Pesan Ibu #4

22.11 muthihaura 0 Comments


Tina dan Ratna sudah berada di dapur rumah Tina. Tina sibuk dengan potongan wortel, sedangkan Ratna memotong kentang. Keduanya asik bercerita sana sini. Entah kenapa, Tina merasa sangat nyaman saat bersama Ratna, padahal jelas-jelas mereka baru saja kenal. 

“Membina rumah tangga itu bukan perihal mudah, nak. Akan ada masanya kalian berbeda pendapat. Akan ada masanya juga kalian saling berdiam diri. Akan ada masanya kalian tak saling percaya. Tapi terlepas dari semua itu, kalian masing-masing harus menurunkan ego.” Ratna memberi nasehat sembari memasukan potongan wortel dan kentang ke dalam kuali.

Baca Juga : PESAN IBU #3

“Salah satu yang membuat rumah tangga itu awet adalah disaat kamu bisa memanage keuangan. Mulailah dari sekarang belajar memanage keuangan, belajar masak, dan belajar membersihkan rumah. Biar nanti pas suamimu pulang kerja, ia akan merasa sennag,” tutur Ratna panjang lebar. Tina mengangguk-angguk mendengar semua patuah Ratna. Sama sekali perempuan muda itu tak merasa digurui, justru ia merasa, Ratna seperti ibunya, baik dari segi fisik, sikap, bahkan patuah.


“Ini supnya udah mateng. Kamu cobain deh,” kata Ratna. Tina menatap sup bening di atas kuali tersebut dengan tatapan ingin. Wangi sup mengisi dapur. Tina mengambil sendok, lalu menyendokkan sup tersebut dan mencobanya. Tina takjub. Sama persis seperti masakan ibunya. Entah kenapa, bertemu Ratna membuat rindunya pada sang ibu sedikit terobati. “Seperti masakan ibuku,” celoteh Tina  tanpa sadar, sedangkan Ratna hanya tersenyum
***
“Adek yang masak semua ini?” Doni mengedarkan pandangan pada sup, sambal matah, dan goreng ikan yang ada di atas meja. Lelaki itu tampak takjub dengan tingkah laku istrinya hari ini. Di dalam hati lelaki itu berharap bahwa, Tina akan seperti ini selalu. “Iya dong bang, siapa lagi? Cuma tadi dibantuin sama Ibu Ratna tetangga kita.”
“Ibu Ratna? Tinggalnya dirumah yang mana?”

“Yah adek lupa beliau tinggal dimana. Lupa nanya. Besok deh adek tanya. Besok katanya bakal kesini lagi buat ngajarin masak,” kata Tina sumbringah sembari meraih piring Doni dan memasukkan nasi beserta lauk ke dalam piring tersebut.

“Mantap tu dek. Abang dukung semua yang adek lakukan asal kan itu bermanfaat.”
“Harus dong! Mulai sekarang, kita kurangi makan diluar ya. Kita harus nabung juga. Pokoknya harus ada uang yang disisihkan buat nabung,” kata Tina. Doni tersenyum. “Iya sayang. Abang beruntung punya adek. I love you.”
Mata Tina berbinar saat mendengar penuturan Doni. “I love you too.”
***
Memasuki bulan ramadhan, Tina semakin mahir memasak. Semua itu tentu saja karna bantuan Ratna. Hampir setiap hari Ratna kerumah Tina hanya sekedar untuk mengajari Tina memasak. Semua ilmu memasak yang ia miliki, ia berikan pada Tina. Begitu juga patuah-patuah tak pernah lepas dituturkan oleh Ratna. Tak jarang juga, Ratna makan bersama dengan Tina dan Doni. Hal ini membuat Tina semakin menyayangi Ratna. Bagi Tina, Ratna seperti ibunya.

Seperti halnya sore ini saat mereka hendak membuat makanan untuk berbuka puasa, Ratna memegang kening Tina yang terlihat pucat. “Ina sakit? Istirahat aja dulu, nak. Nanti biar ibu yang masak. Atau kamu mau batalin puasanya?”
“Nggak papa kok, bu. Cuma nggak enak badan sedikit. Biar Ina aja yang masak. Ibu duduk aja,” kata Tina dengan nada suara yang lemas. “Kamu ini ya. Dari dulu memang keras kepala!” Ratna mengacak-acak rambut Tina, lalu kemudian membimbing paksa Tina ke kamar. Tina tertegun, lalu mengikuti langkah Ratna. Sebuah kenangan masa lalu kemudian mampir dibenak Tina.

“Kamu ini ya. Dari dulu memang keras kepala!” Ibu mengacak-ngacak rambut Tina.

Tina ditidurkan diranjangnya oleh Ratna. Perempuan tua itu bergerak menuju dapur. “Ibuu,” ujar Tina sembari menatap kepergian Ratna. Bayangan wajah ibunya muncul. Sejaman kemudian, Ratna kembali dari dapur dengan nampan kecil. Ditampan tersebut telah tersedia wedang jahe, air putih, dan bubur. Menu buka puasa yang dibuatkan oleh Ratna untuk Tina. Menu yang sama seperti ibunya dulu pernah membuatkan untuk dirinya disaat Tina sakit.
“Makasih ya bu.”

“Iya sayang. Kamu istirahat aja. 30 menit buka puasa. Ibu ke dapur dulu mau lanjutkan masak.”
“Maaf ngerepotin bu. Ibu nggak papa kok kalau mau pulang,” kata Tina. Ratna tersenyum. “Ibu khawatir sama kamu. Ibu tunggu kamu sampai sembuh.”

Baca Artikel Populer Lainnya

0 komentar: