Semesta Terkadang Tak Berpihak
Kamu
pernah merasakan yang namanya kecewa? Merasa apa yang kamu lakukan selama ini
sia-sia? Merasa sudah berusaha keras tapi tak juga kunjung membuahkan hasil? Merasa
apa-apa saja yang kamu harapkan dan targetkan semakin menjauh?
Kamu
down! Semua orang disekitarmu menghakimimu untuk pilihan-pilihan yang sudah
kamu ambil. Ditambah lagi sosial media semakin membuat dirimu terpuruk melihat
postingan teman-teman yang sudah ini sudah itu.
Kamu
terpuruk. Sedang kacau. Berpikir ingin kembali ke masa anak-anak, tapi nyatanya
waktu tak berpihak untuk itu. Semesta tak mendukung untuk itu. Kamu masih
terkungkung disitu. Terbelilit dan semakin terpuruk.
Kamu
merutuk. Merutuk bahwa menjadi dewasa itu ternyata teramat menyebalkan. Apalagi
bagi kamu yang ditakdirkan terlahir sebagai perempuan yang kini usiamu memasuki
¼ abad. 25 tahun. Omongan sana sini tentang kapan kamu akan menikah? Si A sudah
punya anak segini, si B sudah punya bla bla semakin menyesakkan.
Belum
lagi teman-teman SD, SMP, SMA, Kuliah sudah banyak yang menikah. Dibanding-bandingkan
dan itu menyebalkan. Belum lagi pertanyaan terkait kerjaan. Ah, tampaknya
seluruh dunia benar-benar tengah menghakimimu. Lalu tanpa sadar kamu berucap
bahwa semester sedang tak berpihak padamu.
Kamu
menyalahkan hidup. Menyalahkan takdir yang kenapa begini kenapa begitu. Menyalahkan
orang-orang disekitarmu yang terlalu kepo dengan hidupmu yang seolah-olah semua
pertanyaan mereka itu membunuhku.
Kamu
bimbang, padahal jelas-jelas kamu sudah punya tujuan. Hanya saja, semesta
memang sedang tidak mendukungmu. Lalu kamu mencoba berpikir ulang. Mereka kejadian
ulang, apakah benar semua yang kamu pilih ini? Apakah benar harus bertahan di
jalan ini? Atau mundur dan memilih jalan lainnya?
Kamu
jadi semakin takut melangkah. Gamang. Takut kembali mengambil keputusan dan nantinya
keputusan itu adalah keputusan yang ternyata salah. Orang-orang akan semakin
menghakimimu, sudah dibilang harus begini harus begitu, kata mereka. Padahal kamu
sedang dalam posisi terpuruk.
Lantas
harus melakukan apa? Lantas harus bagaimana? Lantas harus melangkah kemana? Apa
semua orang yang berusia 20-an akan merasa gamang? Itu pikirmu. Kamu menghembuskan
nafas, lalu kemudian mengacak-ngacak rambutmu. Frustasi.
Hingga
kemudian sebuah suara menyadarkanmu bahwa memang beginilah fase hidup. Semesta memang
terkadang tak mendukung. Semesta memang terkadang menyalahkanmu untuk semua yang
kamu pilih. Semesta memang terkadang tak berpihak, tapi yakinlah bahwa semua
itu akan ada jalan keluarnya.
Takdir
setiap orang berbeda-beda. Ada yang menikah cepat ada yang lambat. Ada yang memilih
bekerja kantoran dan ada yang tidak. Ada yang setelah menikah langsung
dikarunia anak, ada yang harus menunggu bertahun-tahun. Ada yang lulus kuliah
cepat, ada yang lambat.
Lantas
mengapa kamu harus menyamakan prosesmu dengan orang lain? Lantas mengapa kamu
harus membanding-bandingkan hidupmu dengan orang lain yang menurutmu jauh lebih
baik darimu? Lantas mengapa kamu harus mendengarkan perkataan-perkataan orang
lain tentang standart yang mereka tetapkan?
Apa
orang lain itu yang memberimu ‘makan’? Apa orang lain itu yang membiayai
hidupmu? Apa orang lain itu tau struggle-struggle apa saja yang kamu lalui
dalam hidupmu? Apa mereka tau? Lantas mengapa kamu harus down dengan banyaknya
perkataan orang lain? Tidak kah kamu bisa memilih mana-mana saja yang bisa kamu
terima dan yang tidak?
Memang
nggak mudah buat kamu, tapi bukan berarti tak bisa, kan? Yakinlah dengan
apa-apa saja yang kamu usahakan. Teruslah lakukan yang terbaik dan jangan
pernah lupa libatkan Allah disetiap keputusanmu. Bismillah ya.
Tulisan
ini ditujukan buat kamu. Ya, kamu Muthi Haura.
0 komentar: