Tentang Cinta #15
15
Karla berkali-kali menatap jam yang bertengger manis
dipergelangan tangan kirinya. Gadis itu menggerutu pelan. Suasana semakin sepi,
apalagi dibelakang fakultas Ilkom tidak terlihat satu manusia pun.
Karla menggertakkan kakinya kesal. Memang Karla
tengah menunggu secret admirer-nya
karna penasaran dan menolak mentah-mentah tawaran dari Adit yang ingin
mengantarnya pulang.
“Kayanya gue dikerjain nih. Sial. Uuh!” Karla meraih Hp-nya yang sudah lowbat. Lagi-lagi
gadis itu menggerutu kesal. “Sudah lama menunggu ya?” Sebuah suara dari arah
belakang Karla membuat gadis itu tertegun.
Bagi Karla, suara itu sangat familiar ditelinganya.
“Maaf ya Aya udah buat lo nunggu lama.” Karla berbalik dan semakin terkejut
karna dugaannya benar.
“Kak? L—”
“Iya ini gue. What’s
wrong?” Karla mendekati lelaki itu dan menghujamkan pukulannya bertubi-tubi
kearah lelaki yang menggenakan kaus putih itu.
“Lo itu ngerjain gue deh. Nggak lucu tau kak!”
Lelaki itu tertawa sembari menangkis pukulan-pukulan Karla. “Sini deh ikut gue.
Gue mau tunjukin sesuatu yang special buat lo.”
“Kemana sih Kak Farran? Udah malam
ini.” Ya, memang lelaki itu Farran. Farran meraih tangan Karla dan menuntun
gadis itu kehalaman depan fakultas ilmu komunikasi.
![]() |
source: pixabay |
Karla tercengang dengan apa yang
dilihatnya. Sebuah meja dengan dua kursi yang ditata dengan sangat romantic,
ditambah lagi lampu-lampu berkelap-kelip membuat Karla semakin berdecak kagum.
“Kenapa bisa gini? Tadi perasaan
nggak kaya ginilah!” ujar Karla. Farran tertawa. “Ya kan ini namanya surprise buat lo. Ayo duduk.” Karla
menduduki sebuah kursi, diikuti oleh Farran.
“Gimana? Lo suka?”
“Suka pakai banget deh pokoknya! Gue
kira yang beginian cuma ada disinetron-sinetron aja, tapi ternyata didunia real
ada. Makasih ya?”
“Sama-sama Aya. Oh ya, ini bunga
mawar merah untuk lo lagi.” Farran menyodorkan buket bunga mawar merah
dihadapan Karla. Bagaimana dia bisa tau
semua tentang aku?
Karla meraih buket bunga itu.
Menyiumi aroma bunga yang sangat disukainya itu dan kemudian menarohnya diatas
meja. “Kak? Boleh gue tanya sesuatu?”
“Ya, silahkan!” Farran menatap Karla
dengan senyum yang mengembang disudut bibirnya, membuat Karla sedikit salah
tingkah. “Dari mana lo tau semua tentang gue? Bunga yang gue suka, nama
panggilan gue dirumah, dan hari ulang tahun gue?”
Farran menatap manic mata Karla.
“Kayanya lo benar-benar lupa sama gue deh.” Karla mengernyit tak mengerti
mendengar jawaban Farran. “Emangnya sebelum dikampus ini kita pernah jumpa ya?”
“Ya. Lihat wajah gue lebih teliti.
Apa lo sama sekali nggak ingat gue?” Karla menatap wajah Farran dengan teliti,
namun sama sekali ia tak ingat. Karla memegangi kepalanya.
“Aduh. Maaf. Gue bener-bener lupa
kak.”
“Apa lo nggak ingat 10 tahun yang
lalu? Taman? Mawar merah? Tangisan gadis kecil? Gadis berumur 8 tahun yang
menggenakan rambut ekor kuda? Luka dikaki gadis itu?”
Karla memejamkan matanya sembari
berusaha mengingat-ngingat kejadian 10 tahun yang lalu. Taman? Mawar merah? Tangisan? Rambut ekor kuda? Luka? Penggalan
kata-kata itu bagai berputar dibenak Karla.
Tiba-tiba sebuah kejadian melintas
dibenak Karla. “Lo? Kakak power rangers?” tunjuk Karla pada Farran. Farran
tertawa senang saat Karla masih mengingatnya.
“Ya! Ternyata lo ingat! Padahal gue
udah setengah frustasi kalau lo sampai nggak ingat.” Karla tertawa menanggapi
candaan Farran. “Eh kak, kok lo bisa tau kalau gue Aya? Gue kan ngenalin diri
sebagai Karla. Bukan Aya.”
“Gue pernah ngelihat buku lo. Lo
nulis diri lo sendiri dibuku itu dengan
sebutan Aya.”
*@muthiiihauraa*
Kevin memandangi Hp-nya.
Berkali-kali dicobanya menghubungi nomor HP Karla namun tidak bisa. Cowok
berwajah ganteng itu mendengus kesal. Ditatapnya timezone yang udah dimodifikasi dan ia sewa dengan uangnya sendiri
selama beberapa jam.
“Lo kemana sih Kar? Kenapa nggak
bisa dihubungi?” tanya Kevin setengah kesal. Kevin melirik jam tangannya.
23.08. Lagi-lagi entah untuk yang keberapa kalinya, Kevin mendengus kesal.
“Mas? Gimana? Udah mau tutup nih.”
Satpam penjaga timezone lagi-lagi mengomel kepada Kevin. “LO BISA SABAR
SEBENTAR NGGAK SIH?” Suara Kevin naik sepuluh oktaf, membuat satpam itu menatap
ketakutan.
“Maaf. Saya hanya menjalankan
tugas.” Dengan kesal Kevin menjatuhkan kursi yang didudukinya dan berjalan
keluar dari area timezone. “Mas? Makanan-makanan ini gimana?” tanya satpam itu
lagi dengan takut-takut.
“Buang aja!” ucap Kevin seolah tak
acuh. Kini Kevin sudah berada diparkiran. Hujan turun dengan deras dengan angin
yang bertiup kencang. Kevin menatap hujan dan mengulurkan tangannya. Cowok itu
merasakan sensasi saat air hujan menerpa tangannya.
Kevin mendengus kesal. Rasa sakit
itu kembali menyeruak. Jalanan mall sepi karna orang-orang mencari tempat
berteduh. Kevin membasahi dirinya dengan air hujan. Membiarkan tubuhnya
dikepung air hujan.
“AAAAAAAAA. GUE BENCI SAMA HIDUP
GUE! GUE PENGEN MATI!! GUE BENCI SAMA SEMUA ORANG!! NGGAK ADA YANG PERNAH
PEDULI SAMA GUE. AAAAA!” Kevin berteriak-teriak ditengah hujan.
Beberapa orang menatapnya dengan
tatapan tak mengerti. Kevin menyeka hujan yang membasahi mukanya. Kini tubuhnya
sudah benar-benar basah kuyub. Cowok itu menendang-nendang apa saja yang ada
didekatnya. Sama sekali tak peduli karna ia sudah menjadi pusat perhatian.
Saat tenaganya sudah mulai menipis.
Kevin terduduk, lalu kemudian meninju aspal yang menyebabkan tangannya
mengeluarkan darah segar.
“SEMUA ORANG NGGAK ADA YANG PEDULI
SAMA GUE!! NGGAK ADA. KENAPA GUE HARUS DILAHIRIN KALAU CUMA JADINYA KAYA GINI?”
“Gue peduli sama lo. Please jangan lakuin ini lagi. Gue
peduli sama lo!” ucap Grasia sembari memayungi tubuh Kevin. Kevin menengadah
menatap Grasia.
Grasia berjongkok disamping Kevin
dan meraih tangan Kevin yang mengeluarkan darah segar. “Gue peduli sama lo. Gue
sayang sama lo. Please jangan kaya
gini lagi.” Tangisan Grasia pecah. Baru kali ini ia melihat kalau ternyata
Kevin serapuh ini.
Kevin menarik tangannya dengan
kasar, lalu mendorong tubuh Grasia. Cowok itu pun berdiri. “Lo bullshit. Lo
sama aja dengan yang lain. Lo sama aja dengan bonyok gue yang bilangnya sayang
sama gue, tapi malah ninggalin gue!”
Kevin menghela nafas, lalu kembali
melanjutkan kata-katanya. “Udahlah Gras! Hentikan semua sandiwara lo!” Kevin
berjalan ditengah hujan meninggalkan Grasia.
Grasia menatap kepergian Kevin
dengan perasaan sangat sakit. Tubuhnya kini juga sudah basah kuyub.
“Gue sayang sama lo, tapi lo nggak pernah peduli. Lo
seakan menutup mata dengan kehadiran gue! Gue cinta sama lo, tapi lo nggak
pernah ngerti. Dan sekarang lo nyalahin takdir karna menurut lo nggak ada yang
sayang sama lo, trus gue ini apa? Apa lo nggak ngelihat gue yang benar-benar
tulus terhadap lo?” ucap Grasia ditengah tangisnya.
Grasia tak peduli apakah Kevin mendengarkan
kata-katanya atau tidak, yang ia ingin hanya mengeluarkan semua uneg-unegnya.
“Lo selalu lupa kalau gue selalu ada disamping lo disaat lo butuh. Lo tau
berapa lama gue berharap pada lo? 3 tahun Kevin! 3 tahun.”
*@muthiiihauraa*
Adit tersenyum saat melihat langit malam dari
bingkai jendela kamarnya. Bayangan wajah Karla memenuhi ruang hati dan khayalan
Adit. “Lagi mikirin Karla ya?” tebak Rica yang dengan sukses membuat Adit
kaget.
“Mama bikin kaget deh. Nggak tuh!”
“Dih, bohong! Udahlah ngaku aja. Mama kenal kamu
sejak kecil! Mama tau semua tentang kamu.” Rica menyentuh ujung hidung mancung
Adit, membuat Adit mundur beberapa langkah.
Aduh mama ini!
Emangnya gue masih anak kecil apa? “Iya.
Emang masih kecilkan?” tanya Rica yang seakan mengerti dengan alam pikiran
Adit. Adit menatap kaget.
“Lho? Kok Mama tau?”
“Yaiyalah! Mama ini kan Mamanya kamu, Adit! Udah,
pokoknya kalau naksir ya kejar terus. Tapi ingat, jangan sampai nyakitin
cewek!”
“Ya nggaklah Ma. Emangnya aku ini kaya Papa yang
udah nyakitin cewek sebaik Mama?” tanya Adit sembari tersenyum super duper
manis. “Hush! Nggak boleh ngomong gitu kamu.”
“Duh, Mama ini kok baik banget sih?”
“Mama cuma nggak pengen kamu jelek-jelekin Papamu
sendiri! Just it. Dah, Mama mau kedapur dulu.” Rica beranjak meninggalkan Adit.
Bersambung....
0 komentar: