Pesan Ibu #4
Tina dan Ratna sudah berada di dapur
rumah Tina. Tina sibuk dengan potongan wortel, sedangkan Ratna memotong
kentang. Keduanya asik bercerita sana sini. Entah kenapa, Tina merasa sangat
nyaman saat bersama Ratna, padahal jelas-jelas mereka baru saja kenal.
“Membina rumah tangga itu bukan perihal
mudah, nak. Akan ada masanya kalian berbeda pendapat. Akan ada masanya juga
kalian saling berdiam diri. Akan ada masanya kalian tak saling percaya. Tapi
terlepas dari semua itu, kalian masing-masing harus menurunkan ego.” Ratna memberi
nasehat sembari memasukan potongan wortel dan kentang ke dalam kuali.
Baca Juga : PESAN IBU #3
“Salah satu yang membuat rumah tangga
itu awet adalah disaat kamu bisa memanage keuangan. Mulailah dari sekarang
belajar memanage keuangan, belajar masak, dan belajar membersihkan rumah. Biar
nanti pas suamimu pulang kerja, ia akan merasa sennag,” tutur Ratna panjang
lebar. Tina mengangguk-angguk mendengar semua patuah Ratna. Sama sekali
perempuan muda itu tak merasa digurui, justru ia merasa, Ratna seperti ibunya,
baik dari segi fisik, sikap, bahkan patuah.
“Ini supnya udah mateng. Kamu cobain
deh,” kata Ratna. Tina menatap sup bening di atas kuali tersebut dengan tatapan
ingin. Wangi sup mengisi dapur. Tina mengambil sendok, lalu menyendokkan sup
tersebut dan mencobanya. Tina takjub. Sama persis seperti masakan ibunya. Entah
kenapa, bertemu Ratna membuat rindunya pada sang ibu sedikit terobati. “Seperti
masakan ibuku,” celoteh Tina tanpa
sadar, sedangkan Ratna hanya tersenyum
***
“Adek yang masak semua ini?” Doni
mengedarkan pandangan pada sup, sambal matah, dan goreng ikan yang ada di atas
meja. Lelaki itu tampak takjub dengan tingkah laku istrinya hari ini. Di dalam
hati lelaki itu berharap bahwa, Tina akan seperti ini selalu. “Iya dong bang,
siapa lagi? Cuma tadi dibantuin sama Ibu Ratna tetangga kita.”
“Ibu Ratna? Tinggalnya dirumah yang
mana?”
“Yah adek lupa beliau tinggal dimana.
Lupa nanya. Besok deh adek tanya. Besok katanya bakal kesini lagi buat ngajarin
masak,” kata Tina sumbringah sembari meraih piring Doni dan memasukkan nasi
beserta lauk ke dalam piring tersebut.
“Mantap tu dek. Abang dukung semua yang
adek lakukan asal kan itu bermanfaat.”
“Harus dong! Mulai sekarang, kita
kurangi makan diluar ya. Kita harus nabung juga. Pokoknya harus ada uang yang
disisihkan buat nabung,” kata Tina. Doni tersenyum. “Iya sayang. Abang
beruntung punya adek. I love you.”
Mata Tina berbinar saat mendengar
penuturan Doni. “I love you too.”
***
Memasuki bulan ramadhan, Tina semakin
mahir memasak. Semua itu tentu saja karna bantuan Ratna. Hampir setiap hari
Ratna kerumah Tina hanya sekedar untuk mengajari Tina memasak. Semua ilmu
memasak yang ia miliki, ia berikan pada Tina. Begitu juga patuah-patuah tak
pernah lepas dituturkan oleh Ratna. Tak jarang juga, Ratna makan bersama dengan
Tina dan Doni. Hal ini membuat Tina semakin menyayangi Ratna. Bagi Tina, Ratna
seperti ibunya.
Seperti halnya sore ini saat mereka
hendak membuat makanan untuk berbuka puasa, Ratna memegang kening Tina yang
terlihat pucat. “Ina sakit? Istirahat aja dulu, nak. Nanti biar ibu yang masak.
Atau kamu mau batalin puasanya?”
“Nggak papa kok, bu. Cuma nggak enak
badan sedikit. Biar Ina aja yang masak. Ibu duduk aja,” kata Tina dengan nada
suara yang lemas. “Kamu ini ya. Dari dulu memang keras kepala!” Ratna
mengacak-acak rambut Tina, lalu kemudian membimbing paksa Tina ke kamar. Tina
tertegun, lalu mengikuti langkah Ratna. Sebuah kenangan masa lalu kemudian
mampir dibenak Tina.
“Kamu
ini ya. Dari dulu memang keras kepala!” Ibu mengacak-ngacak rambut Tina.
Tina ditidurkan diranjangnya oleh Ratna.
Perempuan tua itu bergerak menuju dapur. “Ibuu,” ujar Tina sembari menatap
kepergian Ratna. Bayangan wajah ibunya muncul. Sejaman kemudian, Ratna kembali
dari dapur dengan nampan kecil. Ditampan tersebut telah tersedia wedang jahe,
air putih, dan bubur. Menu buka puasa yang dibuatkan oleh Ratna untuk Tina.
Menu yang sama seperti ibunya dulu pernah membuatkan untuk dirinya disaat Tina
sakit.
“Makasih ya bu.”
“Iya sayang. Kamu istirahat aja. 30
menit buka puasa. Ibu ke dapur dulu mau lanjutkan masak.”
“Maaf ngerepotin bu. Ibu nggak papa kok
kalau mau pulang,” kata Tina. Ratna tersenyum. “Ibu khawatir sama kamu. Ibu
tunggu kamu sampai sembuh.”
0 komentar: