal kaya gini
atau memang wajar? Entahlah! Trus kemudian, aku ketemu temanku si Azizah
Limbong yang biasa aku sapa, Ijah. Kami sharing banyak hal, termasuk tentang
‘fase’ yang tengah aku alamin ini.
Dia ngata-ngatain aku.
Ngatain kebodohan yang aku buat. Secara nggak langsung sebenarnya aku nutup
banyak pintu rezeki. Ijah bilang, aku itu terlalu banyak alasan. Nggak berani
keluar dari zona nyaman. Ya ya, aku akui, mungkin aku memang seperti itu.
Trus Ijah juga bilang:
“Keluarlah. Mandi, bermake up, ko itu pernah jadi wartawan. Tau kan penilain
orang pertama kali itu dari penampilan? Mandi dan keluarlah! Kalau nggak punya
waktu untuk nyetrika baju, laundry. Tiga ribunyah sekilo. Jangan banyak alasan.
Kalau mau beralasan, aku juga bisanyah. Aku yakin ko lebih paham dari aku, ko
kan lebih pintar dari aku. Bla bla bla.”
Kurang lebih gitu katanya.
Entah kenapa, sehabis sharing dengan Ijah, aku benar-benar ngerasa ketampar.
Kata-katanya itu terngiang-ngiang dibenak aku. Nyampai rumah, aku langsung
bikin to do list hal-hal apa saja didiri aku yang bikin aku nggak pede dan
masih bisa dirubah.
Beberapa list aku itu
adalah, aku nggak pede dengan jerawat diwajah, trus aku bikin solusinya. Kalau
aku punya jerawat, berarti aku harus lebih rajin bersihin wajah, rajin
maskeran, imbangi juga dengan pola hidup sehat. Aku nggak pede karna nggak
pandai make up, solusinya, aku harus lebih rajin lagi nontonin tuteriol make up
di youtube dan instagram.
Trus aku juga harus rajin
praktek make up sekaligus ngumpulin uang untuk ngelengkapi ‘alat’ make up. Aku
juga nggak pede dengan barang-barang yang aku punya, entah baju, tas, sepatu,
dan lain sebagainya. Solusinya, aku list kan juga barang-barang apa saja yang
harus aku beli baru, tentu saja belinya yang branded sekalian, biar makin
percaya diri.
![]() |
source: google |
Bukan berarti aku langsung
beli barang-barang itu. Sama sekali nggak. Bertahap. Kalau fee cair, beli satu
dulu, gitu seterusnya. Aku juga nggak pede karna sekarang rasanya otak aku
kurang up date. Otak aku kurang ‘isinya’, akhirnya aku bikin solusi kalau aku
harus dan wajib baca buku entah berapa lembar dalam sehari. Dalam seminggu, aku
juga harus beli koran biar bisa tau informasi-informasi terbaru.
Dan masih banyak lagi
list-list yang ingin aku rubah dari diri aku untuk meningkatkan kepercayaan
diriku. Dan hampir semingguan ini, aku ngelakuin semua itu. Aku mandi pagi,
make up-an, pakai pakain yang bagus, trus keluar rumah. Entah kemana, yang
penting keluar.
Kebukti, pas aku ketempat
Ijah, aku ngerasa lebih percaya diri. Aku ngerasa orang-orang lebih ngehargai
aku ketimbang saat aku masih kucel-kucel. Memang, penampilan itu penting banget
sih. Walaupun kamu sudah punya seseorang yang menerima kamu apa adanya,
penampilan tetap harus diperhatikan.
Baca juga: CANTIK ITU?
Pas ditempat Ijah itu, aku
jadi kenalan dengan beberapa temannya Ijah. Alhamdulillah. Solusinya memang
harus mulai keluar dari zona nyaman. Jangan beralasan untuk banyak hal. Jujur
sama diri sendiri juga penting. Mungkin apa yang aku sharingkan ini bisa
membantu kamu untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Dari cerita dan penjelasan
di atas, aku bakal jabarin singkat apa yang harus kalian lakuin untuk
meningkatkan kepercayaan diri. Pertama, jujur sama diri sendiri, apa
kurangnya dirimu. Apa yang mesti dirubah. Tubuh manusia itu kaya fitur, kalau
kamu nggak suka terhadap salah satu fitur itu, kamu bisa ngerubahnya.
Jika tidak bisa merubah
fitur itu karna memang mungkin udah ketetapan Allah, kamu bisa lebih
‘menonjolkan’ fitur lain. Kedua, setelah ngelist, cari solusi dari
masing-masing list tersebut. Dan yang ketiga a.k.a terakhir, lakukanlah.
Disiplinlah!
Oke deh, mungkin segini
dulu tips meningkatkan kepercayaan diri ala aku. Semoga bermanfaat ya. Salam
sayang, @muthihaura_blog.
Minggu, 10 Februari 2019.
11.20 WIB.
Sepertinya usia kita beda tipis, Mbak. Nggak beda jauh sama aku juga. Dimana rasanya waktu bersenang-senang di luar sudah habis saat sekolah dan kuliah. Aku lebih nyaman di rumah. Tapi aku nggak separah seperti cerita Mbak sih hehee. Alhamdulillah ya kalo sekarang sudah rajin mandi dan make up. Oya, ini pengalamanku sih. Menurutku ketika kita ditanya tentang nikah, sebenarnya kita bisa mengendalikan hati dan pikiran kita. Sebelum lulus, aku merasa tertekan sekali ditanya orang kapan lulus, karena jujur waktu itu aku juga pengen cepet lulus jadinya dalam diriku sendiri juga ada tekanan. Nah, untuk nikah ini aku orang yang selow gitu, jodoh pasti dating pada waktunya. Ketika orang tanya kapan nikah, aku tetap selow. Ya karena aku sudah yakin pada prinsipku. Jadi mungkin itu ada tekanan dari diri Mbak juga. Kalau kita bisa mengelola hati, insyaallah omongan orang akan seperti angina lewat kok. Hehee :)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus