Bully dan Kepercayaan Diri
Aku adalah gadis yang tumbuh sebagai korban bully. Sejak duduk dibangku taman kanak-kanak malah aku merasakannya dan baru kini aku sadari. Tapi dari semua momen hidupku, bully yang sangat-sangat berdampak bagi aku adalah disaat duduk dibangku SMP.
Sebenarnya, aku bukan type orang yang suka mengumbar hal-hal seperti ini. Aku lebih senang menyimpannya rapat. Seolah mengubur semua kejadian itu dalam-dalam. Dulu aku berpikir, jika hidup punya tombol delete, aku ingin sekali mendelete masa-masa itu beserta orang-orang yang terlibat didalamnya.
Tapi ini hidup. Hidup nggak pernah punya tombol delete sayangnya haha. Semakin bertambahnya umur, aku sudah mulai bisa berdamai dengan masa lalu. Tak lagi merasakan sakit yang amat seperti halnya dulu-dulu saat mengingatnya.
Bully yang aku terima saat TK, aku punya temen sebangku. Ia selalu menawarkanku untuk menulis catatanku dari apa yang guru sampaikan dipapan tulis. Bodohnya, aku tak pernah berani menolak. Guru tersebut nanya ke temen aku ini, kok nulisin dua buku.
Nah, temen aku ini bilang kalau aku nyuruh dia buat nulisin catatan aku. Padahal aslinya mah dia yang mau sendiri. Akhirnya aku dinasehatin ibu guru untuk nulis sendiri. Dan kejadian ini nggak hanya terulang sekali dua kali.
Dan dari semua masa-masa TK-ku, ini yang terekam jelas dibenak. Memang ya, rasa sakit itu tidak gampang hilangnya. Memasuki masa SD, aku dibully karna fisikku yang kurus. Dikatain kurui dan lain sebagainya sudah menjadi makanan harianku.
Tapi entah kenapa, masa-masa SD ini tetap menyenangkan menurutku. Memasuki masa SMP, aku seperti berada di neraka. Sekolahku waktu itu dari jam 7 pagi sampai jam 16 sore. Asli lama banget dan aku selalu ngelihat jam berharap ingin segera pulang.
Aku dikucilkan anak satu kelas. Pernah aku duduk sendirian. Nggak punya temen. Yang ceweknya suka banget nyuruh-nyuruh aku layaknya aku babu. Pernah juga dikatain mencuri. Yang ngatain ini ngomong sambil teriak ke aku : “Kalau semua maling ngaku, penjara penuh!”
Aku lupa permasalahannya apa. Entah karna dituduh mencuri binder atau apa. Yang anak 90-an pasti tau kan kalau dulu suka banget tukaran binder haha. Itu yang ngomong, aku masih ingat mukanya sampai sekarang.
Yang cowoknya, setiap aku lewat, mereka kaya mau muntah. Kaya jijik. Seakan-akan aku ini bagaikan sampah yang menjijikkan. Pokoknya tiap aku lewat, mereka bakal nutup mulut sambil bilang ‘uwwekk uwweek’ dan lari ngejauh. Asli sakit banget. Sakit sesakit-sakitnya.
Ini kenapa aku tidak pernah bisa melupakan masa SMP. Memasuki dunia SMA, diawal masuk, ada beberapa yang nggak suka aku, tapi nggak terlalu parah sih. Tapi yang justru ngebully gurunya. Dia ngatain aku didepan anak kelas lain.
Kebetulan aku punya temen dikelas itu dan dia cerita ke aku. Sakit banget. Iya, jadi gurunya ngehina suara aku. Asli suara aku itu cempreng banget dan aku juga nggak pernah latihan vokal biar suaraku bulat wkwk. Eh itu guru ngehina. Fisikpun juga.
Tumbuh sebagai korban bully aku rasakan memang sangat berdampak besar dengan aku yang sekarang. Aku yang sekarang berumur 25 tahun menuju 26 tahun tumbuh sebagai gadis pendiam, insecure, dan yang paling parahnya, aku tidak memiliki kepercayaan diri.
Sebenarnya masa-masa kuliahku membuat aku lebih berkembang. IPK-ku tinggi, punya jabatan penting disalah satu organisasi yang aku ikutin saat dikampus, hanya saja tetap saja, kepercayaanku sangat rendah. Aku kehilangan kepercayaan diriku. Sangat.
Kehilangan kepercayaan diri ini membuatku takut bertemu orang baru, takut menyapa orang, takut mengeluarkan suara karna suaraku cempreng, dan ketakutan-ketakutan lainnya. Ya, aku tidak percaya pada diriku sendiri.
Walaupun sekarang aku berprofesi sebagai seorang wartawan, tetap saja aku ngerasa, aku tidak memiliki kepercayaan diri. Sebegitu besarnya efek bully yang melandaku. Aku ketakutan. Aku tidak percaya diri. aku insecure. Aku merasa terasing. Aku tidak bisa bergaul dengan baik. Ahh.
Semua yang terjadi dihidupku, hingga harus juga merasakan kedua orang tuaku dan nenekku meninggal, menjadikan tulang punggung keluarga serta ayah ibu bagi kelima adik-adikku, Alhamdulillahnya tidak membuatku berpikiran untuk mengakhiri hidupku sebelum waktunya.
Allah masih menjaga akal sehatku dan kujadikan semu bully-an ini agar aku bisa sukses. Walau hingga umur 25 tahun ini aku belum dikatakan sukses menurut definisi standart sukses orang-orang, tapi aku yakin In syaa Allah sedang menuju proses itu.
Saranku, buat teman-teman ataupun adik-adik, jangan pernah membully atau berperilaku atau berkata-kata yang menyakitkan bagi orang lain. Kamu nggak tau apa yang dialami orang tersebut dalam hidupnya. Kamu nggak tau apa saja yang terjadi tapi dengan gampangnya lidah tak bertulangmu membuat sakit.
Dan bagi kamu korban bully, jika sudah berlebihan, berceritalah dan minta solusi ke orang yang kamu percaya. Berikan energi positifmu untuk membalas mereka dengan kesuksesanmu. Karna pembalasan paling tercantik adalah dengan menjadi orang yang lebih sukses dari orang yang membullymu.
Salam sayang dariku, @ceritahaura. Kamis, 8 April 2021. 21.46 WIB.
0 komentar: