Pesan Ibu #1
Halo Assalamua'laikum teman-teman semua. Kali ini, aku pengen sharing naskah cerita yang aku bikin beberapa bulan lalu. Sebenarnya naskah ini diwacanakan bakal dibikin film, tapi melihat waktu dan kondisi plus lain sebagainya, sepertinya nggak jadi. Ya udah, ketimbang mendem doang di laptop, aku posting disini dulu ya.
Bersambung...
Judul : Pesan Ibu (?)
Hidup tak
mengenal kata tunggu seberapa inginpun kamu memintanya untuk menunggu. Hidup
tak kan berhenti seberapa kuatpun kamu berteriak agar ia berhenti. Hidup akan
terus bergulir hingga pasir waktumu habis
Bus
transmetro Pekanbaru berjalan dengan kecepatan sedang. Tina menyenderkan
kepalanya di jendela bus sembari beberapa kali menghembuskan nafas.
Pertengkarannya dengan Doni suaminya beberapa jam yang lalu membuatnya memilih
kabur dari rumah untuk sementara waktu tanpa tujuan. Yang ada dipikiran Tina
hanya, ia tidak ingin melihat Doni. Itu
saja.
Perempuan
berusia 25 tahun itu menatap keluar jendela. Memandang gedung-gedung Kota
Pekanbaru dengan tatapan kosong. Baru tiga bulan Tina menetap di Pekanbaru setelah
ia memilih menikah dengan lelaki yang dicintainya, Doni. Tapi pernikahan tak
seindah yang gadis asal Rokan Hulu ini bayangkan. “Kalau kaya gini terus aku
bisa gila!” Tina merutuk pada dirinya sendiri membuat perempuan berusia 65
tahun disampingnya menoleh.
Tina
tak mengubris perempuan disampingnya itu yang tanpa ia sadari beberapa kali
mencuri pandang pada dirinya. Sebuah bayangan setahun yang lalu mampir dibenak Tina.
“Kamu sudah yakin? Pernikahan bukan hal yang
main-main. Sebuah komitmen seumur hidup. Menyatukan dua kepala dengan dua ego
bukanlah hal yang mudah. Kamu harus belajar dari sekarang, nak! Terutama juga
belajar masak. Salah satu hal yang membuat laki-laki menetap adalah disaat kamu
bisa memuaskan perutnya,” ujar ibu panjang lebar.
Tina tergelak. “Ah ibu sudahlah. Tak
perlu mengkhawatirkan aku. Ya udah, aku pergi dulu ya bu? Travelnya sudah
menunggu.” Tina buru-buru mencium tangan ibunya, lalu kemudian mencium dua pipi
sang ibu. Tina buru-buru memasuki travel yang sudah ia pesan untuk mengantarkannya
ke Pekanbaru. Memang saat ini ia tengah mengurus persiapan pernikahannya dengan
Doni. Lelaki itu sudah meminta maaf berkali-kali bahwa ia tak bisa menjemput
dikarenakan urusan kantor yang tak bisa ia tinggalkan.
![]() |
source: google |
Tina menatap wajah ibunya dari balik
kaca travel. Wanita tua berusia 64 tahun itu tersenyum sembari melambaikan
tangannya. Tina ikut-ikutan melambaikan tangan. Travel putih itu membawa Tina
meninggalkan kampung halamannya. Meninggalkan ibunya yang masih berdiri
mematung sambil melambaikan tangan.
Tina menatap sosok ibunya hingga tak
terlihat lagi. Entah kenapa Tina merasa separuh jiwanya terbang. Tanpa ia sadari,
itu adalah sebuah firasat dimana ia terakhir kali melihat ibunya untuk
selama-lamanya.
Tina
mengenyahkan ingatan itu dalam pikirannya. Perempuan berwajah manis itu
lagi-lagi menghembuskan nafas. Setetes tetesan bening turun dari pelupuk mata
Tina. Bayangan wajah suaminya pun muncul. Entah mengapa, Tina merasa bersalah
pada Doni. Akhirnya, Tina memutuskan untuk kembali pulang setelah beberapa
jam-an ini ia ‘melarikan’ diri.
***
Tina
membuka pintu rumahnya dan menemukan Doni tengah tertidur di sofa ruang tamu.
Wajah lelah lelaki yang teramat ia cintai itu membuat Tina ingin memandanginya.
Tina mengelus kepala Toni, lelaki itu terbangun. “Sayang darimana aja? Maafin
abang.”
Doni
langsung terduduk sembari memegang tangan Tina. “Maafin adek ya, bang? Maaf.”
Doni mengangguk, lalu mengacak rambut Tina membuat gadis itu mengerang kesal.
“Iih jangan!” Lalu kemudian keduanya tertawa.
“Ya
udah, adek buatin kopi ya?” Tina menawarkan diikuti anggukan kepala Doni.
“Seperti biasa gu— ”
Tina
memotong ucapan Doni “Yes, i know! Gulanya setengah sendok makan kan?” Tina
berdiri, lalu langsung menuju dapur untuk membuat kopi. Doni mengikuti. “Dek,
hari ini masak kan? Pengen deh nyobain masakan sayang,”
Tina
berhenti dari kegiatannya mengaduk kopi. Wajahnya kemudian berubah menjadi
bete. “Adek itu baru pulang loh bang! Capek tau harus masak juga,” ujar Tina
kesal. Doni buru-buru menengahi. “Abang becanda loh. Sebenarnya nanti malam mau
ngajakin adek makan diluar. “Oke,” kata Tina sekenanya sembari memberikan gelas
kopi pada Doni. Perempuan itupun berlalu menuju kamarnya.
***
“ABANG
JADI MAKAN DILUAR NGGAK? UDAH LAPAR LOH!” Tina menggeruti saat mendapati Doni
masih asik didepan layar laptopnya. “ABANG!” Tina kembali berteriak saat Doni
tak memberi respon. “Sebentar dek, ini masih ada kerjaan,”
Tina
menggerutu sembari menghentakkan kakinya kesal. Doni menggeleng-geleng melihat
tingkah istrinya, lalu kemudian mengelus dada. “ABAAAANG, KAN UDAH SERING ADEK
BILANG KALAU HABIS MINUM KOPI ITU, GELASNYA DILETAKKAN DI TEMPAT CUCI PIRING,”
teriak Tina dari dapur. Doni memijat-mijat keningnya sambil menghembuskan
nafas.
“INI
LIHAT DEH, BANYAK SEMUT DISEKITAR GELASNYA. TRUS DIBAGIAN BAWAHNYA NINGGALIN
JEJAK KOPI IIH,” Tina masih melampiaskan kesalnya. “Tolong ditarohin ditempat
cuci piring, dek,” kata Doni yang lagi-lagi mencoba menahan emosinya.
“Selalu
begitu,” ujar Tina kesal, lalu mengambil gelas itu dan menarohnya ditempat cuci
piring. Setelah itu, dengan wajah kesal, Tina kembali kekamar. “Lain kali
jangan kaya gitu. Kan udah sering adek bilang. Nanti kotor lagi, adek juga yang
capek bersihin,” kata Tina.
Doni
tersenyum. “Maafin abang ya. Ya udah, abang mandi dulu, setelah itu kita pergi
makan.”
“Hmm
oke. Adek make up-an dulu.” Tina berjalan menuju meja riasnya. Sedangkan Doni
memasuki kamar mandi. Selang 10 menitan kemudian, Doni berujar dari kamar
mandi, “Adek, tolongin bawakan handuk dong,” kata Doni. Tina menghempaskan
spons bedak dari tangannya. “KEBIASAAN DEH!” katanya kesal sambil meraih handuk
dan melangkah menuju kamar mandi.
“Makanya
sebelum mandi itu handuknya dibawa!” sungut Tina kesal sambil menyerahkan
handuk kepada Doni. “Makasih sayang. Maaf ngerepotin adek ya.” Tina hanya
merungut lalu kembali ke meja make up nya.
Bersambung...
0 komentar: