Tentang Cinta #16

22.44 muthihaura 0 Comments


16
            Karla menggeliat pelan sembari mencoba mengumpulkan setengah nyawanya yang masih melayang-layang diudara. Ditariknya selimut kembali hingga menutupi badannya.
            Gadis itu melirik jam yang menempel indah didinding kamarnya. 07.08. Karla menghela nafas pelan sembari tersenyum menyambut pagi. Memang pagi dihari Minggu selalu bisa membuat gadis itu merasa bahagia. 

            “Untung tadi udah sholat subuh, jadinya sekarang bisa nyantai deh.” Karla kembali menggeliat. Pikirannya kembali kememori tadi malam, membuat gadis itu semakin lebar memaparkan senyumnya.
            Lalu kejadian sepuluh tahun yang lalu menyedot perhatian Karla. Kejadian itu berputar dibenaknya.



            Gadis kecil berambut ekor kuda tengah asik bermain-main disebuah taman. Sesekali tangan gadis itu memetik bunga mawar merah lalu menciuminya. Gadis kecil bernama Karla itu tersenyum bahagia.
            Karla berlari-lari ditaman dengan tangan yang ia rentangkan. Saking asiknya berlari, gadis itu tak melihat batu dihadapannya sehingga Karla terjatuh.
            “Aaawh!” Gadis kecil itu meringis kesakitan. Tangisnya pecah. Karla duduk sembari memegangi lututnya yang mengeluarkan darah segar.
            Seorang anak laki-laki yang menggenakan pakain power rangers menghampiri Karla dan menatap gadis kecil itu dengan pandangan kasihan. 


            “Kamu nggak papa?” tanya anak laki-laki yang dua tahun lebih tua dari Karla. Gadis kecil berambut ekor kuda itu masih dalam tangisnya, seolah tak memperdulikan lelaki kecil dihadapannya.
            “Udah jangan nangis. Sini kakak power rangers yang obatin.” Anak laki-laki bernama Farran itu meraih lutut Karla dan seolah ahli, Farran mengambil plester dari saku celananya dan menempelkannya pada luka Karla.
            Karla meringis pelan. “Tahan ya. Nggak papa kok. Tuh kan udah selesai.” Farran tersenyum melihat hasil karyanya pada kaki Karla. Gadis kecil berambut ekor kuda itu menatap lukanya, lalu kemudian menatap Farran.

            “Makasih ya kak. Kakak beneran power rangers?”tanya Karla polos. Farran tertawa sembari mengangguk pelan. “Iya. Tugas power rangers itu kan menyelamatkan dunia. Nama adik siapa?”
            “Aya kak!”
            “Nama yang unik. Tunggu sini sebentar ya Aya.” Farran berlari meninggalkan Karla, membuat gadis kecil itu tak mengerti. Lima menit kemudian, Farran menghampiri Karla kembali dan memakaikan bunga mawar merah ditelinga Karla.
            Karla tersenyum bahagia. “Makasih kakak power rangers. Aku suka banget sama mawar merah.”

            “Oh ya? bagus dong. kamu lahir tanggal berapa?”
            “9 September.”
            “Aya? Aya dimana? Aya? Kita mau pulang lagi nih.”
            “Iya Kak Ivin. Aya disini!” Karla berteriak sembari melambai-lambaikan tangannya. “Itu abang Aya ya? Ya udah, kakak power rangers pergi dulu ya? Besok kalau Aya udah besar, kakak akan datang lagi. Tepat dihari ulang tahun Aya!”
            

            Karla tersenyum sumbringah. Entah kenapa sejak tau bahwa Farran itu adalah kakak power rangers-nya, Karla merasa perasaannya lebih condong kepada Farran ketimbang Adit. 60:50.
            Apa ini emang pertanda kalau aku harus milih Kak Farran? uh, padahal awal ospek kemaren aku benci banget sama Kak Farran. Kualat kali aku. “Tanya Kak Ivin aja deh!”
            Karla bangkit dari tidurnya dan menendang selimutnya. Dengan langkah malas, Karla berjalan menuju kamar Kevin. “Kak? Kak Ivin gue masuk ya?” Karla mengetuk-ngetuk pintu kamar kakaknya. Tak ada jawaban.

            Karla membuka gagang pintu yang ternyata tidak terkunci. “Kak? Ayo bangun! udah pagi ini.” Karla menghambur kekasur Kevin dan menarik selimut Kevin.
            “Apa sih?” dengus Kevin kesal sambil kembali menarik selimut dari tangan Karla. “Gue mau cerita ini. Lo masih ingat kakak power rangers yang dulu gue ceritain nggak kak.”
            “Ingat.” Bagaimana mungkin gue bisa lupa. Dengus Kevin lagi. “Semalam gue ketemuan sama dia. Dia ngasi gue surprise party yang indah banget. Ternyata kakak power rangers itu Kak Farran!” ujar Karla bersemangat.
            “Oh!”

            “Iih! Lo responnya nggak enak banget sih kak?” Karla kembali menarik selimut Kevin dan tanpa sengaja tangan Karla menyentuh dahi Kevin. “Kak? Badan lo panas!”
            Karla panik, lalu buru-buru memegang kening Kevin. “Lo tunggu disini. Gue ambilin obat!”
            “Nggak perlu! Gue cuma butuh istirahat. Lo jangan ganggu gue lagi oke?” Karla tertegun mendengar kalimat Kevin barusan. Entah kenapa kata-kata itu mampu membuatnya merasa sesak. Tapi akhirnya Karla mengalah dan mengangguk pelan.
*@muthiiihauraa*

            Grasia memeluk bantal gulingnya. Perasaan sakit kini benar-benar menguasai hatinya. Rasa sakit yang lebih dari rasa sakit terhadap apa pun. Tangisan gadis itu juga belum berhenti.
            “Non makan dulu.” Ketukan pintu oleh Bi Sum, sama sekali tak menggerakkan Grasia untuk membukakan pintu. Keadaan Kevin semalam membuat pikiran Grasia bimbang.
            “Gue nggak kuat lihat lo yang selemah itu Kev. Nggak kuat! Mending lo nyuekin gue dari pada gue ngelihat lo kaya gitu.” racau Grasia. Grasia meraih Hpnya dan memandangi wallpaper Hp-nya. Di wallpaper itu tampak Kevin tengah tersenyum sangat manis.

Baca Juga: TENTANG CINTA #15

            Grasia tertegun.  “Gras! Buka pintunya. Ini gue Farran.” Farran mengetuk-ngetuk pintu kamar Grasia. Jujur, Farran sebenarnya cukup merasa khawatir terhadap kondisi Grasia. Apalagi Grasia itu tetap sahabatnya sejak kecil.
            “Gue lagi nggak pengen diganggu Ran!”
            “Kenapa? Apa lo udah nggak percaya lagi untuk berbagi cerita dengan gue?” Farran menatap pintu kamar Grasia. Berharap gadis itu membukakan pintu kamarnya dan tersenyum kembali memberikan senyum menyebalkannya.
            Please, gue pengen sendiri.”

            “Lo emang udah nggak percaya lagi sama gue. Apa memang persahabatan kita ini nggak  ada harganya dimata lo? Lo berubah Gras!” ucap Farran yang mengikuti kata-kata yang pernah diucapkan Grasia dulu.
            Grasia manyun. Kalau udah Farran ngomong gitu, mau tak mau Grasia membukakan pintunya. “Lo itu emang menyebalkan! Gue kan lagi pengen sendiri!” gerutu Grasia.
            Farran tertawa. “You fine? Lihat deh wajah dan mata lo kusut kaya gitu. What’s wrong? Tell me, please!” Farran duduk dikursi meja belajar Grasia. Gadis itu terdiam. Bingung apakah harus menceritakan pada Farran atau tidak.

            “Ayolah! Biasanya lo selalu cerita sama gue. Kenapa sekarang nggak cerita lagi?” Grasia memandangi wajah Farran. Mencoba menelisik kejujuran dimata lelaki itu.
            Grasia menyerah. Tak ada gunanya ia berbohong pada Farran, toh nanti cowok itu akan tau sendiri. Lalu meluncurlah cerita semalam dari mulut Grasia. Farran mendengarkan dengan serius.
*@muthiiihauraa*

            “Bi Nah, lihat Farran nggak?” Karla menghampiri Bi Inah yang tengah mengepel lantai sembari menyeka keringat dari wajah putihnya. Bi Inah menghentikan aktifitas mengepelnya dan menatap Karla dengan tatapan bingung.
            “Farran siapa ya neng? Setau bibi mah dirumah ini nggak ada yang namanya Farran.” jawab Bi Inah polos. Karla menepuk keningnya saking dongkolnya.
            “Aduh bibi ini! Itu lho bi, kelinci aku!” Bi Inah tampak berfikir sembari mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya dengan kening. “Ohh yang itu.”

            “Bibi tau. Dimana bik? Dari tadi aku nyariin nggak ketemu-ketemu. Malah Farran belum dikasih makan lagi.”
            “Walah, kelincinya mah udah bibi satein non.” Ucap Bi Inah tampa sedikitpun merasa bersalah. “WHAT? Sate?” Karla berteriak histeris. Bi Inah menutup telinganya karna terkena radiasi teriakan Karla.

            “Aduh non nggak usah teriak-teriak. Habis tadi pagi banget, mas Ivin minta dibuatin sate kelinci. Ya udah, kelincinya non, Bibi satein. Itu masih ada didapur. Mau tak ambilin?”
            Karla menggerutuk kesal. Diacak-acaknya rambutnya saking frustasi.
            “OMG! Kelinci gue habis sudah! Farran oohh!!” Karla merebahkan tubuhnya diatas shofa. Bi Inah menatap anak majikannya itu dengan tatapan tak mengerti, lalu kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.

            Aduh! Sabar Karla sabar. Huaaaa! Gimana aku mau sabar, kelinci aku di SATEin!
            TING NONG. “Bi! Ada tamu tuh. Bukain gih.” Bi Inah mengangguk sembari berjalan keruang tamu. “Non tamu buat non ini.” teriak Bi Inah dari ruang tamu.
            “Siapa Bi?” tanya Karla sembari berjalan menuju ruang tamu. “Nggak tau. Ganteng pisan pokoknya.”
            “Adit? Ngapain kesini?” Karla terperangah menatap Adit yang tengah terduduk di shofa ruang tamu rumah Karla. Cowok itu tersenyum super duper manis. 

            Entah kenapa menurut Karla, hari ini Adit terlihat begitu ganteng dengan baju kaus lengan panjang yang digulung sesiku dan celana jins belel yang dibagian lututnya sudah robek.
            “Nama mas ini Adit tho. Aduh, mas ganteng pisan sih? Neng Aya, kenalin atuh mas ganteng ini ke Bibi. Siapa tau jodoh.” Ucap Bi Inah. Karla melotot geram.
            “Aduh Bibi! Udah sana gih.” Bi Inah cemberut. Wanita berumur empat puluh tahunan itu pun berlalu sembari mengedipkan mata kanannya kearah Adit. Karla menggeleng pelan sembari duduk disamping Adit.

            “Hahah! Gokil tuh pembantu lo.”
            “Gokil apaan? Genit mah iya. Lo ngapain kesini?” tanya Karla setengah kesal karna mengingat kelincinya. “Oo, jadi gue main kesini nggak boleh gitu?”
            “Ya bukannya gitu. Kenapa nggak bilang-bilang dulu? Gue lagi kesel tau.” Karla merapikan rambutnya dengan jari-jari tangannya. Rada malu juga dengan Adit karna Karla sama sekali belum mandi pagi.
            “Kesel kenapa?”
            “Farran mati! End! Tamat! Selesai!” Karla mengeluarkan uneg-unegnya. Mumpung ada yang mau dengerin. Adit menatap Karla dengan tatapan yang sama sekali tak mengerti. 

            “Farran? Mati? Ya bagus dong!” Adit tersenyum sinis. Kalau tuh cowok sengak siketua BEM itu mati, kan nggak ada saingan lagi gue! Karla membelalak kesal mendengar jawaban Adit.
            Karla memukul lengan Adit. “Kok lo gitu? Gue sedih tau Farran mati. Lo tau nggak matinya kenapa? Disatein sama Bi Inah!” guman Karla kesal. Ekspresi wajah Karla dibuat secemberut mungkin.
            Adit mengernyit pelan. Sama sekali tak mengerti dengan apa yang dikatakan Karla. Ketua BEM itu mati karna dijadiin sate oleh Bi Inah? Kok bisa? Bi Inah itu kanibal?
            “Kok lo diam sih? Gue sedih ini!” 

            “Ya terus gue harus gimana dong? Ya udah, ikhlasin aja ya?” Adit benar-benar bingung harus bagaimana. Akhirnya hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Adit. “Gimana mau ikhlasin coba? Farran itu kelinci pertama gue tau!”
            “Ooo kelinci. Kirain!” Adit tertawa, kini ganti Karla yang mengernyit tak mengerti. “Kenapa lo ketawa?” 

Baca Juga: TENTANG CINTA #14
            “Ehm. Maaf ganggu nih. Tadi pagi bibi masak sate, mas Adit mau nggak? Enak lho.” Tiba-tiba Bi Inah muncul dengan membawa sepiring sate dan meletakkannya diatas meja dihadapan Karla dan Adit.

            Adit menghentikan tawanya. “Wah, kayanya enak nih. Makasih ya Bi.” ujar Adit sambil mengambil 1 tusuk sate dan melahapnya. Karla menatap dengan tatapan nanar.
            “Aaa, Farran gue!” ucap Karla. “Kar, lo mau nggak? Farran enak lho.” kata Adit sembari tertawa.

Baca Artikel Populer Lainnya

0 komentar: