Berkarya Tak Harus Mahal
Berkarya Tak Harus Mahal- “Aku pengen jadi penulis, tapi aku nggak punya laptop”,
“Aku pengen ngeblog, tapi aku nggak punya kamera untuk poto-poto yang bakal
dimasukin ke blog”, “Aku pengen jadi youtuber, tapi hapeku nggak mendukung
untuk bikin video dan editing”, “Dirumahku nggak ada wifie, jadi aku nggak bisa
ngapload video youtube”.
Aku
nggak punya ini nggak punya itu nggak bisa ini nggak bisa itu bla bla bla.
Kata-kata yang sering banget aku dengar dari orang-orang disekitarku. Selalu
menyalahkan keadaan untuk sesuatu yang tidak ia punya. Selalu merasa nggak bisa
berkarya dan nggak bisa ngelakuin sesuatu hanya karna nggak punya ‘alat’.
Selalu
merasa hidupnya nggak seberuntung orang lain dan kemudian lantas menyerah.
Memupuk keirian terhadap orang lain tanpa berusaha memperbaiki kualitas
hidupnya sendiri. Kebanyakan orang-orang yang aku temui seperti ini. Bukannya
menjudge, jujur, aku juga pernah berada di ‘fase’ ini, bahkan mungkin sampai
detik ini.
Merasa gagal. source: google |
Aku
pernah ingin merasa berhenti. Pernah ngerasa semua hal yang aku lakukan itu
akan berakhir dengan kesia-siaan. Pernah ingin lari. Pernah ingin menstop semua
karya-karya. Ya, karna aku ngerasa, aku nggak bisa apa-apa. Aku nggak punya
alat mumpuni untuk menunjang semua karya-karyaku. Aku nggak punya kamera. Aku
nggak punya miroclass.
Aku
nggak punya smartphone berspesifikasi tinggi yang bisa membantu untuk ngeblog,
ngeyoutube, ngebuzzer, dan untuk jualan. Aku nggak punya laptop kualitas bagus
yang bisa dipakai ngedit video. Rumahku nggak dilengkapi wifie untuk menunjang
proses berkaryaku lewat youtube, maupun blog.
Aku
nggak punya ‘semua’ alat itu. Sedikit cerita, aku suka menulis sejak SD. Jika
ada yang bertanya apa cita-citaku, dengan percaya diri seorang Muthi Haura
kecil akan menjawab ‘aku ingin menjadi penulis’. Mungkin karna tau passion
sejak dini, aku selalu mengikuti estrakulikuler disekolah yang selalu berkaitan
dengan menulis.
Aku
bukan terlahir dari keluarga kaya. Bahkan saat SMP saja, salah seorang guru
membolehkanku menggunakan komputer sekolah karna diantara semua teman-temanku,
hanya aku yang saat itu tidak memiliki komputer. Naik kelas tigaan SMP kalau
nggak salah, baru deh dirumah ada komputer.
Komputer
yang jadi rebutan aku bareng adik-adikku. Btw, adik-adikku lima orang ya. Dari
komputer itulah aku mulai menulis. Menulis apa saja, entah itu curhatan bahkan
cerita pendek. Yang sebelumnya Cuma bisa nulis di buku tulis atau buku binder,
akhirnya sangat senang bisa nulis di komputer berwarna putih yang bisa dibilang
agak lemot.
Pertama
kali aku nulis novel itu disaat SMP. Ditulis tangan dibinder, trus bindernya
entah sengaja entah nggak dijatuhin sama salah seorang temanku. Itu kertas
novelnya berserak. Nggak tau lagi ini tulisan dibagian mana, dibab berapa. Ini
aku ingat banget dan rasanya sakit.
Saat
SMP juga, aku udah mulai jadi langganan warnet. Biasanya tiap siang sabtu
sepulang sekolah, aku bakal ke warnet. Di warnet, aku ngopy paste semua
tulisan-tulisan yang ingin aku baca. Nantinya tulisan-tulisan itu aku baca di
komputer rumah. Smartphone? Jangankan smartphone, hape senterpun saat itu nggak
punya ;’)
Memasuki
SMA, aku nggak punya motor, jadi dari rumah ke sekolah naik bus. Pernah ngekos,
tapi nggak bertahan lama. Seperti biasa, tiap sabtu sepulang sekolah tetap ke
warnet. Ada peningkatan saat SMA, Alhamdulillah sudah punya hape senter dan
notebook acer hadiah ulang tahun.
Sejak
punya notebook, aku makin gencar menulis. Suka beli majalah story dulu.
Ngumpulin setiap edisinya dan nyoba-nyoba ngirim tulisan sendiri, tapi nggak
pernah dimuat haha. Btw, notebook acer itu yang kemudian menemani aku hingga
aku menyelesaikan skripsiku ;’)
Baca juga: SKRIPSI
Memasuki
bangku kuliah, aku nggak punya motor, juga masih makai hape senter. Juga masih
sekali dalam seminggu itu ke warnet untuk sekedar mengepost blog, membaca
cerita, atau mencari tugas. Tapi nyatanya semu itu nggak menghalangi aku untuk
berkarya. Semua alat itu tak menghalangi aku untuk berproses menjadi lebih baik
disetiap harinya.
Baca juga: KULIAH
Aku
kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi konsetrasi Broadcasting, tapi aku nggak punya
kamera, nggak punya laptop yang bisa editing, tapi IP-ku nggak pernah dibawah
3,50. Bahkan saat yudisium, IPK-ku nomor urut kedua setelah pemuncak jurusan.
Aku juga berhasil menerbitkan dua naskah novel di penerbit mayor. Satu dalam
bentuk cetak, satu e-book.
Baca juga: NOVEL ALY-KU DIMATA MEREKA
Juga
memiliki beberapa antologi naskah. Dipercayakan juga sebagai Pimpinan Redaksi
dua periode di organisasi yang aku ikutin. Semuanya itu aku jalanin dengan
tidak memiliki alat yang mumpuni. Dan sekarang aku aktif ngeblog. Dapat uang
dari blog dan sosial media. Sering dikirimin barang-barang gratis. Bisa beli
apa yang aku inginkan dengan uang sendiri. Bisa ke Yogya Sumbar Medan gratis
Semua
itu membuat banyak yang komentar: “Enak ya Mut kerja ko”, “Enak ya Mut dapat
barang gratis aja”, “Ajarinlah bla bla bla”, “Enak ya bla bla”, dan berbagai
komentar lainnya. Mereka Cuma ngelihat aku yang sekarang tanpa tau prosesnya.
Mereka hanya tau ‘enaknya’ tanpa tau apa yang ada dibelakangnya. Tanpa tau
bagaimana aku berproses hingga bisa mendapati apa yang kata mereka ‘enak’.
Mereka
pikir aku punya alat yang mumpuni hingga aku bisa menghasilkan karya-karya,
padahal satupun ‘alat’ penunjang sejak awal aku berproses itu, aku nggak punya.
Baru sekarang bisa terbeli satu persatu dan itupun bukan yang harga mahal.
Bahkan laptop asus yang sekarang aku pakai ini aku beli seken.
Aku
nggak mengada-ngada. Emang seperti itu adanya. Teruntuk teman-teman yang ingin
berkarya, ayo mulailah. Kurangi melihat ‘kesuksesan’ orang lain karna hal ini
akan membuat kamu iri. Ingat, tanaman tetangga emang selalu terlihat lebih
indah. Itu karna tetangga kamu sibuk ngurusin tanamannya, sedangkan kamu hanya
bisa melihat tanpa berbuat apa-apa dengan tanaman-tanamanmu.
Proses itu kadang melelahkan. source: google |
Kamu
hanya lihat ‘enaknya’ tanpa tau proses dibelakangnya. Mulailah kembangkan
dirimu. Asah skillmu dan hasilkan karna dibidang yang kamu sukai. Kamu nggak
punya laptop? Bisa menulis dibuku terlebih dahulu. Kamu nggak punya motor untuk
kemana-mana? Angkutan umum banyak yang bisa mengantarkanmu.
Kamu
nggak punya hape yang mumpuni? Gunakan internet di warnet dengan
sebaik-baiknya. Kamu nggak punya kamera? Bisa pinjam teman atau sewa untuk
belajar photography. Kamu ingin jadi youtober? Bisa mulai bikin video dan
editing di hape.
Yang
terpenting dari semua alat itu adalah memulai. Percayalah, alat-alat itu akan
mengikuti dengan seiring berkembangnya kualitas dirimu. Jangan ragu jangan
minder, karna kalau kamu tidak memulai dari sekarang, lantas kapan lagi? Jangan
mau hanya menjadi penonton atas kesuksesan orang lain. Jadilah pemain!
Kamu
punya segudang ‘alat’ lengkappun nggak menjamin kamu akan menghasilkan banyak
karya kalau dari diri kamunya sendiri tidak berusaha untuk memulai. Ibaratnya gini
deh, seseorang yang diberikan dapur super lengkap sekalipun tidak akan bisa
menghasilkan apa-apa jika ia hanya duduk diam di dapur itu.
Beda
dengan seorang yang hanya punya dapur ‘seadanya’ tapi dia bisa memaksimalkan
dengan baik, pasti akan menghasilkan makanan yang lezat. Intinya semua itu
tergantung pada dirimu sendiri. Berkarya itu tak harus mahal, tinggal diri
kamunya sendiri, mau atau nggak. Salam, @muthihaura_blog.
Minggu,
19 Mei 2019. 15.41 WIB.
Rumput tetangga lebih hijau karena ngga bantu nyiramin hehehe btw saya punya laptop saat kuliah tingkat tiga hiks tapi Alhamdulillah lulus cumlaude, tetap semangat! Karena 1 alasan untuk sukses namun sejuta alasan untuk gagal.
BalasHapusmakasih sharingnya
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus