[Review Buku]: Si Parasit Lajang
Hai Assalamua’laikum. Udah
lama rasanya nggak prepare nulis untuk blog. Akhir-akhir ini, badan kurang fit
disebabkan satu dan lain hal. Jadi bisanya Cuma rebahan di atas tempat tidur.
Kalaupun agak enakan, ide untuk nulis yang mentok hehe.
Tapi Alhamdulillah
sekarang jauh lebih ngerasa sehat. Jauh lebih ngerasa fit. Jadi semangat lagi
untuk ngewujutin target-target di 2019 ini. Jadi semangat lagi untuk
#2019JadiLebihBaik. Ada banyak hal yang sedang diperjuangkan. Ada banyak hal
yang sedang diusahakan.
Semoga Engkau semogakan Ya
Allah. Aku tau bahwa setiap rencanaMu pasti selalu indah. Aku yakin bahwa apa
yang Engkau ‘gariskan’ padaku adalah sesuatu hal yang baik. Aku hanya bisa
untuk terus berusaha. Nah, awal bulan Januari ini, aku berhasil menyelesaikan
buku karya Ayu Utami dengan judul Si Parasit Lajang.
Aku mengenal nama Ayu
Utami sudah sejak lama. Namanya seperti melegenda. Tapi aku baru benar-benar
membaca karyanya itu baru akhir-akhir ini. Terlambat memang, tapi lebih baik
dari pada tidak sama sekali, bukan?
Ayu Utami sendiri seorang
perempuan beragama Katolik yang memiliki pemikiran ‘tidak biasa’. Ya, itu
menurutku. Jarang ada perempuan Indonesia yang cara berpikirnya seperti seorang
Ayu Utami. Dari apa yang ia tuliskan di buku ini, tentang pemikiran-pemikirannya,
aku dapat menyimpulakan bahwa ia adalah sosok perempuan yang pintar.
Sosok perempuan yang
melihat sesuatu tidak hanya dari satu sisi, tapi juga dari sisi lainnya. Open
minded. Bukan berarti aku menyetujui semua pemikirannya. Tentu tidak sama
sekali. Ada beberapa bahkan banyak pemiirannya yang kurang aku setuju. Mungkin
karna ‘bias’ dari agama yang aku yakini dan dari bentukan lingkunganku.
Duh, jadi bawa-bawa
istilah-istilah jurnalistik di tulisan haha. Rindu liputan sih. Oke deh balik
lagi ke buku Si Parasit Lajang ini. Buku ini berisi berbagai pemikiran Ayu
Utami tentang pernikahan, seks, film porno, artis film porno, keperawanan, dan
pemikiran lainnya.
Hal yang mungkin agak
‘tabu’ jika diceritakan perempuan-perempuan Indonesia pada umumnya. Membaca buku
ini, kadang aku dibuat mengangguk-angguk menyetujui dan kadang tidak. Buku ini
bagus dibaca oleh mahasiswa-mahasiswi. Untuk remaja, boleh, tapi sebaiknya
dibawah pengawasan orang tua.
Oya, dari segi sampul.
Sampulnya itu ala-alla vintage dengan perpaduan banyak gambar. Ada gambar putri
duyung, singa, dan lain sebagainya. Aku kurang nangkap apa maksud gambar-gambar
di cover itu. Mungkin karna isi bukunya beragam kali ya pembahasannya, makanya
gambar di covernya juga beragam.
Atau mungkin ada maksud lain?
Bagi yang tau, boleh share di komen ya. Kalau aku ke toko buku dan sedang nyari
buku, jujur, jika tidak tau siapa penulisnya, aku nggak bakal beli. Soalnya
menurutku, covernya kurang ‘menggigit’.
Mungkin karna seleraku
lain kali ya. Tiap orang kan memang punya ‘selera’ berbeda-beda. Buku ini aku
pinjam dari salah satu adik di organisasi yang aku ikutin. Kebetulan dia maniak
buku banget. Bahasa yang dipakai dibuku ini santai, nggak berat, dan apa
adanya. Mengambarkan sosok ‘Ayu Utami’ banget yang kalau ngomong apa adanya.
Buku ini termasuk dalam
Trilogi: Si Parasit Lajang-Cerita Cinta Enrico-Pengakuan Eks Parasit Lajang.
Ada beberapa hal yang aku pelajari dari buku ini. Pertama, aku suka
cewek pintar kaya Ayu Utami yang ‘berani’ menyatakan pendapatnya. Aku jadi
belajar, bahwa perempuan memang harus berani menyampaikan pendapatnya baik itu
lewat media tulisan, bahkan lisan.
Sekarang zamannya
kebebasan berpendapat. Bukan Cuma untuk lelaki, tapi juga perempuan. Salut atas
tulisan Ayu Utami yang berani keluar dari garis yang mengatakan perempuan harus
begini harus begitu harus bisa ini bisa itu.
Kedua,
dari buku ini aku belajar dan tau tentang sedikit banyaknya bagaimana seseorang
yang hidup dizaman Soeharto. Jadi tau bagaimana dibredelnya Tempo, karna pada
zamannya Soeharto kebebasan pendapat itu belum bisa.
Yang ketiga, buku
ini berisi berbagai pemikiran yang mungkin ada yang tidak aku setujui, tapi
bukan berarti aku membenci buku ini. Sama sekali tidak. Kalau bagi aku, kita
boleh belajar banyak hal, dari mana saja, dari apa saja, dan dimana saja.
Tapi bukan berarti harus
semuanya di ‘iya’in atau dimasukin ke otak. Apapun itu, filter dulu. Kalau
menurut kamu itu bagus, terima. Kalau nggak, ya udah buang, tapi jangan dicela.
Alangkah indahnya saling menghargai. Keempat, aku jadi tau beberapa hal
tentang seks, kondom, dan lain sebagainya.
Hey, usia aku 23 tahun,
kayanya usia yang termasuk wajar untuk belajar hal-hal seperti itu kan? Lagian
aku rasapun, pendidikan seks sejak dini itu penting untuk anak. Itu menurut aku
loh. Sekali lagi, kita nggak harus punya satu pemikiran yang sama kan? Kembar
sekalipun tidak akan memiliki isi otak yang sama.
Oke deh mungkin segini
dulu review dari aku. Silahkan kalau ada yang ingin baca juga. Sekarang aku
lagi baca buku ‘Secangkir kopi bully’ karya Paresma Elvigro. Tungguin reviewnya
juga ya. Salam sayang, @muthihaura_blog.
Senin, 28 Januari 2019.
22.11 WIB.
0 komentar: