Tentang Cinta #16
16
Karla menggeliat pelan sembari
mencoba mengumpulkan setengah nyawanya yang masih melayang-layang diudara.
Ditariknya selimut kembali hingga menutupi badannya.
Gadis itu melirik jam yang menempel
indah didinding kamarnya. 07.08. Karla menghela nafas pelan sembari tersenyum
menyambut pagi. Memang pagi dihari Minggu selalu bisa membuat gadis itu merasa
bahagia.
“Untung tadi udah sholat subuh,
jadinya sekarang bisa nyantai deh.” Karla kembali menggeliat. Pikirannya
kembali kememori tadi malam, membuat gadis itu semakin lebar memaparkan
senyumnya.
Lalu kejadian sepuluh tahun yang
lalu menyedot perhatian Karla. Kejadian itu berputar dibenaknya.
Gadis kecil berambut ekor kuda tengah asik
bermain-main disebuah taman. Sesekali tangan gadis itu memetik bunga mawar
merah lalu menciuminya. Gadis kecil bernama Karla itu tersenyum bahagia.
Karla
berlari-lari ditaman dengan tangan yang ia rentangkan. Saking asiknya berlari,
gadis itu tak melihat batu dihadapannya sehingga Karla terjatuh.
“Aaawh!”
Gadis kecil itu meringis kesakitan. Tangisnya pecah. Karla duduk sembari
memegangi lututnya yang mengeluarkan darah segar.
Seorang
anak laki-laki yang menggenakan pakain power rangers menghampiri Karla dan
menatap gadis kecil itu dengan pandangan kasihan.
“Kamu nggak
papa?” tanya anak laki-laki yang dua tahun lebih tua dari Karla. Gadis kecil
berambut ekor kuda itu masih dalam tangisnya, seolah tak memperdulikan lelaki
kecil dihadapannya.
“Udah
jangan nangis. Sini kakak power rangers yang obatin.” Anak laki-laki bernama
Farran itu meraih lutut Karla dan seolah ahli, Farran mengambil plester dari
saku celananya dan menempelkannya pada luka Karla.
Karla
meringis pelan. “Tahan ya. Nggak papa kok. Tuh kan udah selesai.” Farran
tersenyum melihat hasil karyanya pada kaki Karla. Gadis kecil berambut ekor
kuda itu menatap lukanya, lalu kemudian menatap Farran.
“Makasih ya
kak. Kakak beneran power rangers?”tanya Karla polos. Farran tertawa sembari
mengangguk pelan. “Iya. Tugas power rangers itu kan menyelamatkan dunia. Nama
adik siapa?”
“Aya kak!”
“Nama yang
unik. Tunggu sini sebentar ya Aya.” Farran berlari meninggalkan Karla, membuat
gadis kecil itu tak mengerti. Lima menit kemudian, Farran menghampiri Karla
kembali dan memakaikan bunga mawar merah ditelinga Karla.
Karla
tersenyum bahagia. “Makasih kakak power rangers. Aku suka banget sama mawar
merah.”
“Oh ya?
bagus dong. kamu lahir tanggal berapa?”
“9
September.”
“Aya? Aya
dimana? Aya? Kita mau pulang lagi nih.”
“Iya Kak
Ivin. Aya disini!” Karla berteriak sembari melambai-lambaikan tangannya. “Itu
abang Aya ya? Ya udah, kakak power rangers pergi dulu ya? Besok kalau Aya udah
besar, kakak akan datang lagi. Tepat dihari ulang tahun Aya!”
Karla
tersenyum sumbringah. Entah kenapa sejak tau bahwa Farran itu adalah kakak
power rangers-nya, Karla merasa perasaannya lebih condong kepada Farran
ketimbang Adit. 60:50.
Apa ini emang pertanda kalau aku harus milih
Kak Farran? uh, padahal awal ospek kemaren aku benci banget sama Kak Farran.
Kualat kali aku. “Tanya Kak Ivin aja deh!”
Karla
bangkit dari tidurnya dan menendang selimutnya. Dengan langkah malas, Karla
berjalan menuju kamar Kevin. “Kak? Kak Ivin gue masuk ya?” Karla mengetuk-ngetuk
pintu kamar kakaknya. Tak ada jawaban.
Karla
membuka gagang pintu yang ternyata tidak terkunci. “Kak? Ayo bangun! udah pagi
ini.” Karla menghambur kekasur Kevin dan menarik selimut Kevin.
“Apa
sih?” dengus Kevin kesal sambil kembali menarik selimut dari tangan Karla. “Gue
mau cerita ini. Lo masih ingat kakak power rangers yang dulu gue ceritain nggak
kak.”
“Ingat.”
Bagaimana mungkin gue bisa lupa. Dengus
Kevin lagi. “Semalam gue ketemuan sama dia. Dia ngasi gue surprise party yang indah banget. Ternyata kakak power rangers itu
Kak Farran!” ujar Karla bersemangat.
“Oh!”
“Iih!
Lo responnya nggak enak banget sih kak?” Karla kembali menarik selimut Kevin
dan tanpa sengaja tangan Karla menyentuh dahi Kevin. “Kak? Badan lo panas!”
Karla
panik, lalu buru-buru memegang kening Kevin. “Lo tunggu disini. Gue ambilin
obat!”
“Nggak
perlu! Gue cuma butuh istirahat. Lo jangan ganggu gue lagi oke?” Karla tertegun
mendengar kalimat Kevin barusan. Entah kenapa kata-kata itu mampu membuatnya
merasa sesak. Tapi akhirnya Karla mengalah dan mengangguk pelan.
*@muthiiihauraa*
Grasia
memeluk bantal gulingnya. Perasaan sakit kini benar-benar menguasai hatinya.
Rasa sakit yang lebih dari rasa sakit terhadap apa pun. Tangisan gadis itu juga
belum berhenti.
“Non
makan dulu.” Ketukan pintu oleh Bi Sum, sama sekali tak menggerakkan Grasia
untuk membukakan pintu. Keadaan Kevin semalam membuat pikiran Grasia bimbang.
“Gue
nggak kuat lihat lo yang selemah itu Kev. Nggak kuat! Mending lo nyuekin gue
dari pada gue ngelihat lo kaya gitu.” racau Grasia. Grasia meraih Hpnya dan
memandangi wallpaper Hp-nya. Di wallpaper itu tampak Kevin tengah tersenyum
sangat manis.
Baca Juga: TENTANG CINTA #15
Grasia
tertegun. “Gras! Buka pintunya. Ini gue
Farran.” Farran mengetuk-ngetuk pintu kamar Grasia. Jujur, Farran sebenarnya
cukup merasa khawatir terhadap kondisi Grasia. Apalagi Grasia itu tetap
sahabatnya sejak kecil.
“Gue
lagi nggak pengen diganggu Ran!”
“Kenapa?
Apa lo udah nggak percaya lagi untuk berbagi cerita dengan gue?” Farran menatap
pintu kamar Grasia. Berharap gadis itu membukakan pintu kamarnya dan tersenyum
kembali memberikan senyum menyebalkannya.
“Please, gue pengen sendiri.”
“Lo
emang udah nggak percaya lagi sama gue. Apa memang persahabatan kita ini
nggak ada harganya dimata lo? Lo berubah
Gras!” ucap Farran yang mengikuti kata-kata yang pernah diucapkan Grasia dulu.
Grasia
manyun. Kalau udah Farran ngomong gitu, mau tak mau Grasia membukakan pintunya.
“Lo itu emang menyebalkan! Gue kan lagi pengen sendiri!” gerutu Grasia.
Farran
tertawa. “You fine? Lihat deh wajah dan mata lo kusut kaya gitu. What’s wrong? Tell me, please!” Farran duduk dikursi meja belajar Grasia. Gadis
itu terdiam. Bingung apakah harus menceritakan pada Farran atau tidak.
“Ayolah!
Biasanya lo selalu cerita sama gue. Kenapa sekarang nggak cerita lagi?” Grasia
memandangi wajah Farran. Mencoba menelisik kejujuran dimata lelaki itu.
Grasia
menyerah. Tak ada gunanya ia berbohong pada Farran, toh nanti cowok itu akan
tau sendiri. Lalu meluncurlah cerita semalam dari mulut Grasia. Farran
mendengarkan dengan serius.
*@muthiiihauraa*
“Bi
Nah, lihat Farran nggak?” Karla menghampiri Bi Inah yang tengah mengepel lantai
sembari menyeka keringat dari wajah putihnya. Bi Inah menghentikan aktifitas
mengepelnya dan menatap Karla dengan tatapan bingung.
“Farran
siapa ya neng? Setau bibi mah dirumah ini nggak ada yang namanya Farran.” jawab
Bi Inah polos. Karla menepuk keningnya saking dongkolnya.
“Aduh
bibi ini! Itu lho bi, kelinci aku!” Bi Inah tampak berfikir sembari mengetuk-ngetukkan
jari telunjuknya dengan kening. “Ohh yang itu.”
“Bibi
tau. Dimana bik? Dari tadi aku nyariin nggak ketemu-ketemu. Malah Farran belum
dikasih makan lagi.”
“Walah,
kelincinya mah udah bibi satein non.” Ucap Bi Inah tampa sedikitpun merasa
bersalah. “WHAT? Sate?” Karla berteriak histeris. Bi Inah menutup telinganya
karna terkena radiasi teriakan Karla.
“Aduh
non nggak usah teriak-teriak. Habis tadi pagi banget, mas Ivin minta dibuatin
sate kelinci. Ya udah, kelincinya non, Bibi satein. Itu masih ada didapur. Mau
tak ambilin?”
Karla
menggerutuk kesal. Diacak-acaknya rambutnya saking frustasi.
“OMG!
Kelinci gue habis sudah! Farran oohh!!” Karla merebahkan tubuhnya diatas shofa.
Bi Inah menatap anak majikannya itu dengan tatapan tak mengerti, lalu kemudian
kembali melanjutkan pekerjaannya.
Aduh! Sabar Karla sabar. Huaaaa! Gimana aku
mau sabar, kelinci aku di SATEin!
TING
NONG. “Bi! Ada tamu tuh. Bukain gih.” Bi Inah mengangguk sembari berjalan
keruang tamu. “Non tamu buat non ini.” teriak Bi Inah dari ruang tamu.
“Siapa
Bi?” tanya Karla sembari berjalan menuju ruang tamu. “Nggak tau. Ganteng pisan
pokoknya.”
“Adit?
Ngapain kesini?” Karla terperangah menatap Adit yang tengah terduduk di shofa
ruang tamu rumah Karla. Cowok itu tersenyum super duper manis.
Entah
kenapa menurut Karla, hari ini Adit terlihat begitu ganteng dengan baju kaus
lengan panjang yang digulung sesiku dan celana jins belel yang dibagian
lututnya sudah robek.
“Nama
mas ini Adit tho. Aduh, mas ganteng pisan sih? Neng Aya, kenalin atuh mas
ganteng ini ke Bibi. Siapa tau jodoh.” Ucap Bi Inah. Karla melotot geram.
“Aduh
Bibi! Udah sana gih.” Bi Inah cemberut. Wanita berumur empat puluh tahunan itu
pun berlalu sembari mengedipkan mata kanannya kearah Adit. Karla menggeleng
pelan sembari duduk disamping Adit.
“Hahah!
Gokil tuh pembantu lo.”
“Gokil
apaan? Genit mah iya. Lo ngapain kesini?” tanya Karla setengah kesal karna
mengingat kelincinya. “Oo, jadi gue main kesini nggak boleh gitu?”
“Ya
bukannya gitu. Kenapa nggak bilang-bilang dulu? Gue lagi kesel tau.” Karla
merapikan rambutnya dengan jari-jari tangannya. Rada malu juga dengan Adit
karna Karla sama sekali belum mandi pagi.
“Kesel
kenapa?”
“Farran
mati! End! Tamat! Selesai!” Karla mengeluarkan uneg-unegnya. Mumpung ada yang mau dengerin. Adit
menatap Karla dengan tatapan yang sama sekali tak mengerti.
“Farran?
Mati? Ya bagus dong!” Adit tersenyum sinis. Kalau
tuh cowok sengak siketua BEM itu mati, kan nggak ada saingan lagi gue! Karla
membelalak kesal mendengar jawaban Adit.
Karla
memukul lengan Adit. “Kok lo gitu? Gue sedih tau Farran mati. Lo tau nggak
matinya kenapa? Disatein sama Bi Inah!” guman Karla kesal. Ekspresi wajah Karla
dibuat secemberut mungkin.
Adit
mengernyit pelan. Sama sekali tak mengerti dengan apa yang dikatakan Karla. Ketua BEM itu mati karna dijadiin sate oleh
Bi Inah? Kok bisa? Bi Inah itu kanibal?
“Kok
lo diam sih? Gue sedih ini!”
“Ya
terus gue harus gimana dong? Ya udah, ikhlasin aja ya?” Adit benar-benar
bingung harus bagaimana. Akhirnya hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut
Adit. “Gimana mau ikhlasin coba? Farran itu kelinci pertama gue tau!”
“Ooo
kelinci. Kirain!” Adit tertawa, kini ganti Karla yang mengernyit tak mengerti.
“Kenapa lo ketawa?”
Baca Juga: TENTANG CINTA #14
“Ehm.
Maaf ganggu nih. Tadi pagi bibi masak sate, mas Adit mau nggak? Enak lho.”
Tiba-tiba Bi Inah muncul dengan membawa sepiring sate dan meletakkannya diatas
meja dihadapan Karla dan Adit.
Adit
menghentikan tawanya. “Wah, kayanya enak nih. Makasih ya Bi.” ujar Adit sambil
mengambil 1 tusuk sate dan melahapnya. Karla menatap dengan tatapan nanar.
“Aaa,
Farran gue!” ucap Karla. “Kar, lo mau nggak? Farran enak lho.” kata Adit
sembari tertawa.
0 komentar: