Tentang Cinta #20
20
Tangan
Grasia bergerak pelan, membuat Farran yang menjaga cewek itu menatap senang.
Grasia membuka matanya. “Gras? Alhamdulillah lo udah sadar.” Senyum Farran
mengembang senang.
Grasia
menatap bingung. “Gue uhuk ba—”
“Udah,
lo nggak usah banyak ngomong. Lo itu bikin gue dan nyokap gue khawatir aja!”
tukas Farran. Grasia memandang Farran. “Lo kha—watir sa—ma gue?” tanya Grasia
terbata-bata.
Baca Juga : TENTANG CINTA #15
Farran
meraih tangan Grasia dengan pelan. “Iya, gue khawatir sama lo. Lain kali jangan
ngelakuin hal bodoh lagi ya? Gue takut kehilangan lo.” Kata-kata itu meluncur
begitu saja dari mulut Farran. Bukan sebuah kebohongan, tapi itulah yang ada
dihatinya.
“Jangan
pernah berniat ninggalin gue lagi Gras!”
*@muthiiihauraa*
Karla
menyantap makan malamnya dengan tak berserela. Ditatapnya kursi disampingnya
yang kosong. Biasanya kursi itu diduduki oleh Kevin. Gadis cantik itu menghela
nafas, lalu melirik sekilas kearah Angga. Ada perasaan tak enak yang
dirasakannya.
Karla
mengaduk-aduk makanannya. “Kenapa nggak dihabisin?” Angga menatap Karla,
membuat Karla sedikit kaget karna biasanya Angga tak pernah peduli.
“Nggak
nafsu Pa.” Karla menjawab enteng dan lalu menegak susu coklatnya. “Kepikiran
kakakmu ya?” tanya Angga. Karla mengernyit pelan. Ditatapnya Angga dengan
pandangan yang tak dimengerti.
Tumben! Batin Karla. “Iya Pa. Kak Ivin
kemana ya? Kangen banget sama dia.” Angga menerawang pelan, lalu menghela
nafas. Sejujurnya lelaki itu juga merasakan hal yang sama.
“Maaf
tuan, ada telpon buat tuan.” Bi Inah mengulurkan telpon kepada Angga yang
langsung disambut oleh Angga. “Dari siapa Bi?” tanya Angga. Bi Inah hanya
menggeleng pelan.
“Halo?
Iya saya sendiri? Apa? Astagfirullah.” Wajah Angga menunjukkan kecemasan. Karla
menatap Angga dengan pandangn bingung. Kemaren
Farran sialan itu yang kaya gitu, sekarang papa. Ada apa sih?
Angga memberikan telpon itu kepada
Bi Inah dengan tangan gemetar. Wajah Angga pucat. Karla menatap bingung, lalu
pikiran gadis itu melayang pada sosok Kevin.
“Pa?
Kenapa? Ada hubungannya dengan Kak Ivin?” Karla memberondong Angga dengan
pertanyaan-pertanyaan. Angga merengkuh Karla kepelukannya, membuat Karla
semakin tak mengerti.
“Pa?”
Badan Karla terasa lemas. Ia sudah bisa menebak bahwa ada sesuatu yang tidak
baik yang akan didengarnya. “Ivin—” Angga terdiam seakan tak ingin melanjutkan
kata-katanya.
“Kenapa
Pa? Kenapa dengan kak Kevin?” Karla menguncang-nguncang bahu Angga. “Ivin masuk
rumah sakit. Dia OD.”
OD? Over Dosis? Narkoba? Karla mencoba
mencerna setiap kata-kata yang diucapkan Angga, lalu semuanya terasa
berputar-putar dan kemudian gelap.
*@muthiiihauraa*
Karla
membuka kain kafan penutup wajah Kevin dengan gemetar. Ya, Kevin memang tidak
bisa bertahan lama. Dia makai dalam dosis yang sangat banyak dan kata dokter
nyawanya tidak bisa diselamatkan lagi.
“Kak!
Bangun! Kok lo ninggalin gue sih? Nanti siapa yang bakal jagain gue? Lo janji
kan bakal jagain gue selalu. Ayo dong bangun. Aya janji nggak nakal lagi. Aya
janji nggak bakal bikin kakak susah lagi! Bangun.” Karla menguncang tubuh kaku
Kevin. Namun tubuh itu sama sekali tak bergerak.
“Kenapa
sih lo bohongin gue kak? Lo udah janji bakal selalu jagain gue. Ayo bangun! Gue
tagih janji lo. Kak Ivin? Kenapa sih dengan bodohnya lo harus makai sesuatu
yang dilarang!” Tangis gadis itu pecah. Tubuhnya gemetar.
“Sayang
sabar. Sabar. Ini semua ujian dari Allah. Kamu harus kuat. Kuat Aya!” Karin
memeluk tubuh Aya sembari membelai lembut rambut gadis itu, tapi buru-buru
ditepis dengan kasar oleh Karla.
“Nggak
usah sok peduli Ma! Ini semua salah kalian berdua. Salah Papa dan Mama! Salah
kalian karna nggak pernah peduli sama kami!” Karla menatap tajam kearah Karin
dan Angga.
“Coba
sedikit aja dulu kalian perhatian sama kami, mungkin kak Ivin nggak akan kaya
gini. Nggak akan terjerat narkoba gini. Kalian memang egois!”
“Maafin
Papa Aya. Maaf!” ujar Angga parau. Lelaki itu menangis. Bagaimana pun ia sangat
merasa bersalah dengan Kevin. Karla benar, andai saja ia lebih perhatian
terhadap anak-anaknya mungkin ini semua nggak akan terjadi.
“Percuma!
Apa dengan permintaan maaf Papa bisa ngembaliin Kak Ivin?” dengus Karla. Tangis
gadis itu makin kencang. “Istigfar Aya! Istigfar!” bisik Karin pelan khas
keibuan.
“Akh!
Kalian semua jahat! Kalian nggak pernah ngerti.” Karla berlari keluar kamar.
Tubuhnya gemetar pelan. Bayangan wajah Kevin berputar-putar dibenak Karla.
Kenapa lo harus pergi secepat ini sih kak? Trus gue sama
siapa dong? Gue takut sendiri. Karla duduk ditaman rumah sakit sembari merenungi nasipnya
sendiri.
Baca Juga : TENTANG CINTA #18
Bahu gadis
itu berguncang oleh isak tangisnya. “Karla?” Adit menghampiri gadisnya.
Merasakan juga sakit yang dirasakan gadis itu. Adit duduk disamping Karla.
Adit
merengkuh kepala Karla dan membawanya kebahunya. “Sabar ya, gue turut berduka
cita.”
“Gimana
gue bisa sabar Dit? Kakak gue pergi untuk selama-lamanya. Dia pergi ninggalin
gue. Gue nggak akan bisa lagi ketemu dia Dit. Kalau gue kangen dia gimana?”
“Kar, lo
pikir dengan lo lemah gini dia bakal tenang disana? Dia bakal bahagia? Nggak
Kar, dia justru makin sedih ngelihat lo kaya gini. Dia pengen lo bangkit. Dia
pengan lo bisa nunjukin prestasi lo ke dia.”
“Tapi dia
bohong sama gue Dit. Dia janji ngelindungi gue selalu tapi dia pergi ninggalin
gue.” Mata Karla sudah bengkak akibat tangisannya. Beberapa kali Karla menghela
nafas.
“Tenang!
Ada gue. Gue yang bakal selalu jagain lo. Lo jadi roda, gue pompanya. Tiap
orang tuh gak selalu 'penuh', sering saatnya ngendor. Pas ban roda tu ketusuk,
bocor danmengerut, gue tiupin sampe roda itu kembali mulus menggelinding.”
*@muthiiihauraa*
Rumah
Karla penuh dengan para pelayat. Banyak dari teman-teman Kevin, bahkan Farran
pun datang. Tapi sama sekali tak tampak sosok Grasia. Karla masih mengurung
diri dikamarnya.
Gadis itu
sama sekali belum percaya akan apa yang dialaminya, bahwa mulai hari ini dia
nggak kan pernah bisa ketemu Kevin lagi. Karla menghela nafas pelan sembari
memandangi photo Kevin yang tepajang didinding kamarnya.
“Lo tenang aja Aya. Gue janji bakal selalu jagain lo. Sampai
kapan pun karna gue mencintai lo. Karna gue sayang sama lo!”
Kalimat
Kevin itu terngiang-ngiang dikepala Karla. “Gue juga sayang sama lo kak. Gue
juga cinta sama lo. Baik-baik disana ya?” Karla menatap bintang-bintang
dilangit kamarnya.
“Ya? Buka
pintunya sayang. Ayo kita yasinan buat doain kakakmu.” Suara lembut Karin
terdengar dari luar kamar Karla. Karla
mendesah pelan, lalu merapikan jilbab hitamnya dan berjalan lesu kearah pintu.
*@muthiiihauraa*
Adit duduk
sembari memandangi langit malam diteras rumah Karla. Banyak pikiran yang
berkelabat dibenak cowok itu. Sesekali helaan nafas Adit terdengar lembut.
Kev, gue janji buat jagain Karla ngegantiin lo! Batin Adit. Farran berjalan
mendekati Adit, membuat Adit sedikit memicingkan mata. “Heh! Ngapain lo ha?”
bentak Adit sinis.
“Nggak
baik diacara kaya gini berantem Dit. Gue nggak nyangka ternyata Karla adiknya
Kevin.” ujar Farran tampa peduli pandangan sinis dari Adit. Farran duduk
disamping Adit, membuat Adit sedikit menggeser jarak duduknya.
“Gue
nyamperin lo bukan mau cari masalah kok. Gue cuma minta satu hal agar lo janji
buat selalu jagain Karla. Lo harus janji buat selalu ada saat dia lagi down. Lo bisa janji kan Dit?”
“Tanpa lo
minta pun gue udah tau.” Sungut Adit masih dengan sikap sinisnya. Farran
menghela nafas. Mencoba untuk tidak terpancing emosi saat berhadapan dengan
Adit.
“Oke, gue
percaya sama lo. Oh ya, yasinannya udah mau mulai. Ayo masuk!” Farran melangkah
memasuki rumah Karla diikuti oleh Adit. Saat hendak mengambil surah yasin,
ujung mata Adit menangkap sosok Karla dan seorang perempuan yang baru turun
dari tangga.
Adit
menyipitkan mata. Tante Karin? Dia
mamanya Karla? oh god! Adit menghela nafas pelan,lalu duduk disamping
Farran. Pikiran Adit berkelana pelan tentang sosok seorang Karin.
“Kenalin Dit, ini tante Karin. Calon mama baru kamu.”
Seorang lelaki yang sangat mirip dengan Adit menghampiri Adit sembari
mengandeng tangan seorang perempuan.
Adit menyipitkan mata. Merasa tidak suka dengan kehadiran
wanita itu. Karin tersenyum. “Oh dear, anak kamu ganteng seperti kamu.” ucap
Karin sembari tersenyum kearah Adit.
Adit menatap dengan tatapan ingin muntah. “Baru kemaren
cerai sama Mama, sekarang udah ada yang baru Pa?” Adit mendengus kesal. “Lho?
Nggak ada salahnya kan? Memang dari awal Papa cintanya sama tante Karin.” Jawab
Steven. Membuat Adit menelan ludah.
Adit mendengus kesal, lalu beranjak menuju kamarnya. “Adit
tinggal sama Mama aja!”
Adit kembali menatap kearah Karin, untuk memastikan penglihatannya. Cowok itu bergeming pelan. Rasa kebencian itu muncul lagi dibenaknya.
Bersambung...
0 komentar: