Pesan Ibu #1

10.11 muthihaura 0 Comments

Halo Assalamua'laikum teman-teman semua. Kali ini, aku pengen sharing naskah cerita yang aku bikin beberapa bulan lalu. Sebenarnya naskah ini diwacanakan bakal dibikin film, tapi melihat waktu dan kondisi plus lain sebagainya, sepertinya nggak jadi. Ya udah, ketimbang mendem doang di laptop, aku posting disini dulu ya.


Judul : Pesan Ibu (?)


Hidup tak mengenal kata tunggu seberapa inginpun kamu memintanya untuk menunggu. Hidup tak kan berhenti seberapa kuatpun kamu berteriak agar ia berhenti. Hidup akan terus bergulir hingga pasir waktumu habis

            Bus transmetro Pekanbaru berjalan dengan kecepatan sedang. Tina menyenderkan kepalanya di jendela bus sembari beberapa kali menghembuskan nafas. Pertengkarannya dengan Doni suaminya beberapa jam yang lalu membuatnya memilih kabur dari rumah untuk sementara waktu tanpa tujuan. Yang ada dipikiran Tina hanya, ia  tidak ingin melihat Doni. Itu saja. 


            Perempuan berusia 25 tahun itu menatap keluar jendela. Memandang gedung-gedung Kota Pekanbaru dengan tatapan kosong. Baru tiga bulan Tina menetap di Pekanbaru setelah ia memilih menikah dengan lelaki yang dicintainya, Doni. Tapi pernikahan tak seindah yang gadis asal Rokan Hulu ini bayangkan. “Kalau kaya gini terus aku bisa gila!” Tina merutuk pada dirinya sendiri membuat perempuan berusia 65 tahun disampingnya menoleh.
            Tina tak mengubris perempuan disampingnya itu yang tanpa ia sadari beberapa kali mencuri pandang pada dirinya. Sebuah bayangan setahun  yang lalu mampir dibenak Tina.


            “Kamu sudah yakin? Pernikahan bukan hal yang main-main. Sebuah komitmen seumur hidup. Menyatukan dua kepala dengan dua ego bukanlah hal yang mudah. Kamu harus belajar dari sekarang, nak! Terutama juga belajar masak. Salah satu hal yang membuat laki-laki menetap adalah disaat kamu bisa memuaskan perutnya,” ujar ibu panjang lebar.

            Tina tergelak. “Ah ibu sudahlah. Tak perlu mengkhawatirkan aku. Ya udah, aku pergi dulu ya bu? Travelnya sudah menunggu.” Tina buru-buru mencium tangan ibunya, lalu kemudian mencium dua pipi sang ibu. Tina buru-buru memasuki travel yang sudah ia pesan untuk mengantarkannya ke Pekanbaru. Memang saat ini ia tengah mengurus persiapan pernikahannya dengan Doni. Lelaki itu sudah meminta maaf berkali-kali bahwa ia tak bisa menjemput dikarenakan urusan kantor yang tak bisa ia tinggalkan.

pesan ibu
source: google

            Tina menatap wajah ibunya dari balik kaca travel. Wanita tua berusia 64 tahun itu tersenyum sembari melambaikan tangannya. Tina ikut-ikutan melambaikan tangan. Travel putih itu membawa Tina meninggalkan kampung halamannya. Meninggalkan ibunya yang masih berdiri mematung sambil melambaikan tangan. 

            Tina menatap sosok ibunya hingga tak terlihat lagi. Entah kenapa Tina merasa separuh jiwanya terbang. Tanpa ia sadari, itu adalah sebuah firasat dimana ia terakhir kali melihat ibunya untuk selama-lamanya.


            Tina mengenyahkan ingatan itu dalam pikirannya. Perempuan berwajah manis itu lagi-lagi menghembuskan nafas. Setetes tetesan bening turun dari pelupuk mata Tina. Bayangan wajah suaminya pun muncul. Entah mengapa, Tina merasa bersalah pada Doni. Akhirnya, Tina memutuskan untuk kembali pulang setelah beberapa jam-an ini ia ‘melarikan’ diri.
***
     
       Tina membuka pintu rumahnya dan menemukan Doni tengah tertidur di sofa ruang tamu. Wajah lelah lelaki yang teramat ia cintai itu membuat Tina ingin memandanginya. Tina mengelus kepala Toni, lelaki itu terbangun. “Sayang darimana aja? Maafin abang.”

            Doni langsung terduduk sembari memegang tangan Tina. “Maafin adek ya, bang? Maaf.” Doni mengangguk, lalu mengacak rambut Tina membuat gadis itu mengerang kesal. “Iih jangan!” Lalu kemudian keduanya tertawa.
            “Ya udah, adek buatin kopi ya?” Tina menawarkan diikuti anggukan kepala Doni. “Seperti biasa gu— ”

            Tina memotong ucapan Doni “Yes, i know! Gulanya setengah sendok makan kan?” Tina berdiri, lalu langsung menuju dapur untuk membuat kopi. Doni mengikuti. “Dek, hari ini masak kan? Pengen deh nyobain masakan sayang,” 

            Tina berhenti dari kegiatannya mengaduk kopi. Wajahnya kemudian berubah menjadi bete. “Adek itu baru pulang loh bang! Capek tau harus masak juga,” ujar Tina kesal. Doni buru-buru menengahi. “Abang becanda loh. Sebenarnya nanti malam mau ngajakin adek makan diluar. “Oke,” kata Tina sekenanya sembari memberikan gelas kopi pada Doni. Perempuan itupun berlalu menuju kamarnya.
***
  
          “ABANG JADI MAKAN DILUAR NGGAK? UDAH LAPAR LOH!” Tina menggeruti saat mendapati Doni masih asik didepan layar laptopnya. “ABANG!” Tina kembali berteriak saat Doni tak memberi respon. “Sebentar dek, ini masih ada kerjaan,”

            Tina menggerutu sembari menghentakkan kakinya kesal. Doni menggeleng-geleng melihat tingkah istrinya, lalu kemudian mengelus dada. “ABAAAANG, KAN UDAH SERING ADEK BILANG KALAU HABIS MINUM KOPI ITU, GELASNYA DILETAKKAN DI TEMPAT CUCI PIRING,” teriak Tina dari dapur. Doni memijat-mijat keningnya sambil menghembuskan nafas.

            “INI LIHAT DEH, BANYAK SEMUT DISEKITAR GELASNYA. TRUS DIBAGIAN BAWAHNYA NINGGALIN JEJAK KOPI IIH,” Tina masih melampiaskan kesalnya. “Tolong ditarohin ditempat cuci piring, dek,” kata Doni yang lagi-lagi mencoba menahan emosinya.

            “Selalu begitu,” ujar Tina kesal, lalu mengambil gelas itu dan menarohnya ditempat cuci piring. Setelah itu, dengan wajah kesal, Tina kembali kekamar. “Lain kali jangan kaya gitu. Kan udah sering adek bilang. Nanti kotor lagi, adek juga yang capek bersihin,” kata Tina.

            Doni tersenyum. “Maafin abang ya. Ya udah, abang mandi dulu, setelah itu kita pergi makan.”
            “Hmm oke. Adek make up-an dulu.” Tina berjalan menuju meja riasnya. Sedangkan Doni memasuki kamar mandi. Selang 10 menitan kemudian, Doni berujar dari kamar mandi, “Adek, tolongin bawakan handuk dong,” kata Doni. Tina menghempaskan spons bedak dari tangannya. “KEBIASAAN DEH!” katanya kesal sambil meraih handuk dan melangkah menuju kamar mandi.

            “Makanya sebelum mandi itu handuknya dibawa!” sungut Tina kesal sambil menyerahkan handuk kepada Doni. “Makasih sayang. Maaf ngerepotin adek ya.” Tina hanya merungut lalu kembali ke meja make up nya.
 

Bersambung...

Baca Artikel Populer Lainnya

0 komentar: